SKETSA – Dalam unggahan berita di Humas Unmul tanggal 8 Maret 2018, disebutkan bahwa ada tiga agenda yang terlaksana di Hotel Blue Sky Balikpapan, salah satunya adalah Statuta Unmul. Masih dari sumber yang sama, disebutkan pula bahwa Dewan Pertimbangan turut memberikan paparan atau presentasi secara internal terkait Statuta Unmul tersebut.
Karenanya, Sketsa kemudian mengonfirmasi Prof. Afif Ruchaemi selaku Ketua Dewan Pertimbangan di tengah ramainya isu Statuta Unmul yang sudah menyebar luas di media massa. Prof. Afif mengamini bahwa Dewan Pertimbangan memang melakukan presentasi saat rapat internal tersebut berlangsung.
“Kenapa Dewan Pertimbangan presentasi di sana? Karena saat sebelum ke sana, Dewan Pertimbangan diberi tugas oleh ketua penyusun Statuta yaitu WR (Wakil Rektor) II untuk me-review ataupun mengoreksi (Statuta),” sebutnya saat ditemui pada Jumat (16/3) lalu.
Disebutkan Prof. Afif, ada dua kali rapat dalam momen berdekatan yang tergelar di Balikpapan. Pertama adalah rapat internal yang tergelar hari Rabu-Kamis, 7-8 Maret di Hotel Blue Sky. Selain Dewan Pertimbangan, hadir pula rektor beserta para wakilnya, ketua komisi organisasi, ketua forum dekan se-Unmul, Dewan Pengawas, serta ketua lembaga. Dan di momen itulah Dewan Pertimbangan menyampaikan presentasinya.
“Rabu dan Kamis adalah rapat internal kita. Bahkan malamnya rapat dengan Dewan Pengawas. Jadi sorenya itu rapat internal kita membahas Statuta. Artinya Dewan Pertimbangan presentasi itu di Rabu dan Kamis,” jelasnya.
Lalu, kedua adalah rapat yang terlaksana pada Kamis malam, 8 Maret di Swiss-Belhotel. Rapat inilah yang diinisiasi oleh Biro Hukum Kemenristekdikti.
“Kamis malam di Swiss-Belhotel. Hanya karena yang melaksanakan itu Kemenristekdikti, yang diundang ini sedikit. Hanya 24 orang. Yang diundang di situ Dewan Pertimbangan, ketua komisi organisasi, sekretarisnya, ada forum dekan dengan sekretarisnya, rektor, dan para WR. Ketua lembaga juga diundang,” jelasnya lagi.
Tentang Statuta yang Sama Sekali Belum Final
Saat diminta menanggapi statement Prof. Adam Idris yang menyebut rapat di Balikpapan adalah pelanggaran, Prof. Afif menyatakan tidak ingin mengomentari hal itu karena bukan ranahnya. Namun yang jelas, ia memberi sebuah penekanan bahwa hasil pembahasan Statuta di Balikpapan tersebut sama sekali belum final.
“Saat selesai rapat dengan Biro Hukum (Kemenristekdikti), jelas bahwa itu setelah dibaiki lagi, (maka) akan dirapatkan di komisi organisasi. Secepatnya nanti akan ada. Kemudian hasilnya dirapatkan di pleno senat. Di situlah semua guru besar ada. Jadi hasil di Balikpapan itu belum final,” bocornya.
Langkah demi langkah tersebut dilakukan karena merujuk pada aturan yang tercantum dalam lampiran Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi. Berdasarkan aturan itu, pertemuan bersama Biro Hukum Kemenristekdikti terhitung sebagai langkah nomor empat dari sembilan langkah yang harus dilalui sebelum Statuta bisa ditetapkan secara final.
Lalu, langkah nomor lima yang harus dilalui ialah ‘penyempurnaan’ kembali Statuta. Dalam aturan di atas, makna dari kata penyempurnaan inilah yang akhirnya bisa melibatkan para senat dalam pembahasan Statuta universitas.
Pun setelah rapat nomor lima selesai, masih ada empat tahap lagi sampai akhirnya pada tahap nomor sembilan, yakni menteri resmi menetapkan Statuta sebagai pedoman umum bagi sebuah universitas.
“Jadi hasil di Balikpapan itu bukan final. Karena nanti dari sini itu jelas-jelas harus ada rekomendasi dari senat. Senat itu guru besar semua ikut. Dari hasil itu, kita pleno lagi. Jadi belum final,” katanya.
Saat disinggung Sketsa tentang adanya pembahasan yang membatasi jumlah guru besar di tiap fakultas dalam Pemilihan Rektor (Pilrek) mendatang, Prof. Afif hanya menjawab dengan sebuah kalimat pendek dan tegas.
“Itu belum final,” katanya.
Namun, saat kembali ditanya perihal pembatasan itu terbahas di sana, ia hanya menyebut satu kata singkat: “Iya.” (pil/dan/asr/gie/len/adl)