SKETSA – Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Kiranya itu yang terlontar dari para orator pagi tadi. Diselimuti hawa dingin dan ditemani rintik hujan, pemuda pemudi itu tetap semangat menyuarakan aspirasinya untuk selamatakan karst Kaltim.
Momentum hari Sumpah Pemuda sebagai titik kebangkitan pemuda pemudi Indonesia agar lebih masif. Mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Aksi demonstrasi Jumat (28/10) tadi diawali dengan long march dari kantor Pekerjaan Umum (PU) ke depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Dimulai pukul 09.30 Wita, sebanyak 105 orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Karst Kaltim menyerukan tuntutannya.
Disampaikan Muhammad Dicky Chandra, lima tuntutan tersebut antara lain: Pertama, mendesak DPRD Provinsi Kaltim untuk segera mengevaluasi tata pengelolaan Sumber Daya Alam di Kaltim agar selaras dengan usaha pelestarian lingkungan hidup dan dapat mencerminkan kesejahteraan rakyat. Kedua, menuntut agar dapat memfasilitasi mereka untuk bertemu dengan Gubernur Kaltim.
“Ketiga yaitu menuntut DPRD Kaltim untuk tidak berdiam diri terhadap polemik Karst Kaltim tanpa melakukan evaluasi terhadap kebijakan di tatanan eksekutif,” ucapnya.
Keempat, menuntut agar dapat menempatkan pengelolaan SDA tidak sebagai komoditas belaka, namun sebagai modal pembangunan yang harus dikeloa secara hati-hati, terukur, strategis, dan dengan semangat pemulihan lingkungan.
Terkahir, disampaikan Dicky, menuntut untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam evaluasi perizinan yang tidak pro terhadap kesejahteraan rakyat dan tidak berbasis pelestarian lingkungan, terutama pada wilayah Karst Kaltim dan sektor perkebunan kelapa sawit.
Menjawab kelima tuntutan tersebut, bagian humas DPRD berjanji untuk memfasilitasi adanya audiensi pada Senin (31/10) mendatang. Dalam audiensi itu dikatakannya akan diwakili oleh anggota DPRD dari wilayah IV. “Menyampaikan permohonan maaf, bahwa seluruh anggota DPRD hari ini sedang tidak berada di tempat karena ada suatu hal permasalahan menyangkut peraturan daerah,” imbuhnya.
“Sebelumnya kami telah melaksanakan aksi di depan kantor gubernur 26 Oktober lalu, tapi tidak membuahkan hasil. Sayangnya hari ini anggota DPRD juga tidak ada yang bisa ditemui,” pungkasnya. Mahasiswa semester tujuh Fakultas Hukum itu juga menambahkan, akan ada aksi lanjutan jika tuntutan-tuntutan tentang aksi penelamatan karst tersebut tidak dipenuhi. (bru/e2)