Event

Mengasah Penulisan Feature dan Berkunjung ke Kota Tua Pekanbaru

Peserta PJTLN Kenal Sastrawi III berfoto bersama di taman terbuka yang bernama Taman Tuan Kadi, Pekanbaru, Riau.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Dok. PJTLN Kenal Sastrawi III Pekanbaru

SKETSA - Ketika berbicara mengenai jurnalistik sastrawi, khususnya feature, sebaiknya kita fokus pada satu subjek pada lingkungan yang di tuju, kemudian membuat lead yang menarik sehingga tidak klise dan dapat dipahami oleh pembaca. Inilah yang menjadi poin penting pada pendalaman feature  pada hari ketiga Kenal Sastrawi III oleh LPM Bahana Mahasiswa Unri.

Diskusi ini membahas penugasan feature mengenai Taman Budaya Provinsi Riau yang telah diberikan oleh Fahri Salam sebagai pemateri. Satu persatu hasil feature karya peserta dievaluasi dan mendapat komentar serta saran dari peserta lainnya. Tidak lupa, Fahri selalu memberikan koreksi yang kemudian dapat diterapkan dalam proses menulis feature pada kali berikutnya.

Selepas diskusi, peserta dan panitia makan siang bersama sembari berbagi cerita dan tawa yang hangat. Peserta menjadi semakin dekat karena melakukan banyak kegiatan bersama dan saling terhubung satu sama lain.

Kelas kemudian berlanjut dengan agenda diskusi tentang penulisan berita menggunakan riset dan membuat term of refference yang baik. Fahri membagi peserta menjadi 7 kelompok yang membahas mengenai sengketa tanah universitas, pelecehan seksual, uang pangkal mahasiswa, politik dan keterbukaan organisasi mahasiswa, LGBT, polemik gedung baru serta statuta universitas. Masing-masing kelompok diminta untuk membuat outline kasus-kasus tersebut kemudian memaparkannya di depan kelompok yang lain. Meskipun hanya satu kelompok yang dapat tampil karena mengejar agenda berikutnya, diskusi berjalan baik dan tiap peserta dengan aktif mengutarakan pendapatnya.

Ketika kelas berakhir, peserta kembali untuk membersihkan diri dan segera menaiki bus untuk mengunjungi Kampung Bandar, Senapelan yang menjadi tujuan mereka hari ini. Dengan jarak tempuh kurang lebih 45 menit, peserta sampai di Senapelan dan menapaki taman terbuka yang bernama Taman Tuan Kadi. Peserta dapat melihat Jembatan Siak I atau yang akrab disebut Jembatan Leighton menjulang diatas sungai Siak dari sekitar taman. Di taman tersebut terdapat pula sebuah rumah tinggi yang disebut Rumah Singgah Tuan Kadi.

Pada kunjungan sore itu, peserta disambut oleh Pekanbaru Heritage Walk, sebuah komunitas yang memiliki konsentrasi terhadap perkembangan sejarah sehingga ingin mengangkat kembali destinasi-destinasi kota tua yang ada di Pekanbaru.

Seorang lelaki berperawakan besar tersenyum dan menyapa telinga kami dengan latar belakang sejarah Riau sebagai kota dagang. Beliau adalah Bayu Amde Winata, salah satu founder dari Pekanbaru Heritage Walk. Ia menuturkan bahwa dari kampung dan serta sungai Siak inilah perdagangan Riau menjadi berkembang.

“Berawal dari sebuah kampung kecil, kemudian menjadi sebuah kