Panitia KKN 48 Unmul Imbau Peserta Wajib Menginap dan Optimalkan Luaran Program

Panitia KKN 48 Unmul Imbau Peserta Wajib Menginap dan Optimalkan Luaran Program

Sumber Gambar: Restu/Sketsa

SKETSA - Kali ini kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan 48 Unmul tengah berlangsung secara luring, setelah sebelumnya berstatus KKN Kejadian Luar Biasa (KKN KLB), dan pencampuran luring-daring merespons pandemi. KKN 48 kembali dengan wajah normalnya: mahasiswa berpadu dengan budaya setempat yang jauh dari rumah.

Agenda pengabdian terbesar di Unmul tiap tahunnya ini tak menampik kondisi mahasiswa di lapangan yang butuh adaptasi. Adapun terdengar kabar melalui grup koordinasi KKN 48, mahasiswa yang ditempatkan jauh dari domisili secara penuh mendiami posko sebagai tempat tinggal, sementara mereka yang sesuai domisili diketahui tidak menginap di posko atau pulang-pergi.

Berjalan hampir satu bulan, pilihan menginap dan tidak menginap ini kemudian menjadi polemik tersendiri. Aturan wajib menginap di posko kemudian kembali ditegaskan, hingga ancaman mengulang KKN tahun berikutnya atau pemberian nilai C. Itu disampaikan oleh Ketua Panitia KKN 48 Unmul, Muhammad Arifin. Bebernya, aturan ini guna menciptakan keadilan bagi seluruh mahasiswa, baik yang mengabdi di Samarinda maupun luar daerah.

"Kecuali ada bayi yang harus disapih di malam hari atau ada penyakit kronis yang ditandai keterangan dokter terbaru," tulisnya kala itu di grup.

Sementara menilik kondisi di lapangan, terdapat mahasiswa yang kesulitan mendapatkan posko. Hal ini sebab beberapa posko kelompok terintegrasi oleh kelurahan dalam aktivitas hariannya. Sehingga menyebabkan ketidakleluasaan saat harus menginap. Belum lagi, anggapan rumah yang dekat, seperti mereka yang ditempatkan di Samarinda.

Tanggapan datang dari Ketua Kelompok KKN Reguler Paser 04 Desa Prayon, Muhammad Upi Arjuna. Baginya menginap atau tidak menginap bukanlah sebuah masalah.

"Kalau aku pribadi yang tinggal di desa dan dibandingkan dengan yang di kota adil-adil aja, walaupun mereka tinggal di rumah, karena kan mereka yang di kota enggak ada urgensi juga tinggal di posko," ungkap Upi.

Meski begitu, dirinya menilai apabila pihak kelurahan maupun desa telah memfasilitasi posko maka sebaiknya digunakan secara maksimal dengan menginap di posko tersebut. Upi sendiri mengaku kelompoknya tidak mengeluarkan sepeserpun untuk posko sebab telah difasilitasi oleh pihak pemerintah desa.

Upaya yang besar dikerahkan oleh kelompok KKN Tematik Pariwisata Bontang Kuala. Hidayatul Muhtadin selaku ketua, mengaku ia dan rekannya harus bertandang ke Bontang seminggu lebih dulu. Hal itu mereka lakukan untuk observasi dan mendapat kepastian tempat tinggal.

Pasalnya anggota kelompok berasal dari luar kota Bontang. Sehingga negosiasi mengenai tempat tinggal sebelum hari pelaksanaan KKN menjadi catatan untuk peserta tahun depan, agar lebih fokus menyiapkan program dan mengenali budaya setempat, dibanding mengkhawatirkan tempat tinggal selama dua bulan mengabdi.

Akan tetapi, meski mendapat posko dari kelurahan, kendala masih dirasakan oleh KKN Tematik Pariwisata Bontang. Hidayat mengaku kelompoknya masih perlu memberikan kontribusi berupa biaya listrik dan air. Selain itu, kendala dalam program kerja turut mereka rasakan.

"Stigmanya (masyarakat) kami masih sama kayak KKN reguler. Kami ini diminta untuk surat menyurat, untuk hadir di kelurahan setiap hari, sampai hari Jumat."

Hidayatul berharap panitia KKN ke depannya lebih proaktif dalam memberikan informasi terkait KKN Tematik yang berbeda dengan KKN Reguler kepada staf kelurahan jauh sebelum pengabdian dilaksanakan. Hal ini agar pelaksanaan di lapangan memiliki kesamaan makna sehingga antarmahasiswa dan birokrasi tidak salah kaprah dalam bersinergi.

Arifin selaku ketua panitia KKN 48, juga menanggapi persoalan aturan wajib menginap yang di awal pelaksanaan KKN telah diwanti-wanti panitia. "Itu tergantung komunikasi dari pihak kelurahan atau desa jadi, kalau desa menyediakan posko gratis Alhamdulillah kalau tidak cari sendiri," terangnya pada Minggu (24/7) saat dikonfirmasi secara langsung oleh awak Sketsa.

Selain itu, dalam kunjungan kerjanya di Bontang beberapa waktu lalu, ia menjelaskan masih ada dosen dosen pembimbing lapangan (DPL) yang kurang memahami perancangan program kerja, ini berdampak pada kualitas program yang tidak tepat sasaran. Mengecat dan membuat plang jalan, misalnya, dapat dilakukan dengan tujuan membantu, bukan program utama. Ia meluruskan bahwasannya program KKN diharapkan memiliki luaran seperti artikel ilmiah, buku, hingga aktivitas pemberdayaan yang berkelanjutan alih-alih kegiatan yang bersifat jangka pendek.

Ditambah masa berakhirnya KKN yang mendekati perayaan 17 Agustus, membuat sejumlah mahasiswa masih harus bertahan di lokasi KKN untuk membantu rangkaian kegiatan. Sementara jadwal dimulainya semester baru mendahului masa berakhirnya KKN. 

Arifin menginformasikan apabila kelompok KKN berniat memperpanjang masa KKN dipersilakan dengan catatan berkoordinasi melalui prodi masing-masing dan mengurus surat keringanan melalui panitia KKN 48. (wsd/kya/jla/lyn/khn)

Pembaruan:

Per tanggal 19 April 2024, Redaksi LPM Sketsa Unmul mencabut keterangan dari salah satu narasumber, dengan inisial AP pada berita di atas. Adapun hal ini dilakukan disebabkan narasumber tersebut merupakan terduga pelaku dari kasus kekerasan seksual, dan tindakan ini diambil sebagai bentuk sikap Sketsa yang menolak segala bentuk kekerasan seksual, dan sebagai bentuk dukungan terhadap korban dari adanya kasus tersebut.