SKETSA – Masuknya aparat keamanan di wilayah Unmul saat pelaksanaan PAMB, kembali menuai perdebatan. Jika pada 2015 yang jadi perdebatan dari unsur TNI, maka tahun ini dari kepolisian. Sayang, meski sempat ditolak oleh panitia, namun masuknya aparat kepolisian saat PAMB tersebut dipastikan tetap terjadi karena desakan rektorat Unmul.
Hal itu diutarakan ketua panitia PAMB 2016, Al Randy Khayuris. Mahasiswa FISIP itu mengatakan, kesepakatan masuknya Kepolisian dalam agenda PAMB 2016 merupakan konsekuensi atas kerja sama yang sebelumnya telah dilakukan oleh Unmul dan Polda Kaltim. Meski begitu, dia menegaskan sempat menolak rencana tersebut, namun karena terus didesak, panitia terpaksa menerima kehadiran aparat kepolisian saat PAMB 2016 berlangsung.
“Pihak rektorat dan Kepolisian sudah ada kesepakatan duluan tanpa sepengetahuan kami. Jalan tengahnya, posisi mereka tidak di dalam area GOR 27 September. Sebab, kami tidak mau ada aparat dalam ajang kemahasiswaan,” ujar Randy.
Ia menegaskan, ranah pendidikan tak pantas dimasuki aparat tanpa alasan yang jelas dan berkaitan dengan wewenangnya sebagai pihak keamanan. Dengan alasan itu, dia menyatakan, panitia sempat menggelar audiensi bersama Rektorat Unmul pada Senin (22/8) lalu. Meski sempat ditolak, sebutnya, Rektorat tetap ngotot. Walhasil, audiensi tersebut berakhir dengan jalan tengah. Tetap berpartisipasi, meski menimbulkan keraguan bagi panitia. “Sementara keputusan seperti itu (tidak di dalam GOR 27 September, Red.), sedangkan untuk 29 Agustus nanti panitia belum yakin sesuai kesepakatan atau tidak,” ucap dia ragu.
Dia mengaku, panitia PAMB 2016 merasa kecewa dan dibohongi oleh pihak rektorat. Karena wacana melibatkan aparat tidak disampaikan kepada panitia sejak awal. “Saat audiensi kedua, pihak rektorat bilang, polisi hanya bertugas menjaga lalu lintas dan keamanan di Unmul apabila terjadi gesekan dengan masyarakat. Setelah itu, panitia diinfokan polisi akan berada ada di area GOR 27 September untuk melayani pembuatan SIM dan memberikan informasi. Berubah-ubah, jujur kalau seperti itu kami dari panitia merasa kecewa,” pungkasnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Hukum, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, polisi tidak dilarang untuk memasuk wilayah kampus. Syaratnya, harus sesuai dengan tugas dan fungsinya yakni menjaga stabilitas keamanan.
Menanggapi kabar masuknya polisi dalam ajang PAMB 2016, dia menilai, keputusan tersebut diambil karena adanya kekhawatiran pihak rektorat Unmul terkait keamanan. Meski begitu, menghadirkan aparat kepolisian dinilai tetap merupakan tindakan berlebihan. “Untuk kegiatan mahasiswaan seperti PAMB, polisi tidak perlu ikut. Tugas mereka itu menjaga keamanan. Rektorat tidak perlu mengambil tindakan berlebihan,” ujar dia.
Kendati demikian, Herdi menyebut, masuknya polisi ke kampus dalam ajang PAMB tetap harus ditanggapi bijak. Yakni sesuai kesepakatan antara Unmul dan Polda Kaltim. “Polisi tidak bisa sembarangan dipanggil untuk hal-hal yang tidak perlu. Kita perlu melihat kesepakatan macam apa yang dijalin antara Unmul dengan Kepolisian,” sebutnya.
Terakhir, dia mengimbau semua pihak untuk tidak serta merta mengharamkan polisi masuk kampus dengan alasan kampus adalah ranah akademis yang ilmiah. Dia menganalogikan, apabila terjadi tindak kejahatan di kampus, aparat tentu tidak dapat menyelesaikannya jika tidak masuk ke dalam wilayah yang terjadi tindakan kejahatan atau kriminalitas. “Kita masih perlu peran mereka (polisi, Red.), tidak elok kalau ada apa-apa langsung di vonis haram,” tutupnya. (aml/im/e2)