Event

Menyuburkan Kesadaran Berwiraswasta

Ahmad Eka Bayu, salah satu pemateri Seminar Bisnis oleh UKM Student Entrepreneur Community (SEC) FISIP. (Foto: Darul Asmawan)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – “Berbisnis itu harus paham ilmunya. Contohnya begini, sama saja seperti Anda sudah di ruang ujian, akan tetapi Anda belum mempelajari materi ujian sama sekali. Apa yang akan terjadi? Anda akan menuai kegagalan,” kata pengusaha muda asal Kota Samarinda, owner warung makan Ayam Goreng Jagoan, Ahmad Eka Bayu.

Di waktu berbeda, owner Geprek Express dan Tuantanah, Gusfiannur lebih spesifik memberi dorongan moril bagi 70-an lebih peserta yang mayoritas mahasiswa untuk berwirausaha.

“Buatlah bahwa salah satu lini usaha yang Anda geluti (nanti) harus jadi brand paling terkenang di kepala pelanggan,” dorong alumnus Ilmu Komputer Unmul itu.

Pesan di atas hanyalah sedikit dari deretan pesan yang dilontarkan duo aktivis komunitas Tangan di Atas (TDA) ini. Para pengusaha muda yang umurnya belum lagi kepala tiga tersebut, silih-berganti mengisi sharing kewirausahaan dalam agenda Seminar Bisnis bertemakan “Berani Gagal = Berani Sukses”.

Agenda yang tergelar pada Sabtu (13/5), di ruang sidang prodi Hubungan Internasional itu digawangi oleh UKM Student Entrepreneur Community (SEC) FISIP.

Ahmad Eka Bayu yang mengampu materi di sesi perdana, lebih fokus menghikayatkan pengalaman pribadinya. Bagi dia, kesuksesan seorang pengusaha itu membuat banyak orang terbohongi.

“Mereka hanya memandang keberhasilan seorang pengusaha dari sisi suksesnya saja, padahal deretan kegagalan yang menghadang juga luar biasa banyaknya. Bahkan saat sukses, kegagalan masih terus saja membayang,” kisahnya.

Demi mengurangi risiko gagal dalam berwirausaha, terkhusus bagi para pemula, Bayu mendorong peserta agar memilih sektor usaha yang minim risiko. Kemudian percaya diri saja terhadap sektor usaha yang digeluti itu. Jika prinsip ini terlaksana, maka pasti usaha tersebut akan jalan.

Bayu juga memberi satu tips penting, terutama untuk pengusaha pemula yang background-nya mahasiswa. Ia melarang mahasiswa berjualan satu hal, usaha yang menurut banyak orang menguntungkan, namun amat merugikan. Usaha apa itu? Jual pulsa.

“Kalau mau usaha pribadi, jangan jual pulsa. Banyak ruginya karena banyak pelanggan yang minta hutang. Kalau mau jual pulsa, buka konter pulsa sekalian, duduk jaga konter. Jadi proses transaksinya langsung tunai. Cash is the king,” kata bapak tiga anak itu.

Usai Bayu memapar, Gusfiannur melanjutkan materi di sesi kedua. Lebih dari paparan Bayu, Gusfiannur, yang telah lebih lama berkecimpung di dunia usaha, memberi banyak stimulan untuk para wirausaha, termasuk bagi yang baru mau coba-coba.

“Pahami, seorang pembeli suatu produk, belum tentu pengguna. Misalnya laki-laki yang datang ke toko jilbab, aneh bukan? Banyak orang bilang aneh, tapi laki-laki tak mungkin pakai jilbab. Bisa saja yang dia beli itu sebagai hadiah untuk …, untuk siapa?” tanyanya.

“Untuk ibu,” sahut seorang peserta. Pria yang akrab disapa Gusfi ini pun terkesan dengan jawaban itu. “Saya suka gaya berpikir Anda,” ujarnya sembari menunjuk seorang perempuan yang tadi menyahut tanya Gusfi.

Meski ada kesan terkungkung dalam materi slide power point, Gusfi tetap mampu meng-combain materi dan pengalaman usaha dengan apik. Dari pengalaman pribadi, ada satu jenis pelanggan yang paling sulit ia pahami, yakni pelanggan tidak memberi komplain.

“Contoh laki-laki dan perempuan. Laki-laki coba bertanya, mau beli bajunya di toko atau pasar? Terserah jawab perempuan. Mau beli sepatunya di toko atau pasar ujar lelaki? Terserah ketus perempuan, dan seterusnya seperti itu. Susah bukan kalau begini?” analogi Gusfi seketika diikuti gelak tawa oleh peserta.

“Pelanggan paling sulit adalah pelanggan yang diam, tanpa komplain. Jika pelanggan yang menyuarakan banyak komplain itu malah bagus, karena komplain tersebut bisa langsung kita eksekusi,” sambungnya.

Jika telah mampu membangun usaha dengan besar, Gusfi memberi satu kata kunci agar omset bisa semakin banyak, yakni kolaborasi. Ia memberi contoh, seorang artis, Teuku Wisnu yang membuka usaha di bidang oleh-oleh telah mampu meraup omset Rp400 juta per hari. Pundi itu buah dari kolaborasi apik.

Gusfi juga menyorot kerennya mental pengusaha dari negara tetangga, Thailand. “Saya pernah lihat wirausaha di Thailand, gila! Indonesia entah mengapa sekarang tak bisa seperti itu. Misal, untuk PKL (pedagang kaki lima) Thailand yang jualan saat malam hari, mereka amat tertib. Mereka sadar akan kebersihan, hingga ketika selesai berjualan, tak ada lagi sisa-sisa sampah, semua bersih,” ungkapnya.

Ditemui terpisah, ketua umum SEC, Tangkas Khairi menyebut alasan pihaknya menggelar seminar bisnis macam ini. Ia berujar, muara dari tergagasnya seminar untuk memberi gambaran dan motivasi wirausaha bagi para peserta, termasuk mahasiswa. Kalau mau jadi pengusaha sukses ya harus gagal dahulu.

“Makanya, selagi masih muda, masih seger badannya, sebisa mungkin dari sekarang sudah merasakan gagal-gagalnya usaha. Hingga nanti kala momentumnya didapatkan, pasti bakal sukses sendiri,” ujarnya. (dan/wal)



Kolom Komentar

Share this article