Audiensi KKN 44 di FEB, antara KKN Kompetensi dan Pesuruh Musiman

Audiensi KKN 44 di FEB, antara KKN Kompetensi dan Pesuruh Musiman

SKETSA – 44 kali KKN berjalan di Unmul, nyatanya belum menjamin ketiadaan polemik dan kebingungan. Tahun ini, dengan jenis KKN yang dikerucut menjadi reguler untuk semua peserta justru melahirkan resah di beberapa fakultas. Upaya-upaya pun dilakukan untuk mengatasi ini.

Sebelumnya, santer dikabarkan sekelompok mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) akan melakukan unjuk rasa di depan dekanat pada Senin, 2 April. Namun, hari itu aksi batal. Sebagai gantinya, audiensi bersama Wakil Dekan I FEB Felisitas Defung digelar membahas dua pokok permasalahan KKN 44. Pertama, kuota kota lokasi KKN yang sudah penuh dan hanya menyisakan Mahakam Ulu (Mahulu). Dan, kedua ialah tuntutan diberlakukannya KKN jenis tematik kompetensi sebagaimana tahun sebelumnya.

“Kondisinya hari ini mahasiswa FEB itu jumlahnya 550 yang sudah mendaftar, tapi teman-teman yang belum mendaftar ini mayoritas adalah yang tidak bisa ditempatkan di Mahulu. Makanya hari ini kita ingin mencoba diskusi dan mendengarkan atau mengaspirasikan kepada Bu Defung yang akan kita perjuangkan sama-sama ke LP2M,” kata Freijae Rakasiwi Gubernur BEM FEB membuka sesi audiensi.

Pernyataan itu langsung ditanggapi Defung. Ia sedikit meluruskan bahwa dirinya bukan dalam posisi menjelaskan teknis dan memberi solusi atas polemik KKN sebab yang mengelola adalah LP2M. Dalam kesempatan itu, ia hanya menjelaskan apa yang ia ketahui berdasarkan komunikasi dengan LP2M terutama perihal jenis KKN.

“Pertama kali dapat kabar tentang perubahan pola KKN ini, kami memang dapat surat, tapi saya tidak menyangka bahwa akan ada chaos setelah itu. Saya pribadi juga merasakan kekhawatiran, perubahan ini jangan sampai membuat anak-anak kita tidak tertampung,” ujar Defung.

Kekhawatiran itu berbalas janji ‘garansi’ dari pihak LP2M. Bahwa tidak akan ada satu pun mahasiswa Unmul yang gagal KKN tahun ini gara-gara kehabisan kuota. Soal tidak ada jenis lain, tidak bisa pilih anggota kelompok sendiri, dan tidak bisa menentukan lokasi kecamatan sendiri. Menurut LP2M ini adalah hasil pertimbangan dari umpan balik yang diberikan desa dan lembaga usai KKN 43 dan coba ditunaikan di KKN 44 kini.

LP2M melalui Esti Handayani, dikatakan Defung juga menjanjikan bahwa mahasiswa FEB tidak akan berkompetisi dengan mahasiswa fakultas lain untuk dapat kuota di kabupaten. Sebab, kini komposisi mahasiswa KKN di suatu kabupaten ditentukan oleh permintaan kabupaten bukan semata ‘siapa cepat dia dapat’. Itu pun masih akan diupayakan LP2M, terutama untuk lokasi yang jauh dari Samarinda dalam hal penyediaan fasilitas KKN.

“Misalnya kabupaten ini butuh berapa orang anak fakultas ekonomi, itu yang di slotkan untuk anak FEB, jadi tidak ada diambil oleh fakultas lain. Kemudian, bagaimana dengan misalnya sudah penuh dari FEB, disarankan Anda mengisi CV yang katanya di halaman depan website form, itu diisi dan di submit tapi itu akan diakamodir ketika yang lain penuh. Nah mengenai kenapa diacak, ini saya terus terang tidak melihat masalah apa-apa, hanya kalian tidak bisa leluasa memilih teman, ini challenge sebenarnya,” terang Defung.

Lebih lanjut Defung mengatakan, pun jika jenis tematik kompetensi tahun ini kembali diadakan, sistemnya akan sama: sesuai kebutuhan kantor atau lembaga. Kendati demikian, berdasarkan pengalaman beberapa tahun yang lalu, Defung mengaku pelaksanaan KKN tak maksimal karena adanya kelas sore di FEB.

“Konsen dari mahasiswa KKN itu ke masyarakat bukan di kantor. Kalau dulu memang mahasiswa kita banyak kelas sore karena kerja dan seterusnya. Kemudian dihadirkan KKN kompetensi dengan misalnya Senin sampai sekian di kantor, kemudian sore hari kembali ke posko dan itu kontrolnya tidak maksimal mungkin. Tapi, saya tetap menyarankan ada perwakilan yang membicarakan ini ke LP2M untuk pertemuan baik-baik, walaupun dari fakultas akan tetap bicarakan dari sisi institusinya mengenai masalah ini,” ucapnya.

Suara Baru dan Membandingkan KKN FEB dengan Fakultas Lain

Sebagaimana diketahui, ada tiga fakultas di Unmul yang pelaksanaan KKN-nya tidak bergabung LP2M. Mereka adalah Fakultas Teknik, Kedokteran, dan Farmasi. Pelaksanaan KKN tiga fakultas ini memang dikelola langsung oleh fakultas dengan mengelompokkan mahasiswa dan menempatkannya di lokasi tertentu.

