Usai Aksi Kaltim Selamatkan KPK Jilid I, Mahasiswa Alami Peretasan dan Ancaman

Usai Aksi Kaltim Selamatkan KPK Jilid I, Mahasiswa Alami Peretasan dan Ancaman

Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA – Isu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian menjadi polemik. Setelah sebelumnya kehilangan ruang gerak atas sahnya Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK) yang keluar sebagai UU No.19/2019, kini pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi bentuk pembungkaman terhadap pegawai dan penyidik kasus korupsi kelas kakap. Beberapa di antaranya adalah Novel Baswedan, Ambarita Damanik, sampai Harun Al Rasyid.

Mahasiswa tentu merasa jengah akan hal tersebut, terutama di tengah lambannya pengusutan kasus besar yang melibatkan para penguasa. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Samarinda menyikapi hal tersebut dengan penerbitan infografis yang disusun dengan pengiriman pesan kepada Ketua KPK, Firli Bahuri untuk mundur. Dilanjutkan dengan pemasangan twibbon dan aksi “Kaltim Selamatkan KPK” di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur, Senin (7/6) lalu. Dengan membawa narasi “COPOT KETUA KPK”, mereka membawa empat tuntutan dengan lantang.

Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan Ketua KPK Firli Bahuri. Selanjutnya, menuntut presiden membatalkan penonaktifan 75 anggota KPK yang gugur karena TWK. Kemudian, menuntut agar presiden mengembalikan independensi KPK, dan terakhir adalah menuntut pemerintah untuk menegakkan kembali janji reformasi dalam menegakkan pemberantasan korupsi.

Lantas, pada Selasa (8/6) lalu, beredar sebuah broadcast message WhatsApp lengkap dengan sebuah video yang menyatakan jika dua mahasiswa mengalami peretasan dan mendapatkan pesan-pesan ancaman pasca aksi dilaksanakan. Akun Instagram dan WhatsApp milik seorang peserta di-hack dan digunakan untuk mengirim video tak senonoh pada kontak-kontak yang terdaftar. Sementara seorang lainnya dikirimi pesan ancaman untuknya dan keluarga. Tak sampai situ, ia juga diminta mengajak mahasiswa lain untuk menghapus twibbon tersebut dan meretas akun WhatsApp orang tuanya.

“Baca WA saya yang menggunakan nomor ibu mba”

“Baiklah jika mba gak mau kerjasama, 30 menit lagi akan datang ratusan driver gojek online mengirim barang ke rumah anda”

“Tolong sampaikan ke anak bapak yang bernama ***** (nama disamarkan) untuk menghapus link tersebut…..Saya tidak mau tahu! Tolong hapus ini! Sekarang juga!!!!!!!” tulis pengirim tak dikenal kepada salah satu korban dan orang tuanya.

Sketsa kemudian menelusuri dan mendapatkan kabar jika salah satu korban peretasan adalah Wakil Gubernur BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Akhmad Fikrianto. Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) 2018 ini turut menceritakan kronologinya kepada kami.

Awalnya, ia sedang mendapatkan giliran untuk berorasi kala aksi pada Senin (7/6) lalu. Ketika Fikri sedang menyampaikan orasi, tiba-tiba akun Instagram-nya diretas dan memberikan komentar pada postingan snapgram Instagram BEM FKIP Unmul (@bemfkipunmul). Ia mengatakan, kala itu komentar yang masuk bernarasi, “nomor ini akunnya berapa?”

Memasuki waktu asar, dirinya kaget ketika melihat hal tersebut. padahal, sudah jelas ia tidak dapat memegang ponsel karena masih berorasi. “Namanya orang orasi, pasti kan yang dipegang toa. Itu (cuplikan orasi Fikri) juga ada di snapgram Garuda Mulawarman dan di-repost oleh BEM FKIP Unmul. Ketika saya cek, ternyata benar ada notifikasi dari email bahwa IG saya ada yang log in dari Bekasi,” paparnya kepada Sketsa, Rabu (9/6).

Setelah hal tersebut terjadi, Fikri segera mengganti seluruh password dan log out dari seluruh akun. Kemudian setelah pelaksanaan aksi dan pernyataan sikap, dirinya pergi untuk melakukan rapat evaluasi bersama dinas dan biro BEM FKIP. Kala itu, ia tidak membuka WhatsApp sama sekali. Usai berdiskusi dengan kawan-kawan dan menjelang magrib, barulah ia membuka aplikasi tersebut. Tiba-tiba, akunnya meminta verifikasi. Ini menandakan jika nomornya telah disadap.

Ia mengaku bahwa nomor tersebut masih aktif dan berada di ponselnya. Namun Fikri tak bisa meminta kode OTP dan berlangsung sampai 16 jam kemudian. Ketika pagi hari, WhatsApp miliknya mendapatkan kode tersebut namun terautentikasi dua arah bersama dengan si penyadap.

“WA saya tidak bisa diakses dan saya membuat yang baru. Setelah itu, saya dikabari oleh teman-teman bahwa saya (WhatsApp nomor lama) mengirim pesan-pesan berbau porno, tidak senonoh dan tidak baik. Saya kemudian langsung menyampaikan klarifikasi kepada seluruh teman-teman yang ada di WhatsApp,” pungkasnya.

Jelas tercermin jika upaya-upaya mahasiswa untuk bersuara masih rawan pembungkaman. Tetapi hal ini tak lantas menyurutkan semangat mereka dalam menyampaikan pendapat. (len/fzn)