Kesehatan Jiwa Saat Ini
World Mental Health Day 2019.
Sumber: kompas.com
SKETSA - 10 Oktober menjadi peringatan Kesehatan Mental Sedunia. yang mana Meski begitu, kesehatan mental hingga kini masih kerap menjadi topik yang dianggap remeh sebagian orang. Padahal kesehatan mental bisa mengarah ke hal serius, salah satunya bunuh diri. Ironisnya, bunuh diri akibat gangguan mental menjadi penyebab kematian terbesar kedua di dunia di usia 15 hingga 29 tahun.
Khusus untuk tahun ini, tema yang diangkat ialah Mental Health Promotion and Suicide Prevention atau Promosi Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri, sebagaimana dikutip dari laman resmi Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental (WFMH) melalui tirto.id. Tujuannya agar semua lebih sadar dan peka dengan kesehatan mental secara individual dan juga peduli dengan orang lain yang membutuhkan bantuan secara psikologis. Di Indonesia, diakui Elda, salah satu dosen Psikologi Unmul, saat ini kepedulian terhadap kesehatan mental sudah semakin membaik dengan banyaknya gerakan-gerakan pencegahan dari masyarakat untuk membantu mengingatkan pentingnya kesadaran kesehatan mental sejak di usia remaja. Kesadaran kesehatan mental bukan hanya ditujukan kepada orang yang sedang mengalami gangguan, namun juga orang yang sehat agar lebih waspada.
Seperti ketika seorang mahasiswa mengerjakan tugas tapi memiliki kendala yang tak bisa diselesaikan sendiri, seharusnya ia bisa lebih peduli dan waspada terhadap mentalnya. Salah satu cara mencari solusi dengan mengomunikasikan dengan orang lain untuk mencari bantuan.
Biasanya ketika ada masalah, beberapa akan lebih memilih untuk diam. Hal itu dikarenakan tidak tahu dan tidak mau mencari bantuan. Bisa juga karena takut mendapatkan celaan dari sekitar jika ia menceritakan masalahnya.
Cara yang bisa dilakukan lakukan ketika ingin membantu teman yang punya permasalahan yaitu dengan mendengarkan aktif dan menunjukan empati kita untuk melindungi apa yang orang itu rasakan. Sebagai pendengar, kita perlu aktif bertanya apa yang dia rasakan meskipun nanti kita tau jawaban sebenarnya.
"Ketika bercerita ke orang lain justru muncul insight sendiri yaitu pikiran yang kita sudah tau sebelumnya tapi kita mengelak terhadap pikiran itu," ujarnya saat ditemui Kamis, (10/10) lalu.
Faktor-faktor
Faktor penyebab munculnya rasa tertekan yang dialami dan berdampak pada kesehatan mental ada banyak. Di antaranya dikatakan Elda yaitu karena orang tersebut tidak bisa mengeluarkan masalahnya yang terlalu banyak, seperti halnya balon jika diisi angin terus menerus nantinya akan meletus.
"Kalau sudah pecah untuk mengembalikannya pun sulit dan memerlukan waktu yang lama dan itu pasti ada bekas yang ditinggalkan," tambahnya
Kedua, ialah kurang bersyukur atas diri sendiri. Misalnya ketika mendapatkan hal yang tak diinginkan, seperti celaan yang selalu menghantui pikirannya. Meskipun orang tersebut tentunya memiliki kelebihan yang dimiliki yang tidak dimiliki orang lain.
"Karena meskipun mendapat sesuatu yang buruk, kita enggak tau apa hikmah di balik itu. Sebaiknya kita introspeksi diri dengan menceritakannya dengan orang yang paling dipercaya," jelasnya.
Terakhir, denial terhadap dirinya sendiri. Ia tak ingin mengakui kalau sedang butuh pertolongan. Jika masalah terlalu menumpuk, ia bisa saja melakukan hal yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Pengaduan permasahan psikis di Unmul sudah terfasilitasi dengan formulir gratis yang bisa diakses melalui web psikologi.
Sudut Pandang Mahasiswa
Guna mengulik lebih jauh mengenai pemahaman kesehatan mental, Sketsa melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa. Menurut Dinda Hana Pratiwi, kesehatan mental merupakan kondisi di mana seseorang berusaha memposisikan keadaan psikis dan batin untuk tetap dalam keadaan stabil. Stabil yang dimaksud ialah keadaan tanpa adanya gangguan kecemasan, stres dan sebagainya. Di mana keadaan stabil adalah keadaan tanpa adanya gangguan seperti kecemasan, stres, dan lain sebagainya.
Saat ditanya mengenai pengalamannya, mahasiswi yang kerap disapa Dinda itu mengaku pernah merasakan tertekan dan berpengaruh terhadap mentalnya. "Kalau tertekan itu pernah, waktu awal kuliah sih sekitar semester 3," ungkapnya saat ditemui Rabu (9/10) lalu.
Dinda menjelaskan bahwa perasaan tertekan yang ia alami itu terjadi karena banyaknya tugas mata kuliah sevara berkelompok, dan terasa seperti tugas individu. Ia merasa hanya bekerja sendiri dalam tugas tersebut.
"Tapi itu dulu, kalau sekarang sudah diajarkan self talk, motivasi diri yang seperti itu. Jadi kalau ada lagi, ya dijalanin aja," sarannya.
Kalau Dinda pernah merasa tertekan karena tugas kelompok, lain halnya dengan Esmaya Regita. Mahasiswi kedokteran ini berujar bahwa ia acap kali mendengar dari beberapa teman-teman dari angkatan yang lebih tinggi, kalau tekanan utama mereka adalah rasa takut harus berlama-lama kuliah.
"Kedokteran kan kuliahnya lumayan lama ya, kebanyakan temen di sini itu baru mulai mengurus skripsi di semester 8. Karena semester sebelumnya masih sibuk tugas mata kuliah," jelas mahasiswi yang kerap disapa Esmaya ini. Waktu tercepat kelulusan di Kedokteran Unmul adalah 5 tahun perkuliahan, dan dari keterangan Esmaya hal itu sangat jarang terjadi.
Sedangkan untuk dirinya, Esmaya berujar bahwa ia beberapa kali merasa sedikit tertekan. "Dulu itu waktu nilai aku anjlok, itu sempet(tertekan). Kalau akhir-akhir ini, perkataan orang tua buat bisa koas tahun depan," jelas mahasiswa angkatan 2016 ini. Esmaya memiliki kebiasaan tersendiri yang kerap dilakukan saat merasa tertekan."Biasanya kalau udah begitu, aku pasti luangin waktu buat nge-refresh diri. Pergi ke mana gitu sendiri aja," terangnya.
Esmaya berujar kalau menurutnya setiap orang memiliki cara sendiri dalam mengatasi rasa tertekannya, dan untuk dirinya dengan me-refresh diri membuatnya merasa lebih tenang dan mampu berpikir dengan lebih positif untuk mencari tahu penyebab perasaan tertekan. (fqh/ycp/adl)