Wisuda Kala Pandemi: Antara Selebrasi dan Pemutus Rantai

Wisuda Kala Pandemi: Antara Selebrasi dan Pemutus Rantai

Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA – Di tengah pandemi Covid-19 yang belum memiliki tanda berakhir, suasana pelaksanaan wisuda yang biasanya ramai dengan selebrasi dari orang tua maupun kerabat menjadi berubah. Pelaksanaan wisuda sebagai agenda sakral perkuliahan di kebanyakan universitas dilakukan secara dalam jaringan (daring).

Namun berbeda dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang tetap melaksanakan Upacara Wisuda Periode IV TA 2019/2020 dan Periode I TA 2019/2020 secara luring (luar jaringan) dan daring pada Rabu (9/9) dan Kamis (10/9) lalu di Gedung Sportorium, UMY.

Dilansir dari halaman resmi website UMY https://www.umy.ac.id/laksanakan-upacara-wisuda-secara-luring-dan-daring-umy-perketat-protokol-kesehatan.html, pelaksanaan wisuda dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh UMY diterapkan bahkan sebelum hari H upacara wisuda. Calon wisudawan yang berasal dari luar kota diminta untuk hadir di Yogyakarta selambat-lambatnya 14 hari sebelum pelaksanaan wisuda serta diminta untuk melakukan rapid test jika berasal dari daerah yang merupakan zona merah dan hitam.

Selain itu, pelaksanaan gladi bersih wisuda pun ditiadakan. Pada hari H upacara wisuda, para wisudawan diwajibkan datang sendiri ke kampus tanpa didampingi oleh orang tua dan kerabat. Bahkan, titik pengantaran dan penjemputan para wisudawan telah ditentukan untuk menjaga agar tidak ada orang selain wisudawan yang berada di area kampus.

Para wisudawan juga diminta untuk menjaga jarak minimal 1 meter, menggunakan masker dan face shield yang telah disediakan, melakukan pengecekan suhu di gerbang utama kampus dan di depan Gedung Sportorium, menyediakan hand sanitizer dan mencuci tangan, serta diminta untuk tidak berkumpul dan melakukan foto bersama dengan sesama wisudawan.

Berbeda halnya dengan Unmul, setelah dikeluarkannya pengumuman Nomor 3067/UN17/PP/2020 tentang pelaksanaan wisuda pada Maret 2020, Juni 2020 dan September 2020 yang akan dilaksanakan secara daring. Pengumuman ini menuai respons yang beragam dari calon wisudawan, Ada yang menyetujui dan ada juga yang tidak setuju dengan keputusan rektorat ini, alasannya pun beragam namun alasan yang paling menonjol adalah dikarenakan kurangnya esensi dari wisuda ini jika diadakan online.

“Saya sendiri sebenarnya keberatan apabila diwajibkan mengikuti wisuda secara daring dikarenakan saya merasa saya kuliah selama ini salah satu yang ingin saya capai ialah upacara sakral yang dikenal dengan wisuda,” ungkap PAN (akronim) yang merupakan calon wisudawan (17/9).

Ia menambahkan, dikarenakan dia adalah anak pertama yang lulus S1 sehingga orang tuanya belum pernah menghadiri acara sakral seperti ini.

“Yah meskipun acara wisuda luring nantinya tidak diperbolehkan kehadiran orang tua wisudawan, paling tidak dari segi orang tua juga banyak yang mendukung anak-anak mereka merasakan secara langsung meskipun mewajibkan mematuhi protokol kesehatan covid-19,” lanjutnya.

PAN juga menyayangkan sikap rektorat yang mengambil keputusan sendiri tanpa diadakannya terlebih dahulu diskusi dengan para mahasiswa. PAN menjelaskan bahwa tidak ada tempat untuk menyampaikan pendapat ataupun argumen terkait pelaksanaan wisuda ini.

“Memang terdapat grup Whatsapp terkait penampungan keluhan para calon wisudawan namun tidak menemukan solusi alias nihil. Pihak universitas juga sepertinya tidak terlihat seperti mengupayakan solusi yang dapat ditawarkan kepada mahasiswa calon wisudawan selain hanya mengambil keputusan sepihak,” bebernya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Siska (bukan nama sebenarnya) kepada Sketsa (17/9). Menurutnya, bisa saja Unmul memberikan pilihan untuk pelaksanaan wisudanya, bisa daring ataupun luring.

Ia mengatakan, Unmul bisa mencontoh Standar Operasional Prosedur (SOP) wisuda luring dari universitas lain. Ia juga menyayangkan informasi yang terlalu mendadak mengenai wisuda online, karena dia sendiri baru mendapatkan kabar mengenai pelaksaan wisuda online ini pada 14 September sedangkan wisuda online sendiri sudah mulai dilaksanakan pada 19 September untuk gelombang 1.

Sebagai bentuk aksi protes, terdapat 300 lebih calon wisudawan menandatangani petisi penolakan dan menginginkan wisuda luring dengan protokol kesehatan.

Terdapat empat poin dalam petisi tersebut. Pertama, calon wisudawan meminta untuk dibiarkan menunggu hingga wisuda secara luring dilaksanakan oleh pihak kampus dan tidak mengikuti wisuda daring pada September ini.

Kedua, calon wisudawan siap mengikuti protokol kesehatan yang diajurkan pemerintah seperti wajib menggunakan masker, face shield, sarung tangan, pemberian jarak pada kursi, atau bahkan pemberlakuan rapit test, dan lain-lain jika pihak kampus melaksanakan wisuda luring.

Ketiga, salinan ijazah yang dilegalisir tetap dibagikan kepada calon wisudawan yang tidak mengikuti wisuda secara daring. Keempat atau yang terakhir yaitu mengadakan diskusi antara pihak kampus dengan perwakilan calon wisudawan. Mereka pun berharap agar kampus tidak mengambil keputusan sepihak tentang pelasanaan wisuda secara daring maupun luring.

Berbeda lagi dengan AS (akronim), mahasiswa Fakultas Kedokteran ini sangat mendukung wisuda online. Menurutnya, penyebaran Covid-19 di Samarinda terus meningkat sehingga jalan terbaik untuk saat ini adalah wisuda online. Meski merasa esensi wisuda berkurang, namun dia lebih memilih untuk mencari aman.

“Saya ragu jika wisuda offline, apakah benar bisa dengan protokol kesehatan yang mumpuni? Terkait hal itu kita tidak bisa tau mana orang dengan Covid-1o maupun tidak, karena sekarang banyak yang tidak bergejala. Jangan hanya karena untuk esensi atau kesenangan semata, nanti banyak orang yang akan dirugikan terutama keluarga. Saling mengalah dan memutus rantai penyebaran serta melindungi orang sekitar itu lebih penting” jelasnya kepada Sketsa (17/9).

Cindy (bukan nama sebenarnya) sebagai wisudawan juga mengungkapkan, wisuda online merupakan keputusan yang bijak dari pihak rektorat dikarenakan kasus Covid-19 terus meningkat dan belum jelas kapan berakhir. Cindy mengaku prihatin jika ada yang ingin bekerja dan butuh ijazah namun harus menunggu wisuda luring dahulu.

“Mending online itu karena kita masih bisa merayakan bersama keluarga, daripada offline harus berkumpul dengan banyak orang di ruangan tertutup yang akan meningkatkan penularan covid-19 ini” tutupnya (19/9). (mrf/wuu/ann)