Tersandung Dugaan Tindak Mesum, Keduanya Beri Klarifikasi

Tersandung Dugaan Tindak Mesum, Keduanya Beri Klarifikasi

Sumber: Tirto.id

SKETSA - Pada Minggu (1/9) lalu, awak Sketsa bertemu dengan WJ untuk meminta konfirmasi atas beredarnya kabar miring menyangkut dirinya. Di gazebo Perpustakaan Unmul, ia mencoba memberikan klarifikasi. Bermula dari cerita kedekatannya dengan MZA, yang dilatarbelakangi situasi, tidak lebih. Permasalahan ini bermuara pada permasalahan internal kelompok. Ia mengaku ada jarak antara dirinya dan MZA dengan tiga rekan anggota kelompok lainnya. Ditambah dengan kondisi posko yang rawan dengan hal-hal mistis. Bahkan MZA dikatakannya sempat mengalami kesurupan.

“Kondisi posko bekas Puskesmas. Karena kotor atau bagaimana, jadi banyak kejadian mistis. Kami sering dapat gangguan sampai puncaknya, dia (MZA) kesurupan. Entah kenapa yang lain mungkin merasa tidak enak atau takut, timbul jarak di antara kami,” ujarnya. 

Seiring waktu berjalannya masa KKN, kelompok ini seolah terpecah menjadi dua kubu. Apalagi sejak kejadian MZA kesurupan, ia makin tak enak jika harus meninggalkan MZA sendirian. WJ mengaku diberikan pesan oleh ayah MZA untuk menemani putrinya agar tidak dibiarkan sendiri. Pesan ini diberikan ke WJ karena ia dinilai sebagai rekan terdekat dan mengerti hal-hal seperti itu. 

WJ mengaku, ia dan MZA sering tidak diajak bicara oleh rekan satu kelompok lainnya dan ditinggal berdua di posko. Salah satu contoh kasusnya saat penginputan data dasar keluarga. Tiap anggota kelompok berpencar ke tiap RT, dan meninggalkan MZA di posko untuk mengedit video. Terkadang WJ lebih cepat kembali ke posko dibanding rekan-rekan lainnya. 

“Jadi bisa dibilang kami berdua di posko. Entah ada masalah apa, kawan-kawan yang lain itu kadang berjalan ya bertiga mereka saja. Saya pernah nanya apa masalahnya, cuma dari mereka enggak mau (bicara), seperti keresahan pribadi yang enggak bisa diungkapkan,” katanya. 

Melihat seringnya WJ dan MZA bersama, warga kerap memberikan teguran meski disampaikan tidak langsung ke keduanya. Terkadang lewat teman sesama kelompok, dan juga pemuda kampung. Kedekatan mereka juga kerap diselimuti isu yang dinilai WJ terkesan dilebih-lebihkan. Termasuk isu mereka berciuman di sumur, padahal mereka hanya mencuci baju di sana.

Merasa diwanti-wanti, WJ dan MZA kemudian meminta kepada anggota yang lain untuk tidak meninggalkan mereka berdua di posko, karena warga sudah memperingati. Keduanya merasa dilema, di satu sisi internal kelompok yang bermasalah dan tidak diketahui apa alasan utamanya sehingga sering meninggalkan WJ dan MZA, namun di sisi lain warga sudah mulai memperingati kedekatan keduanya. 

Kasus Foto Tidur Bersama

Menanggapi bukti foto tidur bersama yang disebut kepala desa,  WJ menceritakan detail kronologisnya. Malam itu tengah digelar acara penutupan sekaligus acara pelepasan mahasiswa KKN yang berlangsung hingga pukul dua pagi. Banyaknya hal yang perlu dipersiapkan membuat anggota kelompok capai dan kembali ke posko.  Sesampainya di posko, ternyata yang kembali hanya MZA dan WJ. Ketiga rekan lainnya tidak kembali dan tidak juga memberikan kabar. 

Tidak ingin meninggalkan MZA sendirian, WJ akhirnya menemaninya di kamar. Mulanya WJ hanya ingin menemani hingga MZA tertidur dan kemudian pindah ke kamarnya sendiri. Namun karena kelelahan, alhasil WJ tak sadar turut tertidur di kamar yang sama. 

“Itu memang murni salah saya, kenapa saya ikut ketiduran di situ,” akunya. 

WJ tak menyangkal kebenaran foto itu adalah mereka, meski ia kembali menegaskan bahwa tak melakukan hal-hal seperti yang dituduhkan. Ketika mereka tegah tertidur, tiba-tiba rekan kelompok datang. WJ terbangun dan langsung meminta maaf kepada MZA karena tertidur di sana. Ia mengatakan setelah kejadian itu, anggota kelompok lainnya tidak ada yang menanyakan atau membahas soal itu. Semua berjalan seperti biasa, WJ pun tak menaruh kecurigaan. Sebelum akhirnya mereka tahu kejadian itu sudah difoto oleh rekannya dan dijadikan sebagai bukti. 

