Hari Besar

Peringati Hari Jadi, PBB Soroti Masalah Perubahan Iklim

Peringatan Hari PBB ke-74.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: cnnindonesia.com

SKETSA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan di San Francisco, Amerika Serikat pada 24 Oktober 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II. Namun, Sidang Majelis Umum yang pertama baru diselenggarakan pada 10 Januari 1946 di Church House, London yang dihadiri oleh perwakilan dari 51 negara.

Saat ini terdapat 193 negara yang menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam PBB menyatakan independensinya masing-masing. Sebagai organisasi yang menggerakkan kerja sama internasional, PBB menjadi wadah untuk menjaga perdamaian dan kesatuan dunia, serta memajukan hubungan internasional dalam bidang budaya, lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Hari ini, PBB memperingati hari kelahirannya yang ke-74. Semakin banyak kasus-kasus yang perlu ditangani oleh PBB dalam roda kepengurusannya. Salah satu yang menjadi pembahasan teratas dalam Sidang Majelis Umum PBB 2019 pada 23 September lalu adalah krisis perubahan iklim. Jika ditilik lebih dalam, masalah perubahan iklim kini menjadi masalah serius hingga berbagai kalangan turun untuk menyuarakan isu ini.

Berdasarkan laporan perubahan iklim dan pemanasan global dari PBB, disebutkan bahwa 2019 menjadi tahun 'terpanas' dalam periode lima tahun terakhir. Dalam laporan tersebut juga tertera rata-rata suhu global pada 2015-2019 berada dalam jalur 'terpanas'.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan saat ini dunia semakin memiliki kesenjangan terkait perubahan iklim. Laporan terbaru merinci sejauh mana kesenjangan yang harus dilakukan dengan apa yang terjadi semakin melebar. Alih-alih berkurang, karbon dioksida tumbuh dua persen pada 2018, mencapai rekor tertinggi 37 miliar ton.

Tidak sampai di situ, gelombang panas dalam perubahan iklim ini menjadi sesuatu yang amat disoroti, sebab semakin banyak lapisan es di bumi yang semakin terkikis. Secara keseluruhan, jumlah yang hilang dari lapisan es Antartika meningkat enam kali lipat setiap tahun dalam rentang 1979 dan 2017. Sementara itu, hilangnya gletser pada 2015-2019 juga merupakan rekor tertinggi dalam periode lima tahun terakhir.

Hal tersebut diperparah dengan adanya musim panas tahun ini, yang kemudian termasuk bulan terpanas yang pernah tercatat. Pada Juli lalu terjadi kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kutub Utara.

Sekitar 60 kepala negara kemudian berencana untuk berbicara dalam KTT Aksi Iklim pada Senin (23/9) malam waktu New York, di mana para pejabat akan mengumumkan inisiatif yang mencakup emisi karbon bersih.

Namun, sejauh ini belum hasil konkret yang keluar sebagai bentuk implementasi dalam KKT tersebut. Saat ini PBB tidak memiliki badan khusus yang dapat bertugas memberantas polusi di seluruh dunia. Ini yang kemudian membuat PBB menunggu negara-negara yang menjadi anggota PBB bergerak untuk masalah perubahan iklim ini.

Perubahan iklim harus ditanggapi sebagai masalah serius yang memengaruhi kehidupan masyarakat secara global. Harapannya, PBB tidak hanya memberi imbauan mengenai bahaya perubahan iklim. Tetapi juga mampu menggerakkan masyarakat dunia untuk mengatasi masalah ini. (len/wil)



Kolom Komentar

Share this article