Kawasan Tanpa Rokok di Unmul Belum Konsisten, Civitas Academica Minta Rektor Terbitkan Aturan Terkait
Sumber Gambar: Audrey/Sketsa
SKETSA — Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sudah lama diterapkan di sejumlah tempat, tak terkecuali di lembaga pendidikan. Berdasarkan Peraturan Walikota (Perwali) Samarinda Nomor 51 Tahun 2013 tentang KTR, disebutkan dalam pasal 3 ayat 2 bahwa tempat-tempat yang tidak diperbolehkan menyediakan ruang untuk merokok antara lain: tempat pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan, tempat bermain anak-anak, rumah ibadah, dan angkutan umum.
Sebagai lembaga institusi pendidikan, jika menilik pada Perwali tersebut, sudah jelas bahwa Unmul diwajibkan untuk menerapkan KTR. Lantas, seperti apa penerapannya? Apakah Unmul telah sepenuhnya memenuhi kewajiban tersebut?
Menilik Penerapan KTR di Sejumlah Fakultas
Sebagai fakultas yang bergerak di bidang kesehatan, FKM boleh dibilang jadi pelopor penerapan KTR di Unmul. Fakultas tersebut sudah menerapkan KTR sejak tahun 2015 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dekan FKM Unmul Nomor 114/H17.11/OT/V/2010. SK tersebut ditetapkan sejak tanggal 31 Mei 2010 silam.
Begitu memasuki kawasan kampus FKM, akan sangat mudah untuk menemui plang bertuliskan “Anda memasuki kawasan tanpa rokok” yang tersebar di area kampus. Jika dihitung, sudah enam tahun FKM konsisten menjalankan aturan KTR di kampus mereka. Seperti apa penerapannya?
Awak Sketsa berkesempatan untuk berbincang dengan Iwan Muhammad Ramdan selaku Dekan FKM Unmul pada Senin (23/10) lalu. Dirinya menegaskan bahwa mereka tidak menoleransi mahasiswa, dosen, tendik, hingga masyarakat umum sekalipun yang merokok dan mengiklankan rokok di lingkungan kampus. Tak hanya rokok tradisional, segala jenis produk turunan rokok seperti vape juga dilarang.
Ungkapnya, pelaksanaan KTR di FKM telah berjalan dengan cukup efektif meski beberapa puntung rokok yang dibuang sembarangan di area kampus masih kerap ditemukan.
“Kita belum bisa pastikan siapa (yang merokok). Tapi, kalau ada, sepertinya itu masyarakat umum, karena kampus kita sering dipakai (dilalui) masyarakat umum,” ujar Iwan ketika ditemui di Lab IsDB Public Health, Rabu (23/10).
Bagi mereka yang kedapatan merokok, sanksi ringan hingga berat tak luput menyertai. Sanksi ringan berupa teguran secara lisan dan dilanjutkan dengan teguran secara tertulis melalui Surat Peringatan (SP) apabila pelaku masih tetap merokok.
“Kalau sampai SP tiga belum mempan dan orangnya itu-itu saja, maka akan dikenakan skorsing bagi mahasiswa. Sementara dosen atau tendik ditunda kenaikan pangkat atau jabatannya,” tuturnya menjelaskan.
Iwan turut menyoroti penerapan KTR di kampus lain. Berdasarkan pengamatannya, hingga kini, hanya FKM dan FK yang ketat menerapkan KTR di kampus mereka. Sementara itu, masih banyak mahasiswa hingga dosen yang merokok di fakultas lain, bahkan di Rektorat sekalipun.
Oleh karena itu, dirinya berharap agar terdapat Surat Keputusan (SK) Rektor yang mewajibkan seluruh fakultas untuk menerapkan KTR.
“Kalau misal Rektor mau menyediakan ruangan atau area khusus untuk merokok, ya, silakan. Karena itu ‘kan untuk perlindungan masyarakat dan kita tidak bisa saklek seratus persen untuk melarang orang merokok di sini. Di satu sisi, kita melarang, tapi, kita harus menghargai privasi tiap individu. Jadi, ya, disediakan saja smoking area,” pungkasnya.
