Sumber: istimewa
SKETSA – Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Pertanian (Faperta) dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) termasuk ke dalam jajaran fakultas yang menerapkan kebijakan uang pangkal/sumbangan pengembangan institusi (SPI). Tak lama kemudian Faperta mencabut kebijakan SPI di fakultasnya. Dalam surat yang ditandatangani Rektor Unmul Masjaya, nominal angka uang pangkal di tiap fakultas bervariasi. Hal ini sempat menambah keresahan mahasiswa beberapa waktu lalu, selain isu UKT bagi mahasiswa bidik misi angkatan 2015 dan almamater berbayar. (Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/keresahan-ukt-penerapan-spi-dan-almamater-berbayar/baca)
Sketsa mengonfirmasi BEM Fakultas Farmasi dan FKM terkait kebijakan SPI. Sementara FK dan FPIK tak kunjung memberikan respons. Faisal Riyanda Gubernur BEM Fakultas Farmasi mengatakan SPI di Farmasi bukan hal baru. Sekitar beberapa tahun silam, Farmasi menerapkan SPI sebelum akhirnya berganti dengan kebijakan UKT pada tahun 2013. Saat aksi di rektorat beberapa pekan lalu, Rektor Unmul Masjaya meminta BEM fakultas untuk membicarakan kembali terkait kebijakan SPI di fakultas masing-masing.
“Saya chat WD I dan diagendakan sore ini (25/9). Selama proses menunggu itu, kami enggak diam dan mencari tahu mengapa Farmasi sampai menerapkan SPI. Ternyata karena operasional perkuliahan (biayanya) sangat besar,” katanya.
Namun rupanya pertemuan tersebut masih belum terlaksana. Direncanakan terlaksana pertengahan Agustus nanti. Ia juga menyayangkan adanya pemotongan dana yang dirasa cukup besar dan tidak adil untuk Farmasi. Sehingga perlu adanya transparansi pembagian. “Seharusnya pemotongan itu 30% untuk universitas dan 70% untuk fakultas. Di Farmasi, yang saya tahu 52% untuk univ, 48% untuk fakultas. Logikanya di mana?” tanyanya.
Faisal mengatakan bahwa Farmasi memang tidak serta merta menolak SPI namun menerima bersyarat. Lantaran hal ini memang kebutuhan dan sudah diatur oleh Menristekdikti. “Seumpama goals nih di Farmasi enggak ada SPI, lalu bagaimana untuk operasional? Untuk beli bahan kimia di Farmasi aja sekitar 2 miliar. Bahan kimia tiap tahun makin naik harganya. Otomatis biaya operasional makin meningkat,” tambahnya.
Maka dari itu, langkah yang akan diambil oleh BEM Farmasi ialah pengawasan sesuai aturan dengan terlibat dalam proses validasi. Di mana uang pangkal tersebut memperhatikan kemampuan ekonomi dari mahasiswa. Jika mahasiswa tersebut secara ekonomi tidak mampu, maka tidak dikenakan uang pangkal.
Bahkan berdasarkan informasi yang ia dapatkan, ada mahasiswa baru SMMPTN mengisi form SPI sebesar Rp100 juta. “Ibaratnya ngapain kita aksi demo menolak SPI sementara ada yang mampu. Yang kita bantu adalah yang tidak mampu,” tukasnya.
Sementara Bayu Rosandy Gubernur BEM FKM mengaku sebelumnya tidak ada pembahasan mengenai nominal SPI. Sempat juga diadakan rapat wakil dekan satu dan dua bersama UKM dan juga lembaga yang ada di FKM. Dalam rapat tersebut disosialisasikan besaran SPI untuk FKM sebesar Rp20 juta dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri, yakni 15 mahasiswa baru. Jika dikalikan, maka dana sebesar Rp300 juta akan dikantongi FKM dan diperuntukkan membeli 1 unit pick up, 10 unit PC. Meski dikatakannya, pick up dan komputer dirasa belum menjadi kebutuhan utama FKM saat ini karena sebelumnya tidak dilakukan survei.
“Tapi di rapat itu hanya sebatas sosialisasi saja, kita enggak bisa menyanggah. Jadi saat itu hanya mempertanyakan kegunaan SPI ini apa, lalu bagaimana nasibnya mahasiswa yang kurang mampu di FKM. Ternyata tidak ada solusi yang pasti dari FKM terkait itu, dan birokrat fakultas mengatakan SPI ini sudah ditandatangani pihak rektorat,” jelasnya.
Mendengar SPI ini sudah ditandatangani, pihaknya makin tak dapat memberikan argumen untuk menolak. Hanya sebatas menanyakan nasib mahasiswa baru yang tidak mampu. Berangkat dari keresahan itu, BEM FKM turut serta dalam aksi tempo hari di rektorat karena merasa tidak mendapatkan solusi yang pasti dari FKM. Melalui aksi tersebut, barulah dapat dipastikan bahwa mahasiswa yang tidak mampu tidak akan dikenakan SPI.
“UKM dan lembaga se-FKM tidak pernah mengatakan sepakat SPI diberlakukan untuk keseluruhan mahasiswa dengan tidak melihat ekonominya. Makanya ini kami sedang berdiskusi, sekalipun SPI tidak bisa digugurkan, tapi setidaknya mahasiswa tidak mampu itu tidak membayar SPI,” terangnya.
Tak jauh berbeda dengan Fakultas Farmasi, BEM FKM juga akan mengawasi proses validasi. Hal ini dikatakan Bayu sesuai dengan dengan pernyataan Masjaya saat aksi. Ia juga menegaskan bahwa BEM, UKM dan lembaga FKM belum pernah menyatakan sepakat dengan SPI. Publikasi SPI BEM FKM melalui media sosial karena tidak ingin mahasiswa baru yang mendaftar ke FKM melalui jalur mandiri merasa terjebak.
Sebelumnya mahasiswa menggelar aksi di depan gedung Rektorat Unmul pada Rabu (17/7). Massa dari Aliansi Bersatu Mulawarman turun ke lapangan menjumpai rektor mempertanyakan kejelasan atas tiga kebijakan baru serta menolak kebijakan yang dirasa memberatkan. Masjaya mengatakan bahwa SPI tidak wajib, tergantung kebutuhan fakultas yang bersangkutan. Jika fakultas merasa tidak membutuhkan, maka tidak masalah jika tidak menerapkan. Namun dalam aksi hari itu, masih belum ada jawaban konkret terkait poin permasalahan lainnya, hingga kemudian berlanjut dengan audiensi keesokan harinya, Kamis (18/7).
Melalui audiensi tersebut baru kemudian pihak rektorat berjanji untuk tidak mengenakan pembayaran untuk almamater. Selain itu, mahasiswa bidik misi yang sudah lewat delapan semester masa studinya akan divalidasi ulang, sehingga tidak serta-merta dibebankan dengan golongan UKT tanpa melihat kondisi ekonomi. Sedangkan bagi mahasiswa non bidik misi dapat mengajukan keringanan UKT, namun dengan syarat dapat menyelesaikan studinya dalam kurun 1-2 semester. (pil/syl/ubg/adl/omi/wuu/fqh)