BPPR Digugat, Pemira FH akan Kembali Digelar

BPPR Digugat, Pemira FH akan Kembali Digelar

Foto: Dokumen Pribadi

SKETSA – Pemilihan Raya (Pemira) FH yang awalnya diagendakan selesai pada Rabu (30/11) lalu, harus dilaksanakan ulang. Agenda tersebut akan resmi diundur hingga 20 Januari 2023 seperti isi Surat Keputusan Bawasra Nomor 012/BAWASRA-FH/XII/2022 tentang Putusan Perkara Sengketa Pemilihan Umum Raya, yang diunggah pada akun Instagram @pemirafhunmul.  Hal ini terjadi lantaran adanya dugaan keberpihakan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) terhadap pasangan calon (Paslon) tunggal dengan mengintervensi Badan Pekerja Pemilihan Raya (BPPR). 

Berawal ketika masuknya surat gugatan terkait penyelenggaraan Pemira FH kepada Badan Pengawas Pemilihan Raya (Bawasra) FH pada Rabu (30/11). Lebih lanjut, pada Kamis (15/12) dilakukan Sidang Penyelesaian Sengketa, di mana hasil putusan sidang menyatakan Pemira harus kembali diulang dengan timeline baru. 

Dede Wahyudi selaku penggugat menjelaskan dua alasan utama di balik penggugatan tersebut kepada awak Sketsa pada Rabu (21/12). Pertama, jangka waktu pendaftaran bakal Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta Anggota DPM yang singkat tidak menjadikan Pemira sebagai ruang yang luas untuk seluruh mahasiswa yang ingin mengikutinya. 

Kedua, BPPR yang seharusnya independen dalam menetapkan kebijakan dan ketetapan yang dibuat tidak menjalankan fungsi tersebut dengan baik. 

“Namun, dalam implementasinya hal tersebut jauh dari konsep idealnya yang mana BPPR tidak memiliki keleluasaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,” jelas Dede melalui WhatsApp.

Tak hanya itu, Dede juga menyayangkan absennya peran DPM sebagai lembaga pengawas jalannya Pemira. Menurutnya, DPM memiliki tanggung jawab moril atas pelaksanaan Pemira yang mengharuskan adanya sikap netral dari oknum DPM. Gugatan-gugatan ini tertulis lebih rinci dalam lampiran gugatan yang diunggah di Instagram @pemirafhunmul

“Bukti atas tindakan tersebut sudah terlampir secara jelas pada lampiran gugatan kami,” ungkap Dede.

Adapun selaku penggugat ia juga berharap agar hasil putusan  Sidang Penyelesaian Gugatan Sengketa Pemira tidak hanya sebatas hitam di atas putih.

“Perlu adanya implementasi serta adanya kepatuhan terhadap putusan yang telah diputuskan oleh Bawasra,” tuturnya.

Awak Sketsa pun melakukan konfirmasi terkait adanya intervensi kepada ketua BPPR yakni Rahmat Fathur pada Rabu (21/12). Dirinya membenarkan adanya pembatasan BPPR dalam bertindak mengambil keputusan.

“Mengenai intervensi, kami BPPR sangat dibatasi dalam kewenangan kami sendiri untuk mengambil keputusan,” jelas Fathur. 

Menanggapi gugatan yang ditujukan kepada BPPR, Fathur mengatakan bahwa ini menandakan Pemira berjalan berdasarkan asas keterbukaan terhadap keluarga mahasiswa, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Pemira. 

“Dengan adanya gugatan yang masuk, artinya benar adanya bahwa kami membuka ruang bagi kawan-kawan apabila ada keberatan terkait apa yang terjadi pada Pemira hari ini.”

Imbuh Fathur, usai menerima hasil Sidang Penyelesaian Gugatan Sengketa Pemira, saat ini BPPR berfokus dalam penyusunan timeline dan penambahan anggota panitia untuk lebih memaksimalkan Pemira.

Awak Sketsa kemudian meminta konfirmasi kepada ketua DPM FH Unmul, Agustina Beti Rianes atau Anes pada Kamis (29/12). Tegasnya, intervensi tidak dilakukan oleh DPM, melainkan oknum DPM. 

Anes turut menjelaskan bahwa DPM telah melakukan berbagai upaya yang hingga kini tidak ditanggapi oknum tersebut. 

“Jadi sementara DPM cut off semua jalur koordinasi melalui oknum kepada BPPR dan Bawasra,” jelasnya melalui pesan WhatsApp.

Anes mengaku sepakat dengan keputusan Bawasra untuk melakukan Pemira ulang, karena hal tersebut menurutnya telah dipikirkan dengan matang. Selain itu, ia juga berharap tim media Pemira selanjutnya dapat lebih transparan dalam menginformasikan Pemira serta tidak ada lagi kasus intervensi yang akan terjadi ke depannya. 

“Sama-sama saling berdampingan, DPM, Bawasra, dan BPPR. Tetap menjaga demokrasi kampus dan netralitas sebagai lembaga yang independen,” kuncinya.  (kya/fza/ems