Sumber Gambar: Website Tribunnews
SKETSA - Dewasa ini, perayaan yang dilakukan oleh mahasiswa akhir usai melaksanakan sidang seminar proposal (Sempro), seminar hasil (Semhas), dan pendadaran menjadi tradisi yang sudah tidak jarang kita temui di berbagai universitas yang ada di Indonesia.
Belum lama ini beredar sebuah video yang mencuri perhatian netizen di media sosial. Video tersebut berisi tentang kritik seorang dosen terhadap mahasiswanya yang melakukan selebrasi kelulusan usai sidang sebelum benar-benar dinyatakan lulus.
Mahasiswa Unmul juga tak lepas dari adanya rangkaian perayaan tersebut. namun tidak bisa ditampik fenomena ini juga dipandang dari berbagai perspektif. Ada yang tidak setuju dan menganggapnya berlebihan, ada pula yang melihat fenomena tersebut sebagai bentuk penghargaan diri selagi masih dengan cara yang wajar.
Seperti halnya Shiba Syahidah, mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP 2020. Kepada Sketsa, Shiba mengatakan bahwa perayaan yang dilakukan oleh mahasiswa usai melaksanakan sidang merupakan hal yang sah-sah saja selama tidak berlebihan. Akan tetapi, jika perayaan tersebut dilakukan dalam konteks usai sempro, menurutnya hal tersebut agak berlebihan.
"Kalau budaya banner, bucket, dan lain-lain, bisa banyak pandangan sih. Bisa dianggap sebagai self reward, bisa juga sebagai bentuk penghargaan dari teman, atau bahkan ada juga yang anggap sebagai fenomena FOMO (Fear of Missing Out). Jadi ya balik lagi kalau dilakukan sewajarnya sah-sah saja menurut saya," ujar Shiba ketika diwawancarai Sketsa pada Senin (5/2) lalu.
Shiba mengungkap bahwa setiap kampus memiliki kebijakan kelulusannya masing-masing. Ada kampus yang langsung mengumumkan lulus atau tidaknya mahasiswa tepat setelah menyelesaikan ujian skripsinya, ada pula yang tidak. Bahkan, di beberapa kampus menuliskan tanggal kelulusan di Surat Keterangan Lulus (SKL) atau ijazah sesuai dengan tanggal ujian skripsi atau pendadaran.
Hal serupa turut disampaikan oleh Khoirun Nisa, mahasiswi Sastra Indonesia, FIB 2019. Lewat pesan WhatsApp Jumat (9/2) lalu, Nisa menuturkan bahwa selebrasi tersebut merupakan hal yang wajar sebagai bentuk perayaan mereka dalam melewati perjuangan mengerjakan skripsi.
"Ada yang ngerasain itu (skripsi) mudah, ada yang ngerasain itu gak mudah. Jadi merayakan setelah sidang ya oke-oke aja, sah-sah aja buat ngerayain keberhasilannya, berjuang ngerjain skripsinya itu sendiri," tutur Nisa.
Mengulik sudut pandang dosen, Ainun Nimatu Rohmah, salah satu Dosen FISIP Unmul turut menanggapi fenomena perayaan mahasiswa tersebut. Ainun mengaku belum melihat video yang tersebar di media sosial mengenai dosen yang mengkritik selebrasi mahasiswa.
"Mungkin maksud dosen itu adalah untuk ngingetin. Jangan berlebihan, jangan berlarut-larut, gitu." ucap Ainun ketika diwawancarai Sketsa pada Rabu (7/2) lalu.
Menurut Ainun, selebrasi yang dilakukan tersebut merupakan hak yang dimiliki mahasiswa untuk menghargai momen serta perjuangan yang mereka lakukan sekecil apapun untuk sampai pada tahap itu.
Namun sebagai dosen, Ainun mengaku selalu mengingatkan mahasiswanya untuk tidak kebablasan hingga lupa untuk memperbaiki dan menyelesaikan tugas akhir mereka.
"Jadi, selebrasi itu bisa dipandang dari sudut pandang yang positif, tapi juga bisa jadi akan jadi negatif, ketika terlalu berlebihan," tegasnya.
Oleh karena itu, Ainun berharap agar mahasiswa yang baru menyelesaikan sidangnya tidak terbuai dengan euforia selebrasi dan self reward yang dilakukan. Di samping merayakan perjuangan yang telah dilewati, mahasiswa juga harus melakukan introspeksi dan evaluasi diri agar dapat memperbaiki hal yang kurang sebelumnya, serta menyelesaikan proses administrasi yang menjadi syarat kelulusan.
"Cari tau ke prodi atau ke akademik kapan dianggap lulus, dan jadikan itu target lulus. Kalau belum sampai di situ, jangan demotivasi terlebih dahulu. Jangan malas dulu. Kejar dulu sampai dapat. Baru boleh selebrasi yang sesungguhnya," pungkas Ainun. (nav/myy/ali).