Wacana Otorita Nusantara, Akademisi FH: Jangan Hanya Jadi Agenda Elite

Wacana Otorita Nusantara, Akademisi FH: Jangan Hanya Jadi Agenda Elite

Sumber Gambar: Instagram @jokowi

SKETSA - Nusantara, sebuah nama yang diusung untuk ibu kota negara (IKN) baru, nantinya akan menjadi wilayah setingkat provinsi dan keluar dari Kaltim. Calon pemimpinnya pun digadang-gadang punya level setingkat menteri. Hal ini memerlukan otorita baru untuk mengurus Nusantara. Lantas apakah otorita ini diperlukan? Apa saja dampak yang berpotensi timbul?

Dilansir dari tempo.co, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menuturkan, kepala otorita Nusantara periode pertama akan ditunjuk langsung oleh Presiden. Kepala otorita ini akan memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden.


Seiring dengan mencuatnya kabar kebijakan itu, awak Sketsa meminta tanggapan dari salah satu dosen FH Unmul, Harry Setya Nugraha. Dirinya menilai perpindahan IKN hanya sekadar memindahkan wilayah DKI Jakarta ke wilayah Kaltim. 

RUU IKN yang tempo hari disahkan menunjukkan kepada kita bahwa pemerintah dan DPR justru memindahkan IKN ke daerah otonomi baru setingkat provinsi yang kini bernama Nusantara. Artinya ada satu provinsi baru yang dibentuk untuk kemudian dijadikan sebagai IKN,” terangnya melalui pesan WhatsApp pada Selasa (1/2).

Hal ini justru menepis anggapan bahwa Nusantara berada di wilayah Kaltim, sekalipun secara geografis masih dalam lingkup yang sama. Ia menjelaskan hal tersebut memang dibenarkan karena konstruksi hukum ketatanegaraan Indonesia, memberi peluang untuk dilakukannya pemekaran daerah dengan berbagai persyaratan. Kendati menurutnya, Nusantara belum cukup memenuhi syarat terbentuknya otonomi baru.

“Dengan kata lain, pembentukan pemerintah daerah khusus IKN tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam UU,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia tidak sepakat dengan konsep otorita Nusantara. Perkara itu ia sampaikan sebab konsep inti IKN yang dinilai tak gamblang dan berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan. Termasuk di antaranya kedudukan dan kewenangan kepala otorita, hingga menyoal bagaimana otorita tersebut hendak dijalankan.

“Penunjukkan (kepala otorita) harus dilakukan transparan dan terstruktur. Tidak semata-mata kepentingan politik. Sekalipun saya sebenarnya tidak sepakat dengan konsep penunjukan kepala otorita oleh Presiden.”

Di akhir, Harry berharap pemindahan IKN tidak hanya menjadi agenda elite untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Namun, seyogianya menjadi agenda nasional yang bertujuan jelas untuk kesejahteraan rakyat. 

Reky Jatiwibowo, selaku Kepala Departemen Kajian Strategis Daerah (Kastrada)  berterus terang bahwa sudah seharusnya otorita Nusantara dibentuk baru dan keluar dari provinsi Kaltim. 

“Dari segi aturan memang harusnya seperti itu karena kondisinya menjadi daerah otorita, di mana daerah otorita merupakan daerah setingkat provinsi. Tempat penyelenggaraan Ibu Kota Negara, yang dimana daerah tersebut menjadi khusus yang dikhususkan untuk pemerintah dan IKN,” ungkapnya saat diwawancarai, Jumat (4/2) melalui pesan Whatsapp.

Menurutnya kepala otorita harus mengerti mengenai lingkungan dan daerah yang akan dipimpin. Terlebih mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia yakni penduduk lokal, serta mewujudkan lingkungan yang baik. 

Besar harapan Reky, kepala otorita ini mampu membangun wilayah tidak hanya di Nusantara saja. Tetapi juga di daerah penyangga lainnya, dengan alasan pemerataan pembangunan.

“Diharapkan kepala otorita harus didampingi oleh penduduk lokal yang mengerti, yaitu masyarakat adat agar lebih mengerti daerah lingkungan sekitarnya.”

Sebagai mahasiswa sekaligus warga PPU, ia ingin otorita baru Nusantara mampu menggali potensi pendidikan dan pembangunan. Selain itu, pembangunan daerah penyangga Nusantara juga harus dilakukan, agar dapat mendorong akses perekonomian yang lebih mudah bagi penduduk lokal dalam mengembangkan berbagai potensi yang ada di daerah tersebut. (eng/fza/vyn/nkh)