SKETSA– Lalu lalang mahasiswa, orang-orang berpakaian hitam merah, dan kursi dua baris yang dipenuhi pengurus organisasi mahasiswa menghadap tembok belakang Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Terpampang spanduk kecil bertuliskan Ramaikan Pemira FISIP, menandai waktunya hari kampanye akbar calon Presiden dan Wakil Presiden BEM FISIP yang dirangkaikan juga dengan kampanye calon Ketua DPM FISIP.
Sayangnya, petarung capres-cawapres BEM FISIP hanya satu pasangan calon (paslon) dan itu artinya aklamasi. Persis sama dengan naiknya Nur Hariyani di podium BEM FISIP pada tahun lalu. Dan Yani tahun ini ikut bertarung dalam laga Pemira BEM KM Unmul bersanding dengan Jusman. Adapun, kandidat untuk DPM FISIP terdapat dua calon.
“Ini merupakan sebuah kemajuan, di mana sejak Jifran (Presiden BEM sebelumnya) turun, tidak ada lagi kita melakukan Pemira.Ini jadi ajang untuk membangun partisipasi dan kesadaran politik mahasiswa FISIP, tentang sejauh mana mereka sadar dan mau berpartisipasi,” kata Darmawansyah, Wakil Ketua I DPM FISIP dalam sambutannya.
Kampanye resmi dimulai pukul 9 Wita. Pemandu acara mula-mula menyilakan hadirin untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya hingga berdoa. Kemudian, memasuki agenda inti yakni pemaparan visi misi calon Presiden dan Wakil Presiden BEM FISIP 2018. Pasangan capres-cawapres Andi Muhammad Akbar, mahasiswa Pembangunan Sosial 2015 dan Yohanes Ricardo, mahasiswa Administrasi Negara 2015 maju ke podium.
“Ada banyak karya dan pergerakan yang telah kita lalui. BEM FISIP harus menjadi rumpun ilmu yang berada di garda terdepan dalam pergerakan mahasiswa dan perbaikan untuk Unmul dan Indonesia. Hidup Mahasiswa!,” pekik Akbar.
Bersama Ricardo, Akbar menamakan kabinetnya KRITIS yang merupakan akronim dari Kerja Progresif, Ilmiah, Demokratis, dan Setara. Menurut Akbar, tak boleh stagnan karena situasi yang terus dinamis utamanya soal sosial politik. Ia pun menjanjikan, program yang lahir nantinya berasal dari kebutuhan mahasiswa FISIP secara umum.
“Kemudian setara, maksudnya kami tidak mau membedakan laki-laki dan perempuan, antara suku ini dengan suku lain, antara agama satu dengan agama lain, dan antara organisasi satu dengan organisasi lain. Kami percaya semuanya setara,” ujarnya memapar tiap akronim KRITIS.
Kabinet KRITIS mengusung visi BEM FISIP Unmul Bergerak dan Berkarya untuk Unmul dan Indonesia. Sedangkan misi ada lima yang dibawa. Pertama, mewujudkan partisipasi mahasiswa FISIP dalam berorganisasi.
Kesadaran mahasiswa FISIP yang masih rendah untuk berorganisasi menjadikan Akbar-Ricardo yakin mengusung ini ke dalam misi. “Ini jadi PR kita bersama. Berdasarkan rumpun keilmuan kita sebagai orang yang mengerti politik, harusnya sadar untuk berorganisasi, output-nya nanti kita bisa lihat tahun depan apakah kesadaran itu meningkat atau tidak, ketika tidak meningkat berarti kabinet kami gagal!” ujar Akbar.
Kemudian, misi selanjutnya adalah membangun budaya literasi berdasarkan Tridarma Perguruan Tinggi, ketiga, membangun gerakan mahasiswa yang ilmiah dan progresif. Menurut Akbar, sudah wajib hukumnya mahasiswa FISIP membuat gerakan yang berpihak terhadap mahasiswa dan rakyat yang hari ini termarjinalkan dan tidak pernah diakomodir oleh negara, karena pada sejatinya itulah itulah tugas dari mahasiswa.
“Apalagi kita bicara badan eksekutif mahasiswa, tentu bukan hanya di tataran kampus, tetapi juga Samarinda, Kalimantan Timur, dan Indonesia. Kita harus merespons bagaimana dinamika sosial politik dan menjadi garda terdepan. Ketika lahan-lahan pertanian digusur, buruh-buruh di PHK, buruh-buruh tidak kerja layak, maka itu adalah tugas kita semua, kawan-kawan sekalian,” imbuh Akbar.
Misi berikutnya adalah responsif terhadap dinamika sosial politik. Benih-benih pergerakan bagi Akbar harus ditumbuhkan termasuk kepekaan soal dinamika sosial politik untuk seluruh mahasiswa, tak melulu menyasar mahasiswa yang bergabung dalam organisasi. Mahasiswa asal Sangatta itu berupaya meyakinkan hadirin bahwa mahasiswa pernah menumbangkan rezim penindas rakyat, bahwa mahasiswa pernah menumbangkan tirani-tirani yang tidak pernah protes hadap rakyat. Ia memapar data soal isu-isu kemiskianan dan pengangguran.
“Kita tidak hanya sibuk mengurusi kampus, kampus yang hari ini seperti tembok yang tidak mampu ditembus untuk melihat bagaimana kondisi sosial masyarakat kita. Lalu alasan apalagi yang membuat kita sebagai mahasiswa tidak bergerak?” cecar Akbar.
Adapun, misi terakhir adalah mengoptimalisasi peran perempuan dan menumbuhkan kesadaran terhadap kesetaraan gender di kampus. Sebab demokrasi tidak memandang seseorang perempuan atau laki-laki. “Karena mereka mempunyai hak yang sama, semua harus diletakkan dalam ranah-ranah yang setara. Perempuan tidak boleh di subordinatkan dalam kelas masyarakat, tidak boleh didiskriminasi, budaya patriariki harus dihilangkan. Rumah gender nantinya akan jadi wadah bagi kelompok massyarakat yang termarjinalkan,” ujarnya lagi.
Sementara itu, program kerja yang dicanangkan ada enam. Yakni, Gerakan Sadar Organisasi dan Literasi, FISIP Satu Suara, Kaki Kebijakan Sospol (advokasi kebijakan), Bina Desa, FISIP Kreatif, dan Rumah Gender.
“Maka hari ini, elemen yang masih independen dan masih bisa dipercaya itu adalah gerakan mahasiswa dan hari ini rakyat masih berharap banyak dengan gerakan mahasiswa. Kabinet KRITIS akan merespons semua permasalahan soal politik, mengadvokasi, mengedukasi, dan bahkan apabila metode advokasi melalui audiensi itu tidak tembus, maka jalan satu-satunya adalah turun ke jalan. Karena jalanan adalah tempat yang paling adil untuk mengadili kuasa tirani yang hari ini menindas rakyat,” pungkas Akbar mengakhiri kampanyenya. (aml/wal)