95 Tahun Sumpah Pemuda: Generasi Muda dan Tantangan Merawat Semangat Persatuan di Masa Kini
Merenungi 95 tahun semangat Sumpah Pemuda
Sumber Gambar: Republika.co.id
SKETSA – Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa besar bersejarah yang mempersatukan Bangsa Indonesia. Diperingati setiap 28 Oktober, Hari Sumpah Pemuda memberikan euforia semangat kebangkitan dan persatuan dari pemuda di Indonesia. Munculnya Peristiwa Sumpah Pemuda menandakan kesadaran pemuda Indonesia untuk berjuang bersama dan meninggalkan marwah perjuangan bersifat kedaerahan.
Hal ini menjadi pemantik api sejarah pergerakan pemuda di Indonesia. Rasa nasionalisme dan kekuatan pemuda terbendung dalam isi sumpah sakral yang telah diucapkan. Euforia itu tergambar pula dari sejarah tonggak awal Sumpah Pemuda terbentuk.
Sejarah Sumpah Pemuda
Perkumpulan pemuda di kala tahun 1928 adalah pemicu lahirnya sumpah pemuda. Oleh karena kongres pertama belum memuaskan dahaga akan persatuan yang diinginkan, para pemuda saat itu menginisiasi kongres untuk kedua kalinya yang akan dihadiri oleh sembilan perkumpulan pemuda dari seluruh Indonesia. Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia adalah orang-orang di balik peristiwa bersejarah itu.
Kongres pemuda kedua dilaksanakan dari tanggal 27 sampai dengan 28 Oktober 1928 di tiga lokasi berbeda, yaitu Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw. Berjalan dengan khidmat, kongres kedua pemuda Indonesia ini kemudian ditutup dengan mendengarkan lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman melalui lantunan biola.
Intisari pidato-pidato pemuda yang hadir pada saat itu kemudian melahirkan sebuah sumpah yang menjadi azas wajib bagi seluruh perkumpulan bangsa Indonesia.
PERTAMA
KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA,
MENGAKU BERTUMPAH DARAH YANG SATU,
TANAH INDONESIA.
KEDUA
KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA,
MENGAKU BERBANGSA YANG SATU,
BANGSA INDONESIA
KETIGA
KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA,
MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN,
BAHASA INDONESIA.
95 Tahun Lahirnya Sumpah Pemuda
Kini, 95 tahun sejak peristiwa sejarah itu mewarnai pergerakan pemuda Indonesia. “Bersama Majukan Indonesia” menjadi tema yang diusung untuk kembali memperingati semangat pemuda Indonesia tahun ini. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menampilkan logo Sumpah Pemuda dengan filosofi warna “Power Rangers” yang dianggap memiliki keahlian dan karakter yang berbeda, namun dapat menghadapi musuh bersama.
Merah, biru, kuning, hijau, dan merah muda menjadi warna yang menggambarkan keberanian, kejeniusan, kreativitas, optimisme, dan keromantisan yang melekat dan menjadi kekuatan anak muda. Tokoh Power Rangers dinilai memiliki esensi dari Sumpah Pemuda yang tercermin dari budaya gotong royong dan persatuan dalam mencapai tujuan bersama.
Terlepas dari filosofi logo yang diproduksi oleh Kemenpora tersebut, berbagai pertanyaan yang muncul kemudian harus menjadi suatu permasalahan yang disoroti. Apakah semangat yang selama 95 tahun terus-menerus digembar-gemborkan sesuai dengan situasi pemuda Indonesia belakangan ini? Bagaimana kemudian urgensi inti Sumpah Pemuda terhadap generasi muda di masa kini?
Esensi Peringatan Sumpah Pemuda terhadap Generasi Muda
Sumpah Pemuda hadir dari para pemuda dengan semangat dan kemauan tinggi dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Perhelatan yang mereka gelar berkali-kali menunjukkan keseriusan dan keoptimisan dalam membangun persatuan.
Perjuangan-perjuangan yang mulanya bersifat kedaerahan berhasil bersatu membentuk kekuatan besar dalam ikrar yang mereka janjikan. Tak ayal, 95 tahun peringatannya selalu dibumbui kampanye-kampanye agar generasi muda memiliki semangat yang sama dalam mencontoh para pendiri pemersatu bangsa.
Nyatanya, banyak dari generasi muda yang mulai acuh tak acuh dengan kondisi negara. Individualisme yang semakin mengakar dengan berbagai tuntutan kapitalisme memperparah keadaan ini. Masih sedikit dari generasi muda yang saat ini berminat dan tertarik untuk mengikuti organisasi atau perkumpulan-perkumpulan anak muda.
Fenomena itu tergambarkan dari mulai sedikitnya perkumpulan anak muda yang masih membahas isu-isu kritis hingga sepinya peminat organisasi-organisasi, baik organisasi di kampus maupun kedaerahan. Alasannya beragam. Ada yang lebih memilih mementingkan akademis, ada yang disibukkan mencari nafkah untuk menopang hidup, ada juga yang malas mengikuti organisasi dengan budaya senioritasnya, bahkan ada pula yang muak dengan keadaan negara dan lebih memilih fokus pada kepentingan masing-masing.
Bagi mereka yang sudah memilih berorganisasi pun masih menuai berbagai pro dan kontra. Pergerakan yang tak sejalan dan kerap dilakukan masing-masing, sesuai dengan kepentingan yang diangkat menjadi momok nyata saat ini. Hal itu seolah merefleksikan kembali keadaan yang terjadi sebelum adanya Sumpah Pemuda. Berjuang dalam wilayah dan lingkarannya sendiri.