SKETSA - Profesor atau guru besar merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Adalah gelar terhormat yang didambakan sebagian besar tenaga pendidik. Kehadiran profesor pun sangat diidamkan sebab mampu memengaruhi akreditasi perguruan tinggi tersebut. Tak terkecuali bagi Unmul, universitas tertua di Kalimantan yang berhasil meraih akreditasi tertinggi tahun lalu.
Saat ini Unmul setidaknya mengantongi sebanyak 54 guru besar atau profesor dari jumlah total tenaga pengajar 934. Jika dipersentasekan angka ini menyentuh 5,78 persen. Sementara itu, penyumbang gelar guru besar terbanyak berasal dari Fakultas Kehutanan (Fahutan), dengan rincian sebanyak 16 profesor dari Fahutan, 10 profesor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), 8 profesor dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), 5 profesor berasal dari Fakultas Pertanian (Faperta), 10 profesor dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), 2 profesor dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), 2 profesor dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan 1 profesor berasal dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB).
Ditemui Sketsa, Kepala Bagian Kepegawaian Unmul, Anwar Alo menegaskan bahwa jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya, angka 5,78 persen dari total keseluruhan dosen itu masih terbilang minim. Ia berharap Unmul bisa mencapai angka persen nyaris sempurna.
“Kalau kita mau ya, 90 persen. Di sini banyak dosen dipacu untuk menuntaskan pendidikan,” terangnya.
Untuk menjadi meraih gelar profesor pun tak mudah, ada beberapa persyaratan yang harus ditunaikan. Di antaranya tentu bergelar doktor, telah melalui 3 tahun setelah menyelesaikan strata 3, konsentrasi yang diambil pun harus berkesinambungan, dan menyelesaikan beberapa karya ilmiah.
Tak hanya itu, usai mendapatkan gelar profesor harus tetap mengabdikan ilmunya pada perguruan tinggi. Tak heran, jika gelar profesor hanya patut diberikan pada dosen yang memiliki dedikasi tinggi terhadap perguruan tinggi.
Menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 49 ayat 2, menjelaskan tentang kewajiban khusus profesor yakni menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat. Profesor juga harus memiliki karya ilmiah berstandar internasional atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya.
“Syarat guru besar ialah setiap tahun harus menulis buku internasional. Kalau tidak dilaksanakan, tunjangan akan di-stop,” tutupnya. (snh/omi/adl)