Awal mula kabar ini menjadi konsumsi publik sejak beredarnya foto daftar nilai kelompok ini. WJ memaklumi apa yang dilakukan teman-teman satu kelompoknya yang membuka dan menyebarkan daftar nilai kelompok KKN. Dikatakannya, bisa saja mereka takut nilai mereka ikut terancam karena beredarnya isu WJ dan MZA. Bagaimana pun, ia menyayangkan mengapa tulisan pesan dari kepala desa tersebut difoto dan disebar. 

Menanggapi permasalahan internal kelompok yang sudah mulai terasa di pertengahan masa KKN, WJ juga tak ingin menyalahkan ketua kelompok yang menurutnya tidak melakukan upaya untuk menengahi permasalahan ini. Ia turut menjelaskan alasan tidak ikut serta dalam pengambilan daftar nilai KKN seperti yang disebut kepala desa sebelumnya, (Baca: https:/sketsaunmul.co/berita-kampus/kades-itu-fatal-bagi-saya/baca).

Sesudah pelaksanaan KKN, WJ kembali ke rumahnya, dan MZA pulang terlebih dahulu karena ada urusan keluarga. Sementara rekan kelompok lainnya menginap di rumah ketua kelompok, yang berada di satu kota yang sama dengan WJ. Tidak adanya koordinasi dalam internal kelompok, membuat WJ dan MZA tidak tahu jika ketiga rekannya yang lain sudah berada di desa untuk mengambil lembar penilaian. 

“Itu lah kenapa kemarin saya enggak ke sana, karena posisinya saya tidak tahu kalau mereka mau ambil nilai.”

Saat diwawancarai, pihak fakultas dikatakannya belum melakukan panggilan kepada mereka. Sebelumnya LP2M melalui Esti Handayani Hardi, Ketua Koordinator KKN Unmul mengusulkan agar kasus ini diselesaikan terlebih dahulu oleh LP2M untuk mengambil tindakan. Sketsa pada Senin (2/9) lalu juga sempat mendatangi dekan fakultas keduanya. Namun ia menolak diwawancarai dan menyarankan untuk mengonfirmasi langsung ke pihak LP2M. 

Dampak dari ramainya dugaan ini, WJ mengaku mengalami tekanan psikis dan perundungan. Ia mengaku diserang di Instagram. Selain itu, ia yang merupakan ketua di salah satu organisasi internal kampus terpaksa turun karena adanya isu ini. Mengahadapi situasi ini, WJ memilih untuk mengunci akun media sosial dan membatasi pemberian informasi klarifikasi ke orang-orang. Ia khawatir nantinya akan muncul alur cerita yang menurutnya tidak sesuai. 

MZA Angkat Bicara

Untuk mendengar pernyataan dari MZA, Sketsa menemuinya sehari sesudah pertemuan dengan WJ, tepatnya Senin (2/9) lalu. Di siang itu, ia membeberkan perasaannya dan menceritakan kejadian yang dialaminya. Mulanya ia kaget saat mengetahui pengikut di akun pribadi media sosialnya tiba-tiba bertambah. Kerabat terdekatnya satu persatu menghubunginya untuk mengonfirmasi foto yang beredar.

Pernyataan yang disampaikan MZA tak jauh berbeda dengan WJ, bahwa apa yang beredar sejauh ini hanya isu belaka yang diawali kesalahpahaman internal kelompok. Adanya kubu-kubu dalam kelompok membuat komunikasi antar anggota tak berjalan baik. 

“Kami (MZA dan WJ) menganggap enggak ada masalah yang serius. Karena kadang kami didiamin, kadang diajak ngobrol, jadi bingung apa masalahnya,” terangnya. 

Buruknya komunikasi dalam kelompok ini makin terasa di pertengahan masa KKN. Dua rekan perempuannya sering bersama-sama, yang otomatis meninggalkan MZA sendiri. Meski tak nyaman karena seolah tak diteman, MZA memilih menahannya dan mengalah. Ia tak enak jika nantinya malah menjadi beban kelompoknya. Slek sudah dibawa untuk dibicarakan, namun keterbukaan dan jalan keluar tak kunjung ditemui. Komunikasi internal tetap buruk. Inilah menjadi alasan kuat mengapa ia sering berdua bersama WJ, karena mereka sering ditinggal berdua. 

