Alam Tumpuan, Mari Lestarikan!

Alam Tumpuan, Mari Lestarikan!

SKETSA – Lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan ruang dengan semua yang hidup di dalamnya, termasuk manusia. Hampir setiap saat kita bergantung pada alam, hingga tanpa disadari karena ketergantungan tersebut kita malah merusak lingkungan tersebut. Didasari rasa prihatin tersebut, Majelis Umum PBB kemudian menetapkan World Environment Day (WED) atau Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap 5 Juni sejak tahun 1972. Melalui peringatan ini setiap orang diajak untuk meningkatkan kesadaran guna mendukung dan mendorong kampanye pelestarian lingkungan hidup di dunia, termasuk di Indonesia.

Dikutip dari laman resmi United Nations Environment Programme (UNEP) http://www.worldenvironmentday.global yang merupakan badan khusus PBB untuk kampanye Hari Lingkungan Hidup, merilis tema tahun ini yakni “Connecting People to Nature” atau “Berhubungan dengan Alam”. Tema ini berisi ajakan kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan alam, mengenali dan menikmati keindahan alam, kemudian tergerak untuk melindungi bumi. Kita kembali disadarkan seberapa erat hubungan manusia dengan alam, sehingga kita bisa menjaga hubungan dengan alam. Lantas, bagaiamana kondisi lingkungan kini?

Untuk itu, ada dua mahasiswa aktif berperan di bidang lingkungan yang memberikan tanggapannya. Seperti Mayang Sari, Kepala Unit Lingkungan Hidup Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapa) Unmul. Melihat kondisi lingkungan saat ini, Mayang mengaku prihatin, sebab berbagai persoalan lingkungan yang seakan diabaikan.

Sebagai mahasiswa yang aktif di kegiatan pencinta alaman, ia menekankan pemerintah agar lebih tegas dalam merealisasikan peraturan yang ada. Seperti ruang terbuka hijau semestinya 30 persen. Serta perusahaan tambang mesti mereklamasi lubang tambangnya. Sudah menjadi konsekuensi, jika menggali lubang dan kemudian menutupnya kembali. Namun, tidak bagi perusahaan tambang yang bandel, lantas menelan tumbal. Menelisik soal tambang, kawasan karst pun tidak terelakkan dari kerusakan yang terjadi.

Rusaknya kawasan karst berawal dari penebangan vegetasi yang dijadikan kawasan tambang tadi. Akibatnya, tidak ada area penangkapan hujan, lalu jadilah banjir atau bahkan longsor. Meski begitu, pemerintah tetap memberikan izin kepada para pengusaha tambang, dengan dalih banyaknya yang bisa dimanfaatkan di kawasan karst ini.

Sayangnya, dalih tersebut mengesampingkan fakta bahwa mengusik kawasan karst, praktis membuat lainnya turut terusik, misalnya saja air. Notabene, air adalah kebutuhan vital masyarakat. Baik untuk dikonsumsi, maupun kebutuhan sehari-hari lainnya.

Dikutip dari www.jatam.org di pelosok Kalimantan Timur, yakni Sangkulirang-Mangkalihat terdapat pegunungan karst yang bukan sekadar sumber air, tapi juga menjadi pangkal sungai-sungai besar Kalimantan. Selain itu, ia adalah rumah bagi satwa endemik dan bagian kehidupan masyarakat adat Dayak Basap. Bisa dibayangkan ketika kawasan ini disentil menjadi tambang, keseimbangan yang tadi terjaga, buyar seketika.

“Kami aktivis lingkungan sangat menolak keras penambangan kawasan karst, karena kita sudah melihat akibat nyatanya yang terjadi di Kendeng, Pati Jawa Tengah, ketika kawasan karst itu hilang," tegas Mayang.

Mayang serta rekannya di Imapa, turut menginvestigasi kerusakan lingkungan yang telah diekspoitasi. Dari hasil investigasi tersebut, dijadikannya bukti untuk menuntut pemerintah serta perusahaan terkait. Nantinya, mereka juga mengkampanyekan hal ini pada masyarakat. Sembari itu, pihaknya akan mengawasi pemerintah dalam mengeluarkan izin tambang, maupun pendirian pabrik semen di kawasan karst.

“Semoga pemerintah lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait permohonan izin eksploitasi tambang dan mempertimbangkan kerugian lingkungan yang terjadi kedepannya,"imbuhnya.

Di sisi lain, Andhika Wirabuana, Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (Himateli) Unmul merasa minimnya kesadaran lingkungan di tingkat kampus. Sadar akan hal itu, melalui jurusannya tersebut banyak upaya demi pelestarian lingkungan yang nantinya diterapkan di lingkungan masyarakat. Misalnya, instalasi pengolahan limbah, rekayasa limbah padat, serta teknologi lingkungan tepat guna lainnya.

Hal itu bisa diterapkan dengan baik bila pembangunan dan pengembangan berjalan seirama dengan peraturan yang ditaati. Lebih dalam, Andhika menilai permasalahan di kampus perlu adanya integrasi dengan berbagai elemen. Untuk itu jurusanya bersama Himateli siap menjadi pelopor, pemberi masukan dan menemukan solusi yang tepat.

Upaya pelestarian lingkungan kiranya tak sampai pada hari jadinya saja, namun terus-menerus. Manusia tidak kaya, tapi alam yang memperkaya. Sebab, alamlah tumpuannya.

“Luangkan waktu kita sejenak untuk mengetahui kondisi lingkungan kita, agar kita lebih bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam kita,"tutupnya. (wil/jdj)