Polemik Bantuan Dana PT Bayan, Bagaimana Seharusnya CSR Diimplementasikan?

Polemik Bantuan Dana PT Bayan, Bagaimana Seharusnya CSR Diimplementasikan?

Sumber Gambar: Website PT. Bayan

SKETSA – Corporate Social Responsibility (CSR) bukan lagi sebuah konsep yang baru bagi organisasi atau perusahaan. CSR menjadi bentuk pertanggungjawaban yang wajib dilakukan oleh suatu perusahaan kepada semua pihak yang ada di dalamnya, dengan melaksanakan sebuah program yang bermanfaat. 

Namun, belakangan ini beredar kabar PT Bayan Resources Tbk, yang beroperasi di Kaltim tetapi tak maksimal dalam menjalankan program sosialnya bagi masyarakat sekitar.

PT Bayan Resources Tbk, merupakan perusahan bata bara yang berada di Kalimantan Timur. Perusahaan tambang ini memegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Diketahui perusahaan yang berkantor di Jakarta ini mengucurkan dana penyaluran beasiswa untuk universitas di luar Kaltim yaitu di pulau Jawa.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi menyayangkan sikap perusahaan batu bara ini atas penyaluran bantuan dana ke universitas di Pulau Jawa. Diketahui, dana sebesar Rp200 miliar disalurkan kepada Institut Teknologi Bandung (ITB) sebanyak Rp100 miliar, Universitas Gajah Mada (UGM) Rp50 miliar, dan Universitas Indonsia (UI) Rp 50 miliar.

Hadi menilai seharusnya alokasi dari CSR tersebut dapat memberi manfaat dan dampak bagi masyarakat Kaltim, termasuk Unmul jika dalam konteks perguruan tinggi. Akan tetapi hal itu ditampik oleh Humas PT Bayan Recources, pasalnya pihaknya baru akan mengoordinasikan penyaluran dana CSR itu.

CSR dalam Kacamata Akademisi

Kamis (19/5), Sketsa mewawancarai Annisa Wahyuni Arsyad, akademisi Ilmu Komunikasi Unmul. Sebagaimana yang dilontarkan Hadi Mulyadi, Annisa mengamini ihwal alokasi dana CSR harusnya dapat menyasar prioritas kepada pemangku kepentingan di sekitar perusahaan.

Idealnya CSR yang baik tentu harus diimplementasikan untuk memberikan manfaat bagi stakeholders (pemangku kepentingan) di sekitar perusahaan dulu. Asumsinya perusahaan tersebut melakukan eksplorasi di Kaltim, maka feedback-nya harusnya untuk membangun Kaltim juga,” terangnya saat dihubungi Sketsa melalui pesan Whatsapp. 

Lebih lanjut, Annisa juga menyoroti bagaimana pola perusahaan dalam menjalankan program CSR. Mulai dari proses komunikasi publik, transparansi, akuntabel, adil, dan bertanggung jawab. Hal yang tak kalah penting, perusahaan perlu memetakan seluruh pemangku kepentingan yang dimilikinya sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan program, agar sesuai kebutuhan masyarakat.

“Perlu dibuat competitive analysis terkait isu dan memetakan siapa stakeholders yang dimiliki perusahaan. Apa saja isu atau fenomena yang related dengan perusahaan, hasil fact finding itu lah dibuat dalam bentuk rencana program CSR. Kemudian CSR itu membutuhkan keterlibatan dengan banyak pihak. Makanya perusahaan perlu menganalisis siapa sih, yang menjadi stakeholders (publik yang berkepentingan dengan keberadaan perusahaan),” paparnya.

Terakhir, ia mewanti-wanti program CSR ini. Menjalankan CSR perlu keselarasan antara aksi dan komunikasi. Sebab tak dimungkiri, CSR kerap jadi ajang perusahaan menguatkan citra publik. Bagi Anisa, citra positif yang diraih akan didapat perusahaan sejalan dengan ketekunan dalam merancang program CSR, mengimplementasikan, serta mengomunikasikannya dengan tulus dan berkelanjutan. (nop/srg/vdh/nkh)