Awak Sketsa tak luput menyoroti penerapan KTR di FT. Muhammad Dahlan Balfas, Dekan FT Unmul menuturkan bahwa penerapan KTR sudah diterapkan sejak tahun 2020. Terdapat pula peringatan dilarang merokok yang tersebar di kawasan kampus. Namun, yang berbeda dengan FKM adalah, FT masih memperbolehkan mahasiswa atau dosen untuk merokok di lingkungan kampus dengan menyediakan area khusus, yakni di kantin dan di sekitar Gedung Hexagon.
Sebutnya, terdapat petugas keamanan yang ditugaskan untuk memantau dan menegur apabila terdapat orang yang merokok di kawasan bebas asap rokok. Meskipun demikian, pemantauan tersebut masih terkendala oleh jumlah personil petugas keamanan. Ditambah lagi, jumlah mahasiswa FT yang kian meningkat pesat setiap tahunnya.
“Fakultas Teknik juga peduli masalah (penerapan KTR) tersebut. Tapi, pemantauannya ini susah. Security juga tidak sebanyak itu untuk melakukan pemantauan,” terang Dahlan ketika diwawancarai Sketsa melalui sambungan telepon, Jumat (27/10) lalu.
Terbaru, Dahlan mengungkap rencananya untuk membuat survei terkait keluhan aktivitas merokok di FT dalam waktu dekat. Kini, sanksi yang dikenakan bagi mereka yang kedapatan merokok sembarangan hanya berupa teguran.
“Saya juga kalau ada melihat (orang merokok sembarangan), ya, saya tegur, tapi, teguran halus begitu. Karena ‘kan merokok itu juga ada dampaknya untuk kesehatan mereka.”
Sementara itu, penerapan KTR di FISIP tak berbeda jauh dengan FT. Terdapat beberapa peringatan dilarang merokok yang tersebar di kawasan kampus. Meskipun begitu, masih terlihat sebagian mahasiswa hingga dosen yang kedapatan merokok. Finnah Fourqoniah, Dekan FISIP Unmul menilai bahwa hal tersebut terjadi lantaran tak ada aturan eksplisit yang tertuang dalam SK.
Finnah membeberkan bahwa terdapat berbagai pihak yang menyampaikan keluhan mereka ke pihaknya sebab merasa terganggu akan aktivitas merokok di lingkungan kampus.
“Ada keluhan dari beberapa pihak yang terganggu dengan aktivitas merokok para sivitas akademika yang tidak pada tempatnya. Contoh, di koridor-koridor kelas gitu, ya. Atau di tempat di dalam ruangan tertutup itu yang seharusnya, yang mungkin mengakibatkan orang-orang yang tidak merokok menjadi terhisap asap rokok secara tidak sengaja dari aktivitas merokok tersebut,” beber Finnah kepada Sketsa, Senin (30/10).
Dekan FISIP Unmul itu mengungkap bahwa pihaknya tengah mencanangkan SK yang mengatur segala aktivitas merokok di kawasan kampus. SK tersebut akan mengatur area yang tidak diperbolehkan merokok seperti di koridor kelas. Lebih lanjut, SK tersebut akan segera diterbitkan dengan estimasi waktu satu bulan, tepatnya di bulan Desember mendatang.
“Tidak boleh merokok di area-area tertutup dan semi tertutup, harus di area-area yang terbuka supaya tidak berefek kepada orang-orang yang tidak membutuhkan asap rokoknya, gitu, ya. Harus bersih dari asap rokok dan juga vape, ya,” imbuhnya
Harapnya, para perokok di FISIP dapat lebih bijak dalam memilih area untuk merokok agar tidak merugikan orang lain.
“Dan kita harap, FISIP Unmul menjadi lebih sehat. Lingkungannya lebih nyaman untuk semua pihak ketika kami sudah menetapkan aturan tentang aktivitas merokok dan KTR,” tutupnya.
Penerapan KTR dari Perspektif Mahasiswa
Awak Sketsa meminta tanggapan beberapa mahasiswa mengenai penerapan KTR di Unmul. Khairunnisa Luthfiah salah satunya. Mahasiswi Prodi Biologi, FMIPA 2021 itu mengungkap bahwa dirinya masih menemukan orang yang merokok di lingkungan kampus.
