Pekerjaan Rumah Rektor Berikutnya: SC Kumuh hingga Lambatnya Implementasi Permendikbud PPKS
Sumber Gambar: Sari/Sketsa
SKETSA – Pada Selasa (28/6) rapat senat terbuka digelar dalam rangka penyampaian visi misi calon rektor Unmul. Setelah beberapa kritik dilayangkan dari pelaksanaannya (baca: Gugurnya Esti Jadi Bakal Calon Rektor dan PuSHPA Kritik Minimnya Perempuan dalam Pilrek), tiga calon terpilih siap menakhodai kampus beralmamater kuning ini. Tak pelak, sejumlah catatan diberikan oleh mahasiswa.
Kali ini pandangan pemimpin ideal dari Chintya Sitorus, Staf Kementerian Sosial Masyarakat BEM FH Unmul. Berdasarkan pengalaman dan keilmuan yang dimiliki para calon ini, ia menilai itu dapat menjadi bekal untuk kepemimpinan yang ideal.
Mengevaluasi kepemimpinan yang akan berakhir, menurut Chintya terdapat beberapa kebijakan yang bisa diteruskan untuk membantu mahasiswa, seperti kuota tambahan pada beasiswa bidikmisi. Meski segenap upaya dilakukan dalam roda kepemimpinan Masjaya, perubahannya belum pesat. Pasalnya ia juga menyoroti fasilitas kampus yang rusak dan belum mendapat perbaikan.
"Khususnya bagian depan GOR 27 September dan perbaikan rumah yang berada di belakang GOR. Selain itu, adanya kejelasan dari dua lahan yang telah dibangun menjadi gedung di Fakultas Hukum yang masih belum dapat digunakan dengan maksimal," sebutnya ketika dihubungi Sketsa pada Jumat (24/6).
Dalam memacu kebebasan akademik di Unmul, ia pribadi menilai hal ini telah berjalan, meski tak dimungkiri kritik dan saran bagi kemerdekaan di kampus terus disuarakan sebab penilaian ini bergantung pada pengalaman civitas academica Unmul. Chintya melihat itu dari sisi terlaksananya kebebasan berdemonstrasi dan orasi oleh mahasiswa, kemudian keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tak luput ia menaruh harapan kepada calon rektor Unmul nantinya.
"Semoga bisa membawa Unmul menuju universitas yang semakin diunggulkan oleh benua etam. Dengan adanya pembangunan ibu kota Nusantara kiranya dapat menjadi peluang bapak (rektor terpilih nantinya) untuk mewujudkannya. Memang perjalanan Unmul untuk setara dengan berbagai kampus yang ada di Jawa masih panjang, namun tetap semangat dan jangan menyerah."
Naufal Banu Tirta, Ketua LEM Sylva Fahutan menyebut roda kepemimpinan berjalan cukup baik jika ditinjau dari pelaksanaan tridharma perguruan tinggi dan upaya perwujudan visi dari perguruan tinggi. Meski begitu, Banu memberikan beberapa catatan evaluasi terhadap dua periode kepemimpinan yang akan berakhir.
"Beberapa kebijakan yang mungkin merugikan terutama untuk organisasi-organisasi mahasiswa internal kampus tentang penerapan jam malam. Mengapa merugikan? karena jika dilihat dari waktu perkuliahan yang padat hanya sore hingga malam hari lah waktu yang ideal untuk berorganisasi seperti rapat dan lain-lain."
"Kesulitan saat mengadvokasi isu tertentu tentunya pernah, yaitu saat mengadvokasi tentang pelecehan seksual karena kurang totalitasnya rektorat dalam pengimplementasian Permendikbud Nomor 30," sambungnya.
Sependapat dengan Chintya, Banu juga melihat bahwa kebebasan bersuara dan hadirnya keringanan UKT harus terus ditingkatkan. Namun, penanganan kekerasan seksual dan transparansi keuangan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi rektor berikutnya. Selain itu, wujud smart campus perlu menjadi inovasi dengan penerapan teknologi yang lebih mutakhir.
