Hari Besar

Lika-liku Sejarah Pers di Indonesia

Hari Pers Nasional

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Tabloid Jubi

SKETSA – Jurnalisme di Indonesia, ada karena semangat menyuarakan informasi yang bermanfaat bagi publik, gelora menyuarakan kebenaran dan keadilan. Kekuatan ini membuat api semangat jurnalisme masih menyala dan bertahan sampai detik ini.

Hari Pers Nasional (HPN) diselenggarakan setiap tahun pada 9 Februari bertepatan dengan ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 05 Tahun 1985 yang ditandatangani Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.

Dewan Pers kemudian menetapkan HPN dilaksanakan setiap tahun secara bergantian di ibu kota provinsi se-Indonesia.

Tentu terdapat cerita sejarah di balik penetapan HPN. Seperti adanya peran wartawan dalam pemberitaan yang membangkitkan kesadaran masyarakat serta menyulut perlawanan rakyat untuk meraih kemerdekaan.

Dengan ditetapkannya HPN, erat hubungannya dengan PWI, bahkan menjadi salah satu butir dari hasil kongres PWI ke-28 di Padang pada tahun 1978. Dalam kongres tersebut, tokoh-tokoh pers sepakat untuk memperingati HPN guna  memeringati kehadiran dan peran pers Indonesia dalam lingkup nasional.

Peringatan HPN diharapkan menjadi pengingat bahwa pers dan masyarakat perlu berbenah untuk mewujudkan cita-cita Indonesia.

Dilansir dari kompas.com, Soeharto menegaskan bahwa pers muncul sebagai obor penerangan. Soeharto juga memberikan penjelasan mengenai GBHN 1983 dan berusaha mengembangkan pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab.

“Pertumbuhan dan peningkatan pers nasional akan memberikan nilai positif bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia,” kata Soeharto.

Dalam mengungkap kebenaran, pers  kerap mengalami pasang surut dalam menjalankan tugas sebagai pewarta, mulai dari diancam oleh kolonialisme hingga kebebasannya yang dibungkam oleh pemerintah.

Bahkan di zaman orde baru, pers mengalami kemunduran dan menjadi sejarah terburuk di Indonesia dengan adanya pembredelan pers yang anti pemerintah rezim Soeharto dan seluruh kroninya. Berbagai tindakan intimidasi, teror, hingga pembunuhan diterima wartawan.

Sejak era reformasi, pers mendapat angin segar tatkala Soeharto mundur dari jabatanya. Setelah orde baru runtuh, pers mulai menggeliat. Jumlah media massa baik cetak maupun elektronik terus berkembang. Apalagi kebebasan pers dilindungi oleh undang-undang (UU) dan memiliki wadah yakni Dewan Pers.

Jalan Pers Mahasiswa

Perkembangan dan semangat pers juga menjalar hingga ke kampus-kampus di Indonesia. Seperti pers pada umumnya, keberadaan pers mahasiswa (persma) punya tugas yang sama yakni mengawal birokrat kampus agar tak salah arah.

Meski terkadang nurani harus dipertaruhkan untuk sekadar memilih berjalan sesuai kode etik atau menjaga nama baik. Ada pers ada ancaman, perjalanan persma juga tidak mulus, banyak yang mendapat intervensi hingga pembekuan pengurus.

Dilansir dari persma.org, BP Advokasi Nas PPMI mencatat terdapat 58 jenis represi dari 33 kasus terhadap persma selama 2017-2019. Jenis represi paling sering dialami oleh persma yakni intimidasi, pemukulan, ancaman drop out (DO), kriminalisasi, dan penculikan.

Seperti halnya yang dialami BPPM Balairung UGM yang mengungkap kasus Agni malah mendapat kriminalisasi dari Polda Yogyakarta. Kemudian, seluruh pengurus Suara USU diberhentikan oleh rektor karena memuat ‘cerpen LGBT’ dan masih banyak lagi.

Dilema karena berlindung di bawah payung rektorat terkadang membuat gerakan persma tidak leluasa. Dua kasus di atas jadi bukti nyata, namun apapun alasannya tidakan birokrat dalam membungkam persma tetap tidak ada benarnya.

Sudah seharusnya persma bekerja sesuai dengan porsinya, birokrat harus paham bahwa persma bukanlah humas kampus yang hanya memberitakan yang baik-baik saja. Juga tidak mencari ‘kejelekan’ semata, namun sebagai penyeimbang agar arus informasi birokrat dan mahasiswa terus ada.

Kami, LPM Sketsa mengucapkan selamat Hari Pers Nasional untuk seluruh insan pers Indonesia, terkhusus pers mahasiswa. Semoga semangat persma selalu ada dan terus berkarya dengan segala keterbatasan yang ada. (ina/wil)



Kolom Komentar

Share this article