Timses Paslon 1: Tak Ada Preman dan Tudingan Setting-an

Timses Paslon 1: Tak Ada Preman dan Tudingan Setting-an

SKETSA - Ketua timses paslon 1 Andi Muhammad Akbar menepis kabar pihaknya melibatkan preman dan mahasiswa luar Unmul dalam kericuhan yang terjadi antara dua kubu timses di muka Gedung MPK Senin (20/11) sore.

"Bisa KPPR cek susunan timses kami dan beberapa relawan yang ada, kami pastikan semuanya mahasiswa Unmul. Apabila ada preman dan sebagainya masuk, itu di luar yang bisa kami kontrol," ucapnya kepada Sketsa.

Kericuhan yang membuat jatuhnya korban luka-luka itu disebut Akbar sebagai agenda setting-an. Akbar menolak untuk menyebut siapa pihak yang ia anggap sebagai dalang. Tetapi dari dari kericuhan itu, pihaknya jadi menerima gugatan dari timses paslon 2 berkaitan dengan tudingan telah melakukan tindakan anarkis.

Pada Senin sore, sebelum berangkat menuju gedung MPK untuk mendengar hasil putusan, timses dan relawan paslon 1 berkumpul terlebih dahulu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Akbar mengatakan di sana pihaknya sudah mengantisipasi agar tidak termakan provokasi dan melakukan kekerasan fisik.

"Ketika kami berkumpul semuanya adalah mahasiswa aktif Unmul. Kami juga sudah mewanti-wanti jangan sampai ada pihak luar dalam barisan kami, karena takutnya itu akan dijadikan bahan timses 2 untuk menyerang kami," katanya.

"Dan ternyata benar, hari ini kami digugat karena anarkisme. Meskipun baru sebatas dugaan karena mereka tidak punya bukti. Ini bisa jadi fitnah," jelasnya.

Perihal adu mulut yang menjadi sumbu bentrok, Akbar mengaku tak tahu siapa yang memulai dan apa yang membuat massa berhamburan ke dalam gedung MPK. Ia membenarkan timses paslon 1 mengajukan ide agar agenda pengumuman digelar terbuka dan menawarkan duduk bersama Panwas dan timses paslon 2 untuk membahas ini. Tetapi, Panwas bersikeras. Lalu terjadilah adu mulut hingga bentrok tak terhindarkan.

Sementara pada Senin pagi sebelum agenda pengumuman putusan digelar, Akbar mengaku menerima pesan WhatsApp oleh salah satu Panwas bahwa sistem pengumuman putusan adalah perwakilan. Akbar bersama timses paslon 1 lantas mengajukan agar agenda digelar terbuka dan dapat diketahui oleh seluruh pendukung timses masing-masing.

"Untuk sistem perwakilan yang hadir saat pengumuman itu tidak pernah kita bahas sama sekali di perundingan setelah debat kemarin. Yang kita sepakati itu hanya kita ketemu Senin jam 2 dan itu juga dilanggar oleh Panwas," kata Akbar.

Sementara itu, mundurnya waktu pemungutan suara selama dua hari ke depan, ditampik oleh Akbar. Berdasarkan kesimpulan informasi yang ia terima di dalam pertemuan tertutup bersama Rektor, tidak akan ada rangkaian Pemira hingga Senin pekan depan.

Menyoal kericuhan, Akbar tak ingin menjamin hal yang mencederai predikat mahasiswa sebagai kaum intelektual itu tidak akan kembali terjadi.

"Semua itu tergantung kondisi yang ada. Kami menjamin tidak akan ada lagi kerusuhan jika KPPR dan Panwas menjalankan apa yang nantinya disepakati," ujarnya.

Kekecewaan terhadap Panwas

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu, Akbar menyanyangkan sikap Panwas yang seolah memberi sinyal gugatannya ditolak karena alasan yang tidak mendasar.

"Susunan argumentasi yang dibangun Panwas tadi sudah bisa membuat kami berpikir bahwa gugatan kami itu ditolak karena dua alasan yang sangat tidak mendasar. Pertama karena dalam rilis itu tidak ada tanda tangan Ketua DPM FKM dan tidak ada bukti dokumentasi pertemuan internal FKM tersebut," jelas Akbar.

Di samping itu, Akbar mengaku kecewa karena tidak pernah dipanggil sejak menyerahkan berkas gugatan. Pertemuan yang dilakukan Panwas dengan internal FKM pun dinilainya melewati proses yang semestinya ada.

"Seharusnya proses penyelidikan itu kan melibatkan saksi dari kami sebagai pembanding. Baru kemudian menemui BEM dan DPM FKM. Tidak berdebat di situ. Kami merasa Panwas itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik," tandasnya. (aml/wal)