SKETSA – Wakil Rektor I Unmul Mustofa Agung Sardjono terkejut dalam siangnya. Ditemui Sketsa di ruang kerjanya, Kamis (5/1) kemarin, Sardjono mengaku tak pernah tahu perkara status Facebook D yang kabarnya bakal diganjar skorsing satu semester oleh jajaran birokrat FISIP, tempat D berkuliah. Belum ada yang memberitahunya, termasuk dekan FISIP yang pada pemberitaan sebelum ini mengatakan akan menemui Wakil Rektor I untuk berkonsultasi dalam waktu dekat.
“Saya tidak pernah mendengar kabar tentang ini. Dekan belum ada ke sini untuk konsultasi, surat hasil rapat juga tidak ada saya terima,” ucap Sardjono.
(Baca: http://sketsaunmul.co/berita-kampus/sanksi-atau-meja-hijau-untuk-d/baca)
Kendati demikian, dosen Fakultas Kehutanan itu mengakui adanya prosedural panjatuhan sanksi. Yakni dimulai dengan pemanggilan, peringatan, lalu sanksi. Itu berlaku untuk segala kasus kecuali yang di ambang batas. Sehingga, menjadi sah ketika sanksi dijatuhkan tanpa memperhatikan tahapan-tahapan yang ada. Namun untuk perkara D, Sardjono berani memperkirakan termasuk yang diambang batas. Jajaran petinggi FISIP, menurutnya wajar jika marah dan bersikap.
Kepada Sketsa, Sardjono pun menyebut ada beda kritik dengan memaki. Secara gamblang dia menilai status Facebook D tergolong yang kedua, dengan kata goblok sebagai inti persoalannya. Dia mengimbau kepada siapa saja untuk hati-hati ketika bertindak di ruang publik, termasuk media sosial.
“Prinsipnya, kritik itu bermanfaat. Tapi kalau sudah memaki-maki kan beda, itu bukan kritik lagi. Secara subjektif saya bisa memaknai status itu tergolong memaki-maki. Harusnya kritik yang disampaikan dengan ilmiah dan sertakan apa yang dilanggar,” imbuhnya.
Perihal peraturan akademik yang juga disebut-sebut dapat menjerat D, tegas dibantahnya. Namun, UU ITE tentang pencemaran nama baik bisa saja digunakan. Lebih lanjut, dia juga membantah dikatakan sebagai pihak yang memutuskan hukuman, kecuali diminta oleh rektor, itu pun melalui disposisi resmi. Hasil rapat jajaran dekanat FISIP dinilainya sudah cukup absah untuk mendapatkan persetujuan rektor sebagai pengambil keputusan.
“I’m not a decision maker! Saya bukan pengambill keputusan. Pengambiil keputusan adalah rektor. Masalah ini tidak diatur dalam pedoman akademik, tapi ada dalam peraturan tentang etika. Itu pun setahu saya tidak diatur rinci sanksinya seperti apa. Tapi kalau mereka (birokrat FISIP) mengaitkannya dengan aturan UU ITE, ya itu mungkin bisa saja,” terangnya.
Hingga berita ini diturunkan, dekan FISIP masih enggan memberikan komentar terkait hasil rapat tertutup untuk memutuskan sanksi D. Sementara kaprodi Sosiatri yang juga ikut hadir dalam rapat mantap menyebut sanksi untuk D yang disepakatinya ialah skorsing satu semester. (aml/wal)