“Nah, yang jadi permasalah kita di FEB adalah kalau tiga fakultas ini kan memang sedikit mahasiswanya, sedangkan FEB mayoritas, kita ada 723 mahasiswa. Maka solusi kita adalah KKN kompetensi atau penambahan kouta di tiga kota besar, Balikpapan, Samarinda, dan Kukar,” kata Freijae lugas.

“Mengenai Mahulu, saya memahami ketakutannya. Mungkin ada baiknya dari pihak LP2M untuk mengekspos Mahulu ini seperti apa kan tidak mesti di dekat perbatasan, Mahulu mungkin di sebelah dikitnya Kubar,” kata Defung.

Audiensi berlanjut dengan komentar mahasiswa. Pemaparannya tak jauh-jauh dari keluhan server, penambahan kuota, hingga biaya hidup di lokasi KKN yang jauh dari Samarinda. Komentar berbeda datang dari salah sau mahasiswa FEB, Suwondo. Ia mengatakan, harusnya LP2M telah melakukan uji coba server agar lebih siap, bukannya menjadikan mahasiswa sebagai kelinci percobaan setiap tahun. Ia juga menyebut, fakultas harus punya kewenangan mengatur KKN jenis tematik kompetensi.

“Kami siap untuk menjadi garda terdepan terkait perjuangan KKN kompetensi bisa dikelola fakultas kembali. Jangan salahkan kami jika ini menjadi isu besar di Unmul, kemungkinan Pak Susilo (Ketua LP2M) saya jamin bisa turun,” ancamnya.

Dahlia, mahasiswa lain turut bersuara. Ia menyayangkan ketiadaan asuransi bagi mahasiswa KKN tahun ini yang langsung dibalas tegas Defung. “KKN setiap tahun ada yang namanya asuransi, sedangkan tahun ini sama sekali ada walaupun tahun sebelumnya membayar Rp25 ribu-Rp30 ribu. Kenapa harus ada, karena untuk meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan,” kata Dahlia.

“Yang bilang tidak ada siapa? Karena sekarang tidak boleh dipungut dari mahasiswa. Saya tidak yakin asuransi tidak ada, itu jelas tidak masuk akal kalau tidak ada,” jawab Defung.

Jadi Pesuruh Musiman dalam KKN Kompetensi

“Pemikiran saya baru terbuka setelah saya mencari definisi KKN yang sebenarnya dan sejarahnya sampai diberlakukan di Indonesia, karena ketika mengetahui isu KKN kompetensi tahun ini dihapuskan, saya juga sempat menolak,” cerkas Praja.

Pernyataan itu cukup menohok. Pasalnya, sejak awal diskusi hanya berkutat pada tuntutan diberlakukannya kembali KKN tematik kompetensi. Namun, Praja menjelaskan pengalaman seniornya yang hanya jadi pesuruh selama menjalani KKN kompetensi di salah satu instansi. Ia malah mengusulkan PPL untuk mewadahi praktik keilmuan mahasiswa FEB sebagai jalan tengah, bukan KKN tematik kompetensi.

“Jadi, benar saja kalau KKN kompetensi ini dihapuskan ini menurut saya, untuk pengabdian ke masyarakatnya timpang karena kita hanya memikirkan program kerja yang mem-branding ketimbang masyarakatnya. Sedangkan tujuan dari KKN sendiri adalah pengabdian masyarakat,” pungkasnya.

Pernyataan itu ditanggapi Suwondo. “PPL oke, tapi jangan sampai PPL dilaksanakan KKN juga dilaksanakan. Itu kita rumuskan nanti, enggak usah bayang-bayang terlalu jauh. Untuk saat ini kita tetap menuntut,” kata Suwondo sengit.

Pernyataan Praja rupanya diamini Defung. Ia bercerita, bahwa pada 2016 ada mahasiswa yang disuruh jadi sipir tahanan dan jaga saat lebaran. Itu belum termasuk laporan mahasiswa yang jadi tukang fotokopi di instansi. Dari kasus-kasus ini Defung melihat ada celah untuk instansi ongkang-ongkang kaki, sebab pekerjaannya dikerjakan oleh mahasiswa KKN.

“Makanya saya bilang, mestinya Anda KKN sudah ada di Tridarma itu. Pendidikan, Anda sudah dapatkan dengan kuliah, kemudian penelitian dengan skripsi dan ini terakhir dengan pengabdian kepada masyarakat. Negara melalui kampus hanya meminta dua bulan. Bayangkan kalau Anda harus wajib militer seperti di Korea, mereka itu dua tahun,” ujar Defung.

Di akhir sesi, Defung berpesan, tuntutan mahasiswa ini akan dikomunikasikan kembali dengan pihak LP2M. Tetapi, jika mahasiswa sudah telanjur memilih gara-gara takut kehabisan kuota KKN tahun ini dan memilih Mahulu atau wilayah lain yang sulit dijangkau namun tidak bisa dibatalkan, Defung meminta untuk berpikir ‘lets do it only two month’ . Berpikir bahwa tidak akan selamanya di sana, berpikir bahwa ini tantangan untuk membangun.

“Hape canggih dibawa ke Mahulu masih ada aja lah siynal, masih ada lah internet, masih bisa lah posting-posting di Instagram. Kalau nanti ternyata Anda tidak bisa berkomunikasi justru itulah momennya untuk belajar, kan kalian tidak sendirian, loh ‘nanti teman sekelompok saya enggak kenal’, justru itulah challenge-nya, justru itulah seninya. Anda membangun, katanya berjuang demi rakyat, jadi harus fight,” tandasnya. (erp/aml/adl)