SKETSA - Anggaran selalu menentukan sekaligus paling sensitif untuk dibicarakan. Banyak pejabat rata-rata enggan atau melempar urusan ini kepada pihak lain jika ada pihak yang menanyakan. Uang pula yang mengakibatkan tak sedikit pejabat publik terjerembab lalu mendekam dalam sel tahanan.
Minimnya anggaran lembaga kemahasiswaan juga mendera Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat universitas. Mereka yang bermarkas di Gedung Student Center itu mendapat anggaran yang nominalnya berbeda-beda. Pun anekdot sistem pencairan yang seolah ‘gali lubang tutup lubang’ kerap mewarnai agenda demi agenda para organisatoris ini, lebih-lebih saat mendekati agenda. Mau tak mau, program kerja berjalan dengan dana hasil jerih payah di luar anggaran yang diterima dari bagian keuangan rektorat.
Sketsa berupaya mengonfirmasi ini kepada sejumlah pihak. Dimulai dengan penelusuran ke bagian keuangan yang mendapatkan penolakan. “Kami tidak bisa diwawancara, biar pun urusan teknis. Kami enggak mau sebelum kalian ketemu pimpinan,” ucap salah satu pegawai perempuan di ruangan sudut tempat biasa bendahara UKM menerima dan melaporkan keuangan UKM.
Berikutnya, Sketsa menemui Wakil Rektor II Bidang Umum, SDM, dan Keuangan. Ketika itu Abdunnur menolak halus. “Saya sebenarnya bisa saja berkomentar, tapi saya tidak mau melangkahi. Temui WR III dan WR IV. Kalau saya ini hanya yang membelanjakan,” kata Abdunnur.
Di hari yang sama, Sketsa menemui WR III dan WR IV namun tak menemui hasil. Oleh sekretaris masing-masing keduanya dikatakan sibuk dan belum bisa ditemui.
Mekanisme, Indikator Perolehan, dan Fluktuasi Nominal Penerimaan
Senin, 8 Januari, Sketsa berhasil menemui Bohari Yusuf Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat namun ia pun enggan berkomentar karena menurutnya anggaran kemahasiswaan bukan kewenangannya.
“Ke Pak Encik,” katanya singkat.
Kamis, 11 Januari, usai pertemuan di ruang tamu rektor Wakil Rektor III Encik Akhmad Syaifudin bersedia diwawancara. Ketika ditanya perihal mekanisme anggaran, Encik balik mengeluhkan kinerja UKM.
"Kita jangan bicara mengenai nominal tetapi dilihat dulu ada berapa UKM yang sudah masuk. Dari tiap UKM tersebut akan mendapatkan nominal tergantung dari manfaat program kerja dan daya serap tahun lalu, serta usulan-usulan berdasarkan program kerja tahun ini,” tukasnya.
Indikator tersebut kata Encik, juga berfungsi tidak hanya sebagai penentu nominal, tetapi kemungkinan naik atau turunnya penerimaan. Kendati demikian, peluang untuk naik sangat besar, sebaliknya turun nyaris tidak ada. Kenaikan pernah terjadi pada 2015, yang menurut Encik terjadi karena keinginan meningkatkan kinerja. Namun sayangnya, tidak berbanding lurus dengan angka prestasi yang dicapai.
Adapun, jika terjadi penurunan daya serap tahun ini, maka tahun depan yang dilakukan adalah penarikan komitmen dengan besaran dana stagnan. "Selama ini yang turun itu karena tidak diserap. Tahun lalu seingat saya ada tiga UKM yang tidak menyerap. Tahun ini mereka berjanji artinya tahun ini dananya tidak naik atau turun. Karena kita masih berharap mereka bisa,” kata Encik.
Mengenai mekanisme menganggarkan, seluruh UKM diminta merumuskan seluruh program kerja dan kebutuhan berdasarkan prioritas. Kemudian, usulan tersebut dipertimbangkan menurut indikator untuk diperoleh besaran dana. Dan, Musyawarah Besar (Mubes) adalah perkara pertama yang mesti jadi prioritas. Sebab jika tidak, maka tidak berkelanjutan.
“Mubes itu harus. Kalau mubes tidak diprioritaskan berarti tidak memprioritaskan keberlanjutan UKM," pungkasnya. (aml/erp/pil/wal/adl)