SKETSA - Ramainya pemberitaan terkait kegiatan Jambore Nasional Mahasiswa Indonesia (JNMI) di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur pada 4-6 Februari lalu, menimbulkan pro dan kontra. Aliansi BEM SI Korwil Kaltim-Sel melalui BEM KM Unmul bahkan menyatakan sikap penolakan terhadap kegiatan jambore tersebut.
Dalam rilis resmi yang disebar pada Senin (6/2), BEM KM Unmul menyebut agenda JNMI menjurus kepentingan oknum dan partai politik tertentu serta memecah belah pergerakan dan idealisme mahasiswa.
Dalam pemberitaan di media-media nasional, isu miring turut mewarnai kegiatan JNMI. Seperti tidak adanya bendera merah putih dan pembacaan doa, aksi walk out, mahasiswa dikeluarkan karena kritis, hingga demonstrasi di depan rumah Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Demi menjawab tuduhan miring tersebut, sejumlah mahasiswa Unmul yang mengikuti agenda JNMI angkat suara lewat konferensi pers yang digelar Minggu (12/2) di halaman Kafe Metro Gunung Kelua, Unmul.
Dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Tino Heidel Ampulembang yang merupakan alumni Fakultas Hukum, mengatakan JNMI mengangkat tema “Meneguhkan Komitmen Menjaga Indonesia”. Diikuti sebanyak 3 ribu mahasiswa dari 402 kampus yang berasal dari 22 provinsi di Indonesia. Khusus Kaltim terdapat 55 delegasi yang berangkat dari beberapa universitas, termasuk di dalamnya mahasiswa Unmul.
Saat itu, Tino menyebut dirinya sebagai pendamping dari sekitar 20-an mahasiswa Unmul yang mengikuti JNMI. Kehadiran itu tidak mewakili nama lembaga kemahasiswaan apa pun, melainkan murni berangkat sebagai atas nama mahasiswa. Dikatakannya, keberangkatan mahasiswa Unmul didasari oleh kepedulian terhadap Pancasila dan persatuan bangsa sesuai dengan tema yang diusung.
“Kami di sana tidak enak-enakan kami diskusi sampe subuh. Tidak ada kepentingan politik, tidak ada ditunggangi seperti di(sebutkan) media, tidak ada sama sekali,” tegasnya.
Ia membantah pemberitaan media terkait demonstrasi mahasiswa di depan rumah SBY. Pun menolak tuduhan adanya kepentingan atau tunggangan politik tertentu dalam agenda JNMI. Oknum atau parpol manapun, kata Tino, tidak ada yang sanggup menggerakkan massa mahasiswa sebanyak 3 ribu.
“Titik aksi sudah ditentukan saat teklap (teknis lapangan) di Mega Kuningan dan Senayan. Di Kuningan hanya mimbar bebas dan membagikan selebaran,” ujar Tino yang saat aksi tersebut menjadi wakil jenderal lapangan.
Ia turut menunjukkan video saat pembacaan doa dalam agenda JNMI sekaligus membantah isu tak adanya pembacaan doa dan bendera merah putih yang terpasang. Ia juga menyangkal beberapa mahasiswa dikeluarkan karena telah mengkritisi pemerintah Jokowi. Justru yang dikeluarkan oleh panitia saat itu adalah penyusup yang berteriak “Tangkap SBY, bubarkan FPI!”
“Kalau mengkritisi pemerintah Jokowi itu enggak ada. Kalau mengkritisi langsung kepada menteri (memang) ada,” ungkap Tino.
Kegiatan JNMI adalah inisiasi dari 30 kampus se-Jabodetabek. Sedangkan Septian Prasetyo dari Universitas Muhammadiyah Tangerang ditunjuk sebagai ketua panitia. Agenda JNMI memang menghadirkan beberapa menteri Kabinet Kerja Jokowi di antaranya Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika (menkominfo) Rudiantara, dan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa. Selain itu juga turut hadir Kepala Staf Kepresiden RI Teten Masduki, mantan ketua KPK Antasari Azhar, dan beberapa aktivis 98. (krv/wal)