Pertukaran Mahasiswa Merdeka Akan Hadir, Sudah Siap Mendaftar?

Pertukaran Mahasiswa Merdeka Akan Hadir, Sudah Siap Mendaftar?

Sumber Gambar: Kemendikbud

SKETSA – Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program Kampus Merdeka kembali membuka pendaftaran Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Kesempatan ini ditujukan untuk belajar lintas kampus baik dalam maupun luar daerah. 

Melansir dari laman dikti.kemdikbud.go.id, Erwin Tobing Ketua Project Management Office Kampus Merdeka menyampaikan bahwa di tahun ini, PMM akan memulai pendaftaran pada 1 hingga 25 Juni 2022 bagi 20 ribu mahasiswa. 

Persyaratan Mendaftar

Untuk dapat mengikuti program tersebut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Di antaranya, merupakan mahasiswa S-1 non vokasi yang aktif pada semester 3, 5, dan 7 dari PTN maupun PTS di seluruh tanah air. 

Memiliki IPK minimal 2,75 atau memiliki pengalaman prestasi non akademik tingkat daerah/nasional/internasional dengan dibuktikan dengan dokumen yang sah. Mempunyai kemampuan dan peluang untuk mengembangkan penalaran, wawasan, serta berintegritas, kreatif, dan inovatif.

Tidak pernah dikenakan sanksi akademik maupun non akademik pada perguruan tinggi pengirim. Bersedia menaati seluruh ketentuan tertulis pada buku Pedoman Operasional Baku (POB) program PMM. Terakhir, mendapatkan rekomendasi dari perguruan tinggi asal dan izin orang tua/wali.

Pengalaman mahasiswa Unmul saat dalam PMM

Terkait syarat administrasi kala mengurus pendaftaran, Halisa Nor Putri Maulidha, mahasiswi FKIP program studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris turut membagikan pengalamannya saat mengikuti program PMM angkatan pertama kepada Sketsa, Jumat (1/4).

Meski syarat administrasi dijanjikan akan dibantu oleh Prodi, nyatanya Halisa mendapati pihak jurusan yang kurang mengerti mengenai sistem dan alur pendaftaran. Sehingga pencarian informasi kala itu ia lakukan sendiri untuk menangani berbagai kendala yang hadir.

“Kan UKT kami dibiayai juga dan pendaftaran waktu itu bersamaan dengan bulan pembayaran UKT di Unmul, kendalanya adalah aku harus mengurus terlebih dahulu surat penundaan pembayaran UKT, dan itu lumayan ribet tapi tetap dibantu oleh staf kampus,” jelas Halisa.

Kendala lain datang dari mandeknya distribusi uang saku program PMM. Berdasarkan keterangan Halisa, meski nominal yang diberikan tidak berkurang, keterlambatan tersebut juga jadi momok yang kerap terjadi.

Yang harusnya diberikan di awal bulan, ternyata telat. Bahkan ada mahasiswa dari universitas lain yang sampai sekarang pembiayaan tersebut belum turun. Masalah utamanya itu karena bisa jadi dari kampus mereka yang kurang aware sama program tersebut,” ujarnya.

Meski demikian, beberapa manfaat yang dijanjikan, seperti kesempatan mengeksplorasi pengetahuan dan kemampuan di lapangan, mempelajari keberagaman budaya nusantara, hingga memperluas jaringan di luar program studi atau kampus asal kian menambah antusias mahasiswa.

Hal ini pula yang dirasakan langsung oleh Halisa. Menurutnya program tersebut sukses menambah relasinya dari berbagai macam daerah. Selain itu, modul nusantara untuk mempelajari budaya dan adat istiadat dari mahasiswa lain juga didapatkannya.

Berhubung waktu itu aku mengambil di Universitas Pasundan Bandung, jadinya aku mempelajari budaya-budayanya Bandung itu seperti apa. Karena tertarik dengan Bahasa Korea, aku juga ada mengambil mata kuliah Bahasa Korea di Universitas Indonesia.

Karena dilangsungkan di tengah kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bantuan dana untuk pembelian kuota internet tak luput diberikan. “Akhirnya program ini dilaksanakan secara online bersamaan dengan Modul Nusantara yang  salah satu kegiatannya mengunjungi tempat yang mengandung nilai budaya di daerah tersebut."

“Jadi sebenarnya, kesempatan yang sekarang ini enggak bisa dilewatkan, apalagi jika program ini dilaksanakan secara offline,” tutupnya. (rvn/jhr/lel/nkh)