Universitas Asing Jadi Pecut Tingkatkan Mutu

Universitas Asing Jadi Pecut Tingkatkan Mutu

SKETSA - Berdasarkan pernyataan dari Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), tahun ini direncanakan sejumlah universitas asing akan beroperasi di Indonesia atau disebut Perguruan Tinggi Asing (PTA). Kabar ini tentu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, terlebih di lingkungan civitas academica. 

Beberapa menilai, berdirinya universitas asing akan menggeser eksistensi perguruan tinggi dalam negeri. Namun, di sisi lain ada yang menilai berdirinya universitas asing dapat menjadi pecut bagi perguruan tinggi dalam negeri untuk mengembangkan kualitasnya.

Ditemui Sketsa pada Jumat (8/2) lalu, Wakil Rektor I Bidang Akademik Mustofa Agung Sardjono mengatakan adanya PTA di Indonesia dapat mendorong Unmul agar mampu berkompetisi. “Secara institusi saya tidak berani mengatakan, karena posisi saya sebagai WR I. Tapi kalau secara pribadi, saya merasa justru ini jadi suatu cambuk bagi kita untuk berusaha. Bahwa kita tidak kalah dengan universitas luar,” terangnya.

Salah satu alasan beroperasinya PTA  ialah untuk memudahkan mahasiswa. Dalam hal ini, mendapatkan kesempatan belajar di universitas ternama tanpa perlu jauh-jauh ke luar negeri. Agung turut mendukung alasan tersebut. 

“Daripada mereka harus ke sana (luar negeri) dan memperhitungkan biaya tinggal dan sebagainya, lebih baik masuk universitas asing dalam negeri. Tapi bisa jadi kalau ujian dia harus ke sana,” papar Agung. 

Meski begitu, Agung menilai unsur keadilan tetap harus diberlakukan. Tidak boleh ada keistimewaan kepada universitas asing yang justru membebani universitas di Indonesia.

Menurutnya untuk masuk ke universitas asing tersebut tentu akan memakan biaya yang cukup besar, seleksinya pun akan ketat. “Selama ini ingin go international, sedangkan Unmul apa? Kita cuma di Samarinda aja, ya enggak lah. Kalau bisa, ada Unmul nanti di London, New York, Sidney. Kan hebat juga begitu, masa kita enggak ingin begitu,” ujarnya.

Ia menilai kebijakan ini harus dilihat dari sisi positif, agar seluruh universitas dalam negeri dapat berbenah dan lebih meningkatkan mutu. “Gantian kita akan masuk ke negara mereka. Maksud saya, orientasinya harus ke sana. Kalau sudah takut duluan, ya repot,” jelasnya.

Sejauh ini, diakui Agung belum ada pembahasan dan rencana untuk mendiskusikan lebih lanjut. Sebab Samarinda tidak menjadi lokasi beroperasinya universitas asing. Pun jika ada, Agung mengatakan  bahwa akan sama saja.

“Kecuali ada hal-hal yang tidak adil. Misalnya mereka masuknya mudah, diberi bantuan oleh kementrian, dikasih beasiswa lebih banyak daripada yang dalam negeri. Kalau mereka menunjukkan diri tidak boleh, seandainya kita tidak boleh ke tempat lain juga, bagaimana?”  tanyanya.

Adapun jika nanti ada yang mendaftar di universitas asing atau tidak, Agung merasa itu bukan ranah Unmul. “Kalau mereka enggak mampu bersaing, ya pasti close,” pungkasnya. (adn/snh/ycp/adl)