
Sumber Gambar: Website tempo.co
SKETSA – Ramai kabar tunjangan kinerja (tukin) tidak lagi diberikan merata kepada seluruh dosen aparatur sipil negara (ASN) di Indonesia sejak 2020 hingga saat ini. Hal ini menjadi polemik tersendiri bagi lingkungan pendidikan tinggi karena telah mencederai hak dosen.
Mengutip dari detik.com, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2024 tentang ASN, tukin diberikan kepada ASN tenaga kependidikan administratif. Hal tersebut berlaku di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan atau yang saat ini menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Namun, bagaimana kenyataannya?
Pemerintah belum juga memberikan tukin yang sudah menjadi hak dosen ASN di mana hak tersebut berlangsung lebih empat tahun. Tak urung, banyak dosen-dosen menggelar aksi meminta kejelasan Kemendikti Saintek.
Dilansir dari kompas.com, salah satu aksi yang dilakukan aliansi dosen ASN Kemendikti Saintek (Adaksi) terjadi di Istana Negara pada Senin (3/2) lalu. Adaksi menuntut pembayaran tukin dosen ASN secara merata. Hal tersebut diperparah fakta bahwa hanya 30 ribu dari 80 ribu dosen ASN yang mendapatkan tukin.
Dituntut banyak bisa, dosen dapat gaji seadanya tanpa tunjangan
Menanggapi ketidakberesan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, Sketsa mencoba peruntungan mengulik lebih jauh. Salah seorang dosen Unmul, Sri Murlianti memberikan tanggapannya.
Di antara jajaran kursi pengajar pendidikan tinggi, Sri Murlianti menerangkan tukin yang dijanjikan merupakan kewajiban pemerintah untuk membayarnya. Apalagi sebagai seorang dosen, kinerja yang dibutuhkan sangatlah luar biasa. Selain harus mengajar dengan baik, dosen juga dituntut melakukan penelitian.
Sedangkan, pekerjaan tambahan seorang dosen itu tidak mendapat jaminan dari pemerintah. Maka demikian, tunjangan dibutuhkan untuk membayar letihnya pekerjaan multitugas tersebut.
“Begini, misalnya kita dituntut penelitian, sementara pemerintah itu tidak menjamin dana penelitian untuk seluruh dosen. Jadi disitulah sebenarnya pentingnya tunjangan kinerja supaya dia bisa berkinerja sesuai dengan kriteria yang diwajibkan pemerintah,” terang Sri Mulianti saat diwawancarai, Rabu (12/2) lalu.
Sri Murlianti juga menyetujui sikap Adaksi yang berusaha memperjuangkan hak mereka sebagai dosen. Bahkan jika suatu saat terjadi mogok massal, baginya hal tersebut perlu dilakukan karena merupakan bagian kebebasan akademik untuk menyikapi permasalahan yang terjadi.
“Itu hak juga, itu kan hak intelektual, Kebebasan akademik, Itu kan dijamin undang-undang,” sebutnya.
Terakhir, dirinya berharap pemerintah menyelesaikan tanggung jawabnya membayar seluruh tukin dosen ASN. Menurutnya, kebijakan ini sudah menjadi barang yang memang harus dilaksanakan.
“Bahkan sudah empat tahun yang lalu. Ini tidak lucu, tidak ada alasan, gitu,” pungkasnya menutup akhir wawancara. (myy/ali/mlt/ner)