"Untuk calon pemimpin Unmul yang akan datang, mohon lebih cepat dalam menindak suatu permasalahan dan lebih pro mahasiswa namun juga selektif dalam menanggapi aspirasi-aspirasi mahasiswa,” tutupnya.
Pandangan lain datang dari Affan Aswin Presiden BEM FK Unmul ketika dihubungi Sketsa pada Sabtu (25/6) kemarin. Ia justru memberikan banyak catatan sebelum Rektor Unmul berganti. Baginya isu kebebasan akademik masih menjadi PR bagi Unmul, itu terlihat dari masih banyak mahasiswa yang mengalami hambatan di saat ingin menyampaikan suatu kebenaran di hadapan publik seperti terjadinya ancaman.
“Kita juga masih ada mendengar kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen dan hal tersebut tidak direspons dengan cepat oleh pihak rektorat. Padahal seharusnya kampus menjadi tempat aman bagi mahasiswa dalam menempuh pendidikan.”
“Selain itu, mengenai keringanan UKT di masa pandemi ini seharusnya menjadi hak mahasiswa. Rektorat tidak perlu menunggu mahasiswa melakukan aksi menuntut UKT turun lalu mengeluarkan SK mendekati deadline pembayaran karena hal tersebut menghambat mahasiswa, yang seharusnya bisa mengumpulkan berkas jauh hari dan berkesempatan mengajukan permintaan penurunan,” lanjutnya.
Melihat kembali ke belakang, Affan turut menyoroti terlambatnya SK Rektor tentang penurunan UKT di semester lalu. Itu menjadi penting sebab menurutnya berdampak pada banyaknya mahasiswa yang digantung akan ketidakpastian juga terimpitnya waktu untuk pengurusan berkas hingga banyak yang kehilangan kesempatan menurunkan UKT.
Bagi Affan, Unmul memerlukan sosok pemimpin yang melibatkan mahasiswa dalam setiap kebijakan yang dibuat. Meski mahasiswa tidak memiliki suara dalam pemilihan, tetapi mahasiswa merupakan pihak paling terdampak dari setiap kebijakan yang dibuat.
“Oleh karena itu, kami berharap rektor yang terpilih nanti merupakan rektor yang mampu melibatkan mahasiswa dengan cara mendengarkan aspirasi mereka dan juga tidak membatasi kebebasan berpendapat di wilayah kampus.”
Ahmad Fikrianto, Gubernur BEM FKIP turut buka suara. Kepada Sketsa melalui sambungan telepon pada Minggu (26/6). Ia berpandangan bahwa pimpinan rektor perlu memiliki pemikiran yang luas dengan tetap berlandaskan nilai-nilai kebangsaan. Kemudian karakteristik visioner juga menjadi poin penting mengingat kondisi Kaltim sebagai calon ibu kota negara.
“Menjadi seorang rektor itu akan menjadi pimpinan tertinggi dari universitas kita, maka tentu mereka seharusnya dapat mendengar, lebih partisipatif dengan mahasiswa dalam pengambilan keputusan, dalam pengeluaran kebijakan.”
Melihat berbagai evaluasi dari kepemimpinan dan berbagai permasalahan sebelumnya di Unmul, Ahmad berharap terjadi peningkatan dari Unmul dengan mengentaskan permasalahan lewat pola kepemimpinan yang lebih baik. selain itu, berbagai sarana prasarana juga masih perlu dibenahi.
“SC itu yang sangat kumuh, kemudian beberapa gedung yang masih mangkrak, penyiapan dari setiap fakultas untuk tempat cuci tangan, kemudian sanitasi dan Wi-Fi yang masih terbilang minim dan terkunci. Menurut saya itu beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk calon-calon rektor yang harus diselesaikan,” tegasnya. (afr/ahn/ash/khn/nkh)