SKETSA – Masa bakti kabinet Gelora Perbaikan mengomando BEM KM Unmul resmi berakhir Sabtu (9/12) kemarin. Tiga kali ketukan palu oleh presidium sidang saat pembacaan kosiderans menandai bahwa Laporan Pertanggungjawaban Norman Iswahyudi dan kabinet kerjanya resmi diterima.
Itulah salah satu agenda dari rangkaian Kongres KM yang dihelat DPM KM Unmul di ruang sidang Rektorat lantai 3. Selain beberapa BEM fakultas yang memang wajib hadir, beberapa UKM tingkat universitas turut memantau jalannya sidang. Lesehan Cendekia, Pusdima, Korps Sukarela, hingga LPM Sketsa adalah beberapa di antaranya.
Meski akhirnya Laporan Pertanggungjawaban diterima, bukan berarti kabinet Gelora Perbaikan suci dari cela. Kenyataan yang ada, justru mayoritas peserta sidang yang memberi pandangan umum lebih banyak menyuarakan kritik ketimbang pujian. Satu-persatu kekurangan di kabinet kerja dikuliti secara detail oleh pemberi pandangan umum.
“Cenderung tidak mewadahi seluruh BEM fakultas. Kesannya seperti masing-masing BEM jalan sendiri-sendiri,” kritik Ibnu Gozali dari BEM FKIP. Tak cukup satu, Ibnu justru memberi pandangan minor yang jumlahnya justru banyak dan berderet. Mulai kajian dari tingkat fakultas yang tidak ter-follow up dan kritikan mainstream yakni kurangi event, perbanyak diskusi.
Lebih parah, Ibnu menganggap Garuda Mulawarman yang seharusnya digunakan BEM KM Unmul sebagai corong utama advokasi seluruh BEM di Unmul, tahun 2017 justru geraknya redup, bahkan hampir mati. Mirip dengan kata hidup segan mati tak mau. Dalam jejak pendapat dengan pihak rektorat, usulan lebih sering ditolak karena kajian yang tidak matang, termasuk kasus UKT saat audiensi.
“Kajian yang kurang matang, sehingga saat ditawarkan selalu mental,” serangnya.
Aditya Ferry Noor, Ketua BEM FEB yang baru saja demisioner juga memberi pandangan serupa. Meski diakuinya Norman adalah salah satu sahabat baiknya sejak bangku SMP, namun tetap saja Ferry memberi banyak nilai minor dalam perjalanan kabinet Gelora Perbaikan.
Ferry memandang tidak adanya perbedaan antara gerak advokasi antar BEM KM Unmul dan di tataran fakultas. Lalu, banyaknya hal-hal strategis yang malah tidak ter-follow up, hingga saran darinya agar Garuda Mulawarman lebih mengajak praktisi dalam memperdalam kajian isu. Ferry juga menyorot betapa tidak cermatnya BEM KM Unmul dalam menentukan prioritas isu yang harusnya di kawal.
“Misalnya BEM KM Unmul menyorot isu Setya Novanto terkait korupsi e-KTP di skala nasional, padahal di Kaltim pun juga ada pejabat yang melakukan tindakan korupsi serupa. Justru hal itu yang tidak disorot oleh BEM KM Unmul,” tegasnya.
Sayangnya, Norman dan kabinet tidak diberikan kesempatan untuk menanggapi kritik. Akibatnya, komunikasi hanya satu arah. Norman hanya diberikan kesempatan menyampaikan closing statement hanya memberi jawaban dan tanggapan seadanya terhadap pandangan umum dari para delegasi BEM fakultas.
“Memang benar, komunikasi kami dengan beberapa BEM fakultas masih banyak yang tidak terjalin dengan maksimal. Kami tidak menjalinnya dengan terpaksa, tapi begitulah kondisinya,” ucap Norman.
Peserta yang mengikuti sidang hanya melakukan satu hal pasti: mendengarkan paparan dengan masygul tanpa bisa meminta jawaban atas sejumlah kritikan.
“Kami sadar bahwa perjalanan satu periode ini tidak mampu memuaskan segala pihak, tapi dalam menjalankan amanah yang singkat ini, kami telah menjalankan dengan sungguh-sungguh,” imbuhnya Norman saat closing statement hampir berakhir.
Setelah itu, pukul 14.28 Wita, DPM KM Unmul secara resmi melantik Rizaldo-Miftah selaku Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk melanjutkan estafet kepemimpinan BEM KM Unmul 2018. (dan/aml)