Hari Besar

Merayakan Hak Asasi Binatang dengan Menghargai Kehadiran Mereka

Peringatan Hak Asasi Binatang, 15 Oktober 2019.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: Google.com

Siapa yang tidak tahu hak asasi manusia (HAM)? Bahkan HAM sendiri telah diajarkan sejak bangku sekolah dasar. HAM membicarakan hak-hak dasar manusia yang sudah dimiliki sejak berada dalam kandungan, dan berlaku untuk seluruh manusia di dunia (universal). Tapi, HAM hanya berlaku untuk manusia. Lalu, bagaimana dengan makhluk hidup lainnya, khususnya binatang? 

Tahukah kalian, bahwa mereka juga memiliki hak yang sama dengan manusia?

15 Oktober ditetapkan untuk memperingati Hari Hak Asasi Binatang oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau World Organisation for Animal Health (dikenal dengan Office International des Epizooties atau OIE). Hewan tidak mampu memperjuangkan hak mereka, maka manusia yang harus bergerak memperjuangkan hak asasi mereka. 

Tidak perlu muluk-muluk, mulailah dari hewan peliharaan, tentu saja bagi yang memilikinya. 

Kucing atau anjing, Beo, bahkan Arwana yang harganya menyamai harga gawai untuk gaming. Sebagai majikan yang baik, memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan hewan yang dipelihara merupakan suatu kewajiban. 

Hope, Orang Utan Korban Penembakan 

Sempat viral, seekor induk orang utan didapati dengan 74 peluru bersarang di tubuhnya. Parahnya, anak induk orang utan yang baru berusia satu bulan juga mati ketika dievakuasi karena kekurangan nutrisi dan kelaparan. 

Kronologi yang terjadi pada Maret 2019 lalu ini berawal saat induk orang utan masuk ke kawasan kebun sawit milik warga. Orang utan itu dianggap mengganggu oleh warga. Padahal, ini terjadi karena tempat tinggal orang utan yang semakin sempit karena ulah manusia. Akibat dari tembakan tersebut, kedua mata Hope buta dan tidak memungkinkan untuk dilepas kembali ke alam liar. 

Sedangkan, dua remaja yang menembak Hope hanya diberikan sanksi sosial berupa azan di kota Subulussalam selama satu bulan. Alasannya karena kedua remaja tersebut masih di bawah umur, yaitu 16 dan 17 tahun. 

Menurut saya, sanksi tersebut dikhawatirkan tidak akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku. Memang terdapat Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, tetapi tindakan kedua remaja tersebut di atas kewajaran anak di bawah umur. Juga peredaran senapan angin patut dipertanyakan. Bagaimana bisa anak di bawah umur memegang senapan angin, bahkan menembakkannya? 

Seharusnya kedua remaja itu terjerat UU No. 5 Tahun 1990 terkait observasi sumber daya alam dan ekosistemnya dan disanksi sesuai dengan usia kedua remaja tersebut. 

Populasi Orang Utan yang Mengkhawatirkan 

Orang utan termasuk dalam kategori satwa yang terancam punah. Khususnya di Kalimantan sendiri, populasi orang utan diperkirakan sekitar 35.000-55.000 ekor dan semakin parah, bahkan menyamai jumlah populasi orang utan di Sumatera yang kritis. Diketahui memang cukup sulit untuk mengetahui jumlah pasti orang utan dikarenakan tempat tinggal mereka berada jauh di dalam hutan. 

Menurunnya jumlah populasi orang utan memiliki alasan klasik, yakni dirampasnya tempat tinggal orang utan untuk kepentingan manusia. Deforestasi semakin menjadi, kemudian perburuan serta penangkapan orang utan untuk dijual semakin liar. Kabarnya, ketika keluar dari hutan, harga yang dipatok untuk orang utan per ekornya seharga Rp500.000,00. Namun, akan berbeda jika sudah masuk ke pelabuhan, stasiun ataupun terminal. Bisa mencapai jutaan. 

Kita semua tahu, bahwasanya Kalimantan Timur (Kaltim) akan menjadi ibu kota. Dari sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara hingga Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim. Otomatis, hutan di Kaltim akan semakin dipangkas untuk kepentingan pembangunan ibu kota. 

Tentunya, hal ini tak luput dari mahasiswa yang setuju akan akibat dari pembangunan ini. Di mana menyebabkan kerugian pada alam, hutan, juga satwa di Kaltim. Berbagai macam pembahasan di kelas, maupun diskusi di luar kelas tidak ada habisnya membahas kerugian yang nantinya akan berdampak besar pada alam Kaltim.

Saya selalu berharap, manusia dan binatang mampu memenuhi hak mereka masing-masing, meski faktanya hewan tidak bisa menyampaikan dan menyuarakan hak mereka. Maka, siapa yang harus menyuarakan hak mereka? Tentu saja kita sebagai manusia yang berakal. 

Kita pun dapat membantu mereka pada perayaan Hak Asasi Binatang kali ini. Hari ini, tertanggal 15 Oktober, marilah kita bersama-sama melindungi dan melestarikan mereka. Agar anak cucu kita bisa tahu indahnya ciptaan Tuhan yang sangatlah beragam.


Ditulis oleh Muhammad Khusairi, mahasiswa Ilmu Ekonomi, FEB 2018. 



Kolom Komentar

Share this article