Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA - Judi online telah berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin meluasnya akses internet. Meski menjadi sumber ekonomi yang menggiurkan, dampaknya terhadap masyarakat sering kali tersembunyi, terutama di negara dengan regulasi yang lemah. Kamboja adalah contoh menarik. Negara yang terkenal dengan sejarah dan kekayaan budayanya kini menjadi pusat bagi industri judi online yang banyak melibatkan pekerja Indonesia.
Perjalanan saya ke Kamboja awal November lalu meninggalkan banyak kesan yang tidak hanya membekas di pikiran, tetapi juga memunculkan banyak pertanyaan tentang dinamika sosial, ekonomi, dan budaya di sana. Pengalaman saya menemukan jejak Indonesia di tengah hiruk-pikuk Phnom Penh hingga ke kota perbatasan Poipet, menunjukkan bagaimana budaya dan bahasa kita menyelinap ke ruang-ruang yang mungkin tidak pernah kita duga sebelumnya.
Di Poipet, sebuah kota perbatasan yang dikenal sebagai pusat operasi industri judi dan kasino. Kota ini memiliki suasana yang sangat berbeda, tetapi jejak Indonesia tetap terasa karena ada banyak restoran yang dikelola oleh Diaspora Indonesia. Di kota ini, bahasa kita sangat kental terasa, seolah-olah menjadi bahasa sehari-hari kedua di daerah tersebut.
Perjalanan saya berlanjut ke Phnom Penh. Salah satu hal yang mencuri perhatian saya adalah keberadaan restoran-restoran Indonesia yang tersebar di berbagai sudut kota. Sebagai seseorang yang mempelajari Hubungan Internasional (HI), saya langsung berpikir bahwa ini bukan hanya soal makanan, tetapi juga soal supply dan demand. Restoran Indonesia menjamur karena permintaan dari komunitas pekerja Indonesia yang terlibat dalam industri lokal, terutama di sektor judi online. Selain itu, kebutuhan akan cita rasa dan suasana “rumah” menjadi alasan mengapa restoran-restoran ini terus bertahan dan berkembang.
Hal yang lebih menarik terjadi ketika saya berbelanja oleh-oleh di pasar lokal Phnom Penh. Awalnya, saya mencoba menggunakan bahasa Inggris untuk berbicara dengan penjual. Tetapi yang mengejutkan, penjual tersebut menjawab dalam bahasa Indonesia yang fasih. Bukan sekadar bahasa Melayu, melainkan bahasa Indonesia dengan dialek yang sangat mirip dengan bahasa kita sehari-hari. Saya sempat terdiam sejenak, bertanya dalam hati, “Bagaimana bahasa kita bisa sejauh ini masuk ke kehidupan mereka?”
Penjual itu menjelaskan bahwa banyak warga Kamboja belajar bahasa Indonesia untuk mempermudah komunikasi dengan turis atau pekerja Indonesia yang datang ke sana. Saya pun merasa bangga, bahasa kita telah menjadi bagian dari kebutuhan ekonomi di Kamboja. Tetapi di balik itu, ada ironi yang tidak bisa diabaikan. Mengapa begitu banyak orang Indonesia yang bekerja di Kamboja, khususnya di sektor judi online? Apakah ini karena peluang ekonomi yang sulit ditemukan di dalam negeri?
Namun, pengalaman paling membekas di benak saya terjadi ketika saya baru saja tiba di Phnom Penh sekitar pukul satu dini hari waktu setempat. Saat itu, kami terlibat perdebatan sengit dengan sopir yang mengantar kami. Di tengah kebuntuan, seorang ‘pelayan’ dari rumah bordil di sebelah hotel kami menawarkan bantuan. Yang membuat saya heran, dia dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Memikirkan hal ini, saya merasa miris sekaligus bingung. Apakah ini adalah kebanggaan atau justru ironi?
Di titik ini, skeptisisme saya memuncak. Bagaimana mungkin industri judi online bisa beroperasi dengan begitu leluasa di Kamboja? Dugaan kuat bahwa perusahaan-perusahaan ini mendapat backing-an dari pemerintah setempat menjadi sulit untuk diabaikan. Regulasi yang longgar, ditambah pengawasan yang hampir tidak ada, menjadi indikasi bahwa pemerintah mungkin melihat industri ini sebagai sumber pemasukan besar. Namun di sisi lain, industri ini membawa dampak sosial yang sangat serius, baik bagi pekerja maupun masyarakat lokal.
Sebagai orang yang berkecimpung di bidang HI, saya merasa pengalaman ini adalah pelajaran besar tentang interaksi budaya dan ekonomi dalam dunia globalisasi. Di satu sisi, saya bangga melihat bahasa Indonesia digunakan oleh warga asing sebagai alat komunikasi. Tetapi di sisi lain, saya merasa miris bahwa penggunaan bahasa kita sering kali terkait dengan sektor-sektor yang abu-abu secara moral, seperti judi online atau mungkin perdagangan manusia?
Bahasa Indonesia yang menggema di “Tanah Khmer” adalah bukti bahwa budaya kita memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat di dunia internasional. Tetapi, apakah kita ingin bahasa kita digunakan dalam konteks seperti ini? Apakah kita hanya ingin dikenang sebagai bagian dari industri yang membawa dampak negatif?
Kamboja bagi saya adalah cermin yang memperlihatkan paradoks globalisasi. Di satu sisi, ia membuka pintu untuk interaksi lintas budaya dan ekonomi, tetapi di sisi lain ia menunjukkan bahwa tidak semua interaksi ini membawa nilai positif. Saya percaya, sebagai warga negara dan bagian dari generasi muda, kita perlu lebih kritis dan berperan aktif dalam membangun citra dan kontribusi bangsa kita di dunia internasional.
Ini adalah saat yang tepat bagi kita, para generasi muda untuk bertindak. Sebagai individu, mungkin kita merasa tindakan kita sangat kecil atau tidak berarti. Namun saya percaya bahwa setiap langkah, sekecil apapun itu, akan memberikan dampak. Tidak ada yang bisa mengabaikan kekuatan kolektivitas kita. Tugas kita bukan hanya sebagai pemuda yang memiliki semangat tinggi, tetapi juga sebagai penjaga integritas moral dan sosial. Kita perlu berani mengambil sikap, termasuk dalam melawan industri yang merusak seperti judi online.
Pesan saya kepada kita semua adalah untuk selalu menerapkan moto “Think globally, act locally”. Di dunia yang semakin terhubung ini, apa yang terjadi di satu tempat bisa berdampak besar di tempat lain. Namun, perubahan tidak harus dimulai dari langkah besar. Kita bisa memulai dengan mengedukasi diri sendiri, berbagi informasi dengan teman dan keluarga, serta mendukung kebijakan yang melawan praktik-praktik ilegal dan tidak bermoral. Kita harus bergerak kolektif, karena hanya dengan begitu kita bisa menciptakan perubahan yang signifikan.
Mungkin saat ini kita masih berada di persimpangan jalan. Tetapi satu hal yang pasti, perjalanan ini mengajarkan saya bahwa bahasa dan budaya adalah cerminan dari peran yang kita mainkan di dunia. Oleh karena itu, saya berharap ke depannya bahasa Indonesia akan menggema di panggung internasional dengan konteks yang lebih membanggakan, dengan kita sebagai agen perubahan yang membawa nilai-nilai positif bagi bangsa dan dunia.
Opini ini ditulis oleh Muhammad Reza Zwageri, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unmul 2022