Mengusut Kekerasan Seksual di FKIP, Upaya Ciptakan Ruang Aman di Lingkungan Kampus

Mengusut Kekerasan Seksual di FKIP, Upaya Ciptakan Ruang Aman di Lingkungan Kampus

Sumber Gambar: Sari/Sketsa

SKETSA - Sejak diberlakukannya Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permendikbud PPKS), diketahui kementerian tersebut acap kali menerima laporan terkait tindakan kekerasan seksual di lingkup universitas.

Tak terkecuali Unmul yang beberapa waktu lalu terdapat seruan aksi yang dilangsungkan di depan gedung Rektorat Unmul. Aksi yang terjadi pada Kamis (20/1) lalu itu menyuarakan soal pengusutan kekerasan seksual. Tajuk yang diangkat “Usut Tuntas Kekerasan Seksual di FKIP Unmul”.

Sketsa mewawancarai Ahmad Fikrianto, selaku Gubernur BEM FKIP, pada Kamis (27/1) lalu. Ia menyatakan bahwa kejahatan di kampus perlu dikawal bersama, dan setiap pelaku kekerasan seksual harus dibersihkan agar kampus menjadi tempat yang aman dari hal tersebut.

“Rekan-rekan BEM pada saat itu bersolidaritas, walau tidak sepenuhnya atas nama kelembagaan, tetapi kami ingin ikut serta dalam mengeluarkan setiap pelaku kejahatan yang ada di universitas,” tulisnya pada pesan singkat Whatsapp, Kamis (27/1).

Ahmad juga menyebutkan bahwa BEM FKIP telah menyediakan ruang aman bagi perempuan dan laki-laki yang berpotensi menjadi korban kekerasan seksual. Hal itu diwujudkan melalui aliansi Jaringan Aktivis Muda Mahasiswi. Aliansi tersebut merupakan kolaborasi lembaga-lembaga yang ada di FKIP, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan (DPP), himpunan, dan lembaga dakwah.

Menurut Ahmad, BEM FKIP beserta kelembagaan lain yang ada di tataran fakultas bergerak dengan misi yang jelas. Mereka ingin menjadikan kampus sebagai ruang aman untuk mahasiswa agar dapat belajar dengan aman dan layak.

“Karena kami yakini bersama bahwa setiap kejahatan seksual adalah pelanggaran nilai dan norma, yang kemudian perlu kita berantas bersama, dan setiap pelaku perlu ditindak secara tegas oleh fakultas bahkan universitas,” tegasnya.

Vivi Nur Kholifah, mahasiswi FKIP angkatan 2019 turut menyampaikan tanggapannya. Bagi Vivi, ruang aman yang dihadirkan di kampus sangat penting. Sebab berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, yaitu pada konteks keamanan beraktivitas.

Dirinya beranggapan fakultas seyogianya terbebas dari kekerasan seksual. Pasalnya, FKIP menjadi fakultas yang melahirkan calon pendidik di masa mendatang. Upaya penyadaran seperti sosialisasi patut dilakukan.

“Tidak hanya terbatas pada mahasiswa saja, tetapi seluruh elemen masyarakat kampus. Hal ini diperlukan untuk mengoptimalkan dan mencerdaskan terkait urgensi dalam memerangi kekerasan seksual,” ungkapnya kepada Sketsa, Rabu (26/1).

Ketika ditanya mengenai peran lembaga kampus dalam mengawal kasus kekerasan seksual, Vivi berpendapat bahwa hal tersebut belum berjalan secara maksimal dan optimal. Ia menyebut bahwa pembahasan mengenai kekerasan seksual masih bersifat timbul dan tenggelam.

“Timbul ke permukaan jika publik banyak menyoroti kasus serupa, tetapi terkadang minim pembahasan ketika kasus tersebut tidak banyak diangkat oleh media,” tulisnya dalam pesan Whatsapp.

Unmul sendiri diketahui masih bersiap dalam pembentukan panitia seleksi Satgas PPKS. (Baca: https://www.sketsaunmul.co/berita-kampus/permen-ppks-terbit-unmul-siap-tuntaskan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-kampus/baca) 

Perlindungan bagi korban kekerasan seksual terus dinantikan mahasiswa, agar jalan menuntut keadilan mendapat jaminan dari birokrasi kampus. (mel/ems/sar/bey/nkh)