“Kalau di FMIPA sendiri itu cukup banyak, sih, cuman nggak sebanyak kalau kita bandingkan sama Fakultas Teknik atau fakultas yang lain. Cuman, kalau di sini ‘kan ada zona merokok sama zona yang nggak boleh merokok. Biasanya kalau melihat orang merokok itu, ya, di zona-zona yang boleh merokok itu,” ungkap Khairunnisa kepada Sketsa, Kamis (12/10) lalu.
Dirinya mengaku cukup terganggu dengan kepulan asap rokok yang ia dapati di lingkungan kampus. Ia menilai bahwa Unmul sebagai institusi pendidikan sudah semestinya melarang aktivitas merokok di seluruh kawasan kampus sebagaimana yang tertera di Perwali yang sudah disebutkan di atas.
Imbuhnya, pengadaan zona merokok di FMIPA pun baru diterapkan sejak kampanye yang ia gerakkan beberapa waktu lalu. Meskipun begitu, Khairunnisa masih menyayangkan pemilihan tempat untuk merokok, yakni di area tangga yang mana kerap ramai dilewati orang-orang.
“Padahal orang-orang sering lewat tangga. Otomatis masih mengganggu,” keluhnya.
Senada dengan Iwan, dirinya menuntut adanya aturan yang mewajibkan penerapan KTR di tingkat universitas. Sebab, hanya segelintir fakultas saja yang baru menerapkan hal tersebut karena tidak adanya aturan yang terintegrasi ke seluruh kampus. Sehingga, penerapan KTR saat ini dikembalikan ke kebijakan masing-masing fakultas.
“Di tingkat universitas, (saya) sempat nanya-nanya juga, sih, terus saya ngomong ke beliau (staf Wakil Rektor III), “Kenapa di universitas kita nggak bikin (aturan penerapan KTR), Pak?” Katanya, kalau Unmul itu urgensinya masih di sampah. Padahal, kalau kita lihat sampah, dengan merokok juga mereka nyampah ibaratnya, nyampah puntung rokoknya ‘kan.”
Khairunnisa turut menyoroti dosen yang kedapatan merokok di lingkungan kampus. Ia membagikan cerita mengenai dosen yang mengaku merokok untuk mendapatkan inspirasi ketika sedang mengajar di kelas.
“Tanpa sadar, beliau yang seharusnya menjadi role model malah mengajarkan hal yang bisa kita bilang negatif untuk mahasiswanya. Aku rasa, karena dia sebagai role model, kalau memang dia merokok, boleh. Itu haknya dia. Tapi tolong, sesuaikan tempatnya kalau mau merokok,” tutupnya.
Beralih ke Muhammad Kevin Syaida, mahasiswa Prodi Sastra Inggris, FIB 2022. Ketika ditanya mengenai penerapan KTR di kampusnya, ia mengaku, sejauh ini tidak ditemukan area khusus untuk merokok. Nyaris, terdapat mahasiswa yang bebas merokok di seluruh area FIB. Terlebih, jumlah perokok di kampusnya itu terbilang cukup besar. Sementara peringatan bertuliskan “dilarang merokok” hanya ia temui di toilet saja.
Dengan masifnya jumlah perokok di FIB, dirinya yang kebetulan tidak merokok merasa cukup terganggu. Ia berharap agar terdapat aturan yang mengatur aktivitas merokok di kampus.
“Menurut saya, peringatannya harus diperbanyak gitu, ya. Kalian itu memang bebas merokok, tapi, nggak kayak literally kalian itu boleh seenaknya merokok di dekat mahasiswa yang anti merokok gitu. Itu harus dipertegas, sih,” ujar Kevin kepada Sketsa, Rabu (18/10) lalu.
Meskipun begitu, dirinya cukup netral dan tak begitu ambil pusing akan ada atau tidaknya aturan terkait penerapan KTR. Tetapi, ia menilai lebih baik apabila diterapkan, sebab, dirinya mengaku kerap mendapat godaan untuk mencicipi rokok—meski godaan itu berhasil ia hindari.