SKETSA - Seru dan lucu, itu yang tergambar dari sebuah pertunjukan sirkus. Apalagi, jika objeknya adalah hewan yang terkenal cerdas dan ramah, semisal Lumba-lumba. Jumat, (14/10) giliran Sirkus Lumba-lumba ini menghibur warga Benua Etam. Namun, tahukah Anda bagaimana sebenarnya kondisi hewan mamalia ini?
Lumba-lumba yang hidup di sirkus hanya bisa bertahan 5-6 tahun, sedangkan di laut lepas bisa 40-50 tahun lamanya. Hewan mamalia ini pun mesti beradaptasi dengan air asin buatan bercampur klorin, akibatnya mata rabun pada lumba-lumba. Serta berbagai pelatihan dengan sistem lapar. Belum lagi, lumba-lumba bisa dipentaskan lima kali dalam sehari, dengan durasi pertunjukan kurang lebih 1 jam.
Indonesia merupakan negara yang masih tersisa melegalkan sirkus ini. Sirkus keliling ini dilaksanakan di 7 provinsi dan 11 kota. Samarinda, menjadi giliran terakhir diadakannya sirkus. Berlangsung di Mall Lembuswana sejak 14 Oktober hingga 13 November 2016 mendatang.
Berdalih sebagai wisata edukasi dan hiburan keluarga, menurut sebagian kalangan justru ini hal yang salah. Seperti, Relawan Hijau dari Universitas Mulawarman Cinta Lingkungan (Uncal) turut mendukung aksi penolakan sirkus tersebut. Menurut Project Officer Uncal, Ghina Aulia Abidin sirkus ini menyalahi peraturan pemerintah dan pemerintah pun dinilai tak tegas.
Padahal, telah diatur dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No 7 tahun 1999 dan PP No 8 Tahun 1999. Bahkan secara khusus pemerintah mengatur konservasi lumba-lumba yakni Permenhut No. P.52/Menhut-II/2006 jo P.40/Menhut-II/2012 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.
"Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pemerintah? Saya pun tidak ingin negatif thinking dari yang sudah terjadi saat ini. Saya rasa pemerintah labil," ucapnya (15/10).
Menurut Ghina, sirkus lumba-lumba bukanlah permasalahan kecil yang harus diabaikan. "Masalah ini telah menjadi masalah nasional, aksi ini bukan semata-mata karena kita ingin, tapi kita peduli. Kita peduli dengan alam, kita peduli pada generasi mendatang. Miris bila anak cucu kita tak bisa lihat satwa langka nantinya," ujarnya.
Target dari aksi tolak sirkus ini mengacu pada anak-anak, orang tua diharapkan memberikan edukasi kepada anak sejak dini. "Bahwa, memperkerjakan hewan untuk hiburan adalah hal yang salah, sebab hewan juga butuh kebebasan untuk hidup di alamnya," tambahnya.
Aksi tolak sirkus (14/15) lalu itu, terdiri dari organisasi kampus hingga eksternal, seperti BEM FPIK Unmul, Uncal, Maplofa dan LEM Sylva Fahutan Unmul, Save Pesut Mahakam, Kophi Kaltim, Orang Utan Friends dan aliansi lainnya. "Selanjutnya kita akan ke sekolah dasar menemui anak-anak di sana, untuk memberikan pemahaman mengenai hal ini. Ini merupakan aksi damai," tutup Ghina. (jdj/e2)