Bahkan di tengah ramainya isu ini, ia mengaku tidak pernah ditegur langsung oleh rekan kelompoknya, hanya WJ yang diberikan teguran. Bukti yang mereka pegang pun hanya dikonfirmasi ke WJ. Ada juga bukti rekaman suara anggota kelompok bertanya ke WJ, sudah pernah berbuat apa saja dengan MZA. “Dijawab bercanda sama dia (WJ), memang orangnya kayak gitu. Terus langsung dianggap serius sama mereka (teman KKN). Dilaporin,” sebutnya

Perempuan ini juga menilai jika laporan dari warga yang merupakan kesalahpahaman dapat diatasi oleh teman kelompoknya, maka tentu tidak akan jadi isu besar yang berdampak seperti sekarang. Jika saja warga bertanya ke rekan kelompoknya, ada apa sebenarnya dengan MZA dan WJ. Lalu di back up oleh teman KKN sendiri, menurutnya dapat membantu isu lainnya tidak muncul. Baginya kabar yang beredar di masyarakat itu lahir dari asumsi mereka yang sudah buruk di awal dengan MZA dan WJ. 

MZA juga turut meluruskan latar belakang isu terkait bukti foto mereka tidur bersama. Di malam penutupan tersebut, teman-temannya mampir ke rumah kepala desa untuk makan, namun ia memilih pulang duluan. Sesampainya di sana, setelah ditunggu-tunggu hanya WJ yang juga kembali ke posko. Ia pun menghubungi rekan lainnya melalui SMS karena susahnya jaringan. Rencananya dia mau menyusul agar tidak berdua saja dengan WJ di posko. 

“Mau ngejar ikut mereka ke mana, sedangkan di situ sudah malam, enggak mungkin nyamperin satu-satu. Akhirnya sama WJ ngobrol. Dia memang sering nemenin ngobrol sebelum tidur biar saya tenang. Habis itu dia ninggalin, pindah ke kamar dia sendiri. Tapi malam itu karena kecapaian, tertidur di situ. Bangun-bangun sudah ada teman-teman,”ceritanya. 

Ia mengaku sedih saat tahu kejadian itu malah difoto dan disebarkan teman oleh kelompoknya. Bukannya saat itu langsung dibangunkan atau kejadian ini ditutupi dan memberi nasihat. Selain itu, laporan lainnya yang juga ramai dibicarakan ialah saat warga melihat MZA dan WJ tengah menggosok gigi dengan pintu kamar mandi terbuka dan memunculkan kesalahpahaman warga. MZ menegaskan bahwa saat itu ia hanya sekadar menggosok gigi. Ia menilai hal ini beredar dan menjadi isu lantaran adanya perbedaan pola pikir dengan masyarakat di sana. Hal ini kemudian di laporkan ke kepala desa. 

“Kebanyakan kesalahpahaman saja dan enggak diklarifikasi langsung, jadi bertumpuk. Orang lihatnya makin jelek. Saat ini sudah kayak bom waktu,” katanya. 

Peliknya permasalahan internal kelompok ini tentu seharusnya dapat ditengahi ketua kelompok. MZA juga sempat protes dengan ketua yang dinilainya kurang berperan, bahkan terkesan cuek. MZA meminta setidaknya ditegur jika memang ia melakukan kesalahan. Namun sejauh ini ia hanya ditegur berkaitan dengan program kerja. MZA menyayangkan tidak adanya pencegahan yang dilakukan internal kelompok. 

Saat teman-temannya tengah mengambil daftar nilai, MZA pun tak dapat turut serta karena harus pulang mengunjungi ayahnya yang tengah sakit. Meski tak hadir bersama teman-temannya, MZA berupaya agar WJ dapat ikut pergi besama rekan lainnya dengan menanyakan kapan akan pergi ke sana, namun tak juga menerima respons. MZA menduga saat teman-temannya bertemu dengan kepala desa tidak memiliki niat untuk menunjukkan bukti yang dipegang. Tetapi saat itu kepala desa tengah mengerjai mereka dengan iming-iming tidak memberikan nilai. 

“Beliau enggak mau kasih nilai itu karena mau nguji saja, tahun lalu juga digituin. Mau nguji sejauh mana effort kita gimana kalau mau ambil nilai. Cuma yang saya sesalkan kenapa teman-teman saya sendiri enggak pernah ada omongan atau teguran, tapi langsung ambil tindakan sendiri. Membenarkan pikiran-pikiran negatif mereka.”

Menghadapi ini semua, MZA mengaku tertekan. Ia sangat khawatir dengan keluarga besarnya. Namun ia bersyukur ligkaran di sekitarnya percaya MZA tak melakukan tindakan di luar batas. Bahkan ia dibanjiri dukungan secara moril. Rencananya ia akan kembali menemui kepala desa untuk meminta maaf dan bersilaturahmi dengan kepala desa dan warga di sana. 

Penyesalan saya adalah jeleknya komunikasi kelompok saja. Saya orangnya engak enakan, dari sini saya ambil pelajaran untuk belajar speak up. Kalau misal ada hal-hal yang bikin merasa enggak enak, jadi seenggaknya bisa dicegah, dari diri sendiri,” pungkasnya. (adl/vny/fqh)