Mengintip Kisah Sinilia dan Aisyah, Mahasiswa PMM dari Luar Kaltim: Soroti Fasilitas Unmul hingga Perbedaan Kultur

Mengintip Kisah Sinilia dan Aisyah, Mahasiswa PMM dari Luar Kaltim: Soroti Fasilitas Unmul hingga Perbedaan Kultur

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

SKETSA — Setelah sempat vakum di tahun 2022, Unmul kembali menerima mahasiswa luar pulau Kalimantan dalam program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 3 tahun 2023.

Tahun ini, sebanyak 94 mahasiswa berkesempatan untuk berkuliah selama satu semester di kampus unggulan Kalimantan Timur itu. Mereka berasal dari berbagai provinsi mulai dari Sabang hingga Merauke.

Dari banyaknya mahasiswa yang diterima oleh Unmul, tidak dimungkiri akan adanya perbedaan budaya yang dirasakan oleh para mahasiswa inbound tersebut. Mulai dari makanan, kultur belajar, hingga bahasa.

Seperti halnya yang dirasakan oleh Sinilia Bohalima. Kepada Sketsa, ia membagikan kisahnya ketika menginjakkan kaki di tanah Borneo. Mahasiswa asal Universitas Sari Mutiara Medan itu mengaku bahwa ia sempat mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan para mahasiswa Unmul. Namun, seiring berjalannya waktu, interaksi antara dirinya dan mahasiswa lainnya pun mulai terjalin sedikit demi sedikit.

Sinilia menilai bahwa pelayanan yang ia dapatkan dari pihak Unmul juga sudah cukup memuaskan. Beberapa akses yang diberikan mulai dari kartu tanda pengenal hingga kesempatan untuk bisa meminjam buku dari perpustakaan Unmul.

“Untuk pelayanan pendidikan di Unmul yang saya rasakan sebagai mahasiswa PMM cukup puas,” tulis Sinilia melalui pesan teks WhatsApp pada Selasa (17/10) lalu.

Perjalanan Sinilia untuk menimba ilmu di Unmul tak terlepas pula dari berbagai kendala. Salah satu yang ia soroti adalah kurangnya mahasiswa Unmul yang menyambut kehadiran mahasiswa pertukaran dengan hangat. Ia merasa kesulitan untuk berinteraksi dalam perkuliahan dikarenakan lingkungan belajar yang masih didominasi dengan sikap individual.

Tak hanya soal dunia perkuliahan, tingginya biaya hidup di Kalimantan Timur pun juga ia akui menjadi perbedaan yang ia rasakan. Rasa makanan, cara orang-orangnya bertutur, hingga kultur penyambutan tamu yang berbeda dari daerah asalnya. 

“Perbedaan yang saya rasakan di Kalimantan Timur saat ini ialah pastinya harga barang dan pangan yang cukup tinggi, makanan yang kebanyakan manis, bahasa yang dominan lembut, dan budaya penyambutan tamu yang sangat jauh berbeda dengan universitas asal saya.”

Cerita serupa turut dialami oleh Aisyah Asmawat, mahasiswa asal Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Dirinya juga punya pengalaman baru dan berbeda soal cita rasa kuliner yang ia dapatkan di Kalimantan Timur. Aisyah sempat mengisahkan pengalamannya di Benua Etam, seperti nasi kuning yang ia rasakan memiliki rasa yang dominan gurih dibanding yang biasa ia temukan di Yogyakarta. 

Biaya hidup di Kalimantan Timur yang tinggi juga Aisyah temukan sehingga ia harus mengelola uang dengan lebih bijak. Namun, masih terdapat beberapa makanan yang ia anggap memiliki harga jual yang tergolong normal dan tidak begitu jauh dari harga yang ada di daerah asalnya.

“Untuk biaya kehidupan sendiri di Kalimantan lebih tinggi karena Upah Minimum Regional (UMR) yang juga cenderung tinggi, jadi saya di sini harus bisa mengelola uang dengan baik,” ujar Aisyah.

Tak ia elakkan rasa antusias dan gugup yang bercampur menjadi satu ketika dirinya mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Kalimantan dan berkuliah selama satu semester di Unmul. 

Menurutnya, program PMM menjadi salah satu agenda yang berkesan dan berharga, sebab dirinya bisa memiliki kesempatan untuk belajar di kampus lain. Menjadi lebih akrab dengan lingkungan kampus seperti dosen serta rekan-rekan di fakultas pun menjadi capaian yang ia harapkan selama mengikuti perkuliahan di Unmul.

Meski Aisyah sempat mengalami kendala keterlambatan pertemuan kuliah sebanyak dua kali akibat terhambat dalam pengisian KRS di sistem AIS yang kala itu baru saja mengalami peralihan dari sistem SIA, ia menyebut bahwa pelayanan pendidikan di Unmul sudah cukup memuaskan.

“Saya merasa puas dengan pelayanan pendidikan yang diberikan oleh kampus Universitas Mulawarman. Akan tetapi, ada rasa sedikit ketidakpuasan juga ketika mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) sebelum memenuhi kegiatan perkuliahan,” keluh Aisyah.

Adapun fasilitas yang Aisyah rasakan ialah mulai dari fasilitas akademik seperti kesempatan untuk mengakses pengurusan KRS langsung di ruang bidang kepengurusan akademik di FKIP. Selain itu, terdapat pula fasilitas layanan kesehatan di mana seluruh mahasiswa PMM yang memiliki kartu BPJS akan dialihkan ke FK Unmul ketika mahasiswa PMM mengalami masalah kesehatan.

Menyinggung soal tempat tinggal, para mahasiswi PMM menghuni Apartemen Unmul dan juga Rusunawa Unmul. Selama satu semester ke depan, Aisyah akan tinggal di Apartemen Unmul yang berada di Jalan Sambaliung, berdekatan dengan Fakultas Hukum. Sehingga untuk mobilitas pun, Aisyah tidak perlu khawatir, sebab tempat yang ia huni berdekatan dengan fakultas tempat ia belajar.

Tak ada kendala berarti yang Aisyah alami selama menjadi mahasiswa inbound di Unmul. Ia mengaku bahwa mereka disambut dengan baik oleh civitas academica Unmul. Perkuliahan dan kegiatan PMM pun ia rasakan lancar dan tidak ada hambatan.

Baik Sinilia maupun Aisyah memiliki harapan terhadap Unmul sebagai perguruan tinggi penerima tahun ini. Sinilia berharap agar mahasiswa Unmul dapat menjalin interaksi dengan mahasiswa pertukaran yang baru bergabung belajar dengan lebih hangat. 

Di sisi lain, Aisyah berharap agar Unmul mampu meningkatkan fasilitas serta pelayanan akademik menjadi lebih baik lagi. 

“Semoga lebih baik lagi dalam meningkatkan interaksi mahasiswa Unmul dan mahasiswa yang baru datang ke Unmul agar tidak merasa dibeda-bedakan,” harap Sinilia. (myy/ysn/tha/lza/dre)