Hari Besar

Refleksi Peringatan Hardiknas: Tantangan dan Harapan Peningkatan Pendidikan di Unmul

Bukan hanya fasilitas yang kurang, Sarana Pendidikan Unmul masih minim akan dukungan kepada penyandang disabilitas

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumbar Gambar: Aditya/Sketsa

SKETSA - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei di Indonesia merupakan penghormatan terhadap Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi rakyat Indonesia. 

Tidak hanya itu, Hardiknas juga menjadi momentum menghargai peran pendidikan dalam pembangunan negara, serta mengingat betapa berharganya aksesibilitas terhadap pendidikan tinggi. 

Menyikapi peringatan Hardiknas, Naufal Banu Tirta Satria selaku Presiden BEM KM Unmul menjelaskan beberapa hal terkait rencana BEM KM dalam merayakan Hardiknas. 

Mahasiswa yang kerap disapa Banu itu menyatakan bahwa BEM KM dan organisasi mahasiswa (Ormawa) lainnya merencanakan aksi dan mimbar bebas yang akan diisi oleh mahasiswa Universitas Mulawarman. Agenda tersebut sukses terlaksana di Karang Temu Unmul pada Kamis (2/5) lalu. 

Banu juga menjelaskan bahwa BEM KM telah melakukan berbagai upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM), seperti persiapan dan pembekalan magang untuk Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), dan Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB).

Tidak hanya itu, mereka juga menyelenggarakan latihan keterampilan manajemen mahasiswa serta melakukan pengabdian masyarakat dengan mengajar di daerah-daerah yang memiliki fasilitas pendidikan rendah.

Meski begitu, Banu menyatakan bahwa akses pendidikan di Unmul masih membutuhkan peningkatan dan pembaruan untuk meningkatkan fasilitas, sarana, dan prasarana di kampus tersebut. Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya akses pendidikan yang merata dan berkualitas.

Selaras dengan pernyataan Banu, Akbar Thunjung selaku mahasiswa FISIP juga menyoroti tantangan yang masih  dialami dalam memperbaiki aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. 

“Menurut saya akses kampus Unmul sendiri masih cukup jauh dari sempurna dikarenakan masih banyak gedung kampus yang hanya memiliki tangga tanpa ada area untuk teman-teman yg menggunakan kursi roda. Selanjutnya untuk area jalan pejalan kaki itu sangat minim hanya beberapa daerah di kampus yg memiliki fasilitas tersebut, sisanya? Nihil tidak ada,” ujar Akbar dalam wawancara daring pada Senin (29/4) lalu.

Menghadapi tantangan ini, Unmul perlu terus berupaya untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi semua mahasiswa dan stafnya. 

Sementara itu, M. Khuzaifah Al-Amin, mahasiswa FISIP, mengaku bahwa akses di Unmul relatif baik. Namun ia turut menyoroti beberapa kekurangan, seperti kondisi jalanan yang tidak selalu optimal.

“Untuk saya pribadi akses di kampus Unmul ini lumayan baguslah. Kalau dalam hal lalu lintasnya itu bagus, tapi mungkin ada beberapa jalan yang kurang baik lah. Ada yang berlubang seperti itu,” tutur Khuzaifah dalam wawancara daring pada Senin (29/4) lalu.

Selain itu, terdapat keprihatinan terkait perbandingan antara biaya UKT yang tinggi dengan fasilitas yang tidak selalu sebanding, khususnya di FISIP. 

“Mungkin khususnya untuk saya yang berkuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, UKT yang saya dapatkan itu termasuk UKT yang cukup mahal lah karena seperti yang kita tahu mahasiswa FISIP, Fakultas Ilmu Politik belum mendapatkan sarana dan prasarana yang cukup layak lah. Karena UKT yang lumayan tinggi tetapi apa yang kita dapatkan tidak sesuai fasilitasnya mungkin,” terang Khuzaifah.

Menurut Akbar dan Khuzaifah, para mahasiswa, khususnya mahasiswa FISIP tidak mendapat fasilitas yang memadai sesuai dengan UKT yang dikeluarkan. 

Seperti parkiran dan bangunan yang sempat terdampak longsor beberapa waktu lalu. Belum lagi ruang kelas yang kurang nyaman karena air conditioner (AC) yang tidak berfungsi dengan baik. 

Peningkatan aksesibilitas bukan hanya tentang memperbaiki infrastruktur fisik, melainkan juga tentang mengubah budaya dan sikap terhadap kebutuhan orang-orang yang menyandang disabilitas. 

Dengan memperhatikan dan mengatasi tantangan ini, Unmul dapat menjadi contoh yang lebih baik dalam menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua mahasiswa dan stafnya.

Terakhir, Banu berharap agar Universitas Mulawarman terus melakukan perkembangan agar dapat bersaing dengan universitas lain di Indonesia menuju status International World Class University. Hal ini diharapkan juga akan berdampak positif pada kesejahteraan mahasiswa. (xel/ali)



Kolom Komentar

Share this article