SKETSA - Dalam muatan beritanya edisi dua pekan lalu (1/6), situs berita online Liputan6.com melansir kabar yang menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengeluarkan sebuah kebijakan terbaru.
Kebijakan itu berisikan wewenang presiden dalam memilih dan melantik rektor perguruan tinggi se-Indonesia. Meskipun, mekanisme pengajuan nama-nama calon rektor tetap melalui Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Isu tersebut berembus cepat. Pro kontra bermunculan. Hal ini pun tak luput dari telinga Mustofa Agung Sardjono, Wakil Rektor I. Agung tampak tak mau ambil pusing.
"Itu masih dalam bentuk ungkapan dari Mendagri Tjahjo Kumolo belum dalam bentuk aturan yang secara tegas merujuk untuk dijadikan rujukan. Itu hanya persepsi, buah pikir," ucapnya.
Jumlah universitas di Indonesia yang tidak sedikit ditambah dengan tugas presiden yang juga tidak sedikit, dapat diprediksi Agung kebijakan ini tak mungkin direalisasikan. Memang, selama ini SK rektor berasal dari presiden. Namun untuk wacana itu, sekali lagi, dirasa Agung hanya akan menjadi sebatas wacana.
Kepada Sketsa, Agung pun memaparkan mekanisme pemilihan rektor melalui Senat. Pertama, Senat mengusulkan tiga nama ke Kemenristekdikti. Ikti memberi presentasi suara 35 persen sedangkan sisanya dikembalikan kepada Senat.
Senat sendiri, merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi di tataran perguruan tinggi. Senat memiliki tugas merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan perguruan tinggi serta penilaian prestasi akademik dan kecakapan serta kepribadian civitas akademika.
Adapun, ketua Senat dijabat oleh rektor universitas. Di Unmul, Rektor Masjaya sempat menawarkan saran untuk kepemimpinan tidak lagi dipegang oleh rektor. Namun, forum kala itu masih belum menyetujuinya dan hal tersebut belum terealisasikan.
"Tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya ketua senat dan wakil senat baik di universitas maupun fakultas boleh tidak dijabat oleh rektor atau dekan dan wakilnya," imbuhnya.
Meski belum ada kejelasan lebih lanjut soal wacana ini, Kemenristekdikti, kata Agung telah membantah berita itu.
"Memang benar pada akhirnya yg menentukan SK adalah presiden. Tetapi prosesnya tetap melalui Kemenristekdikti. Kecuali ada aturan baru dari pemerintah yang bisa dijadikan sebagai rujukan," pungkasnya.
Untuk diketahui, sistem pemilihan rektor oleh presiden ini pernah diterapkan era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro pada 1993-1998 silam. Fakta ini dikomfirmasi Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie dalam wawancaranya bersama Liputan6.com. (dyh/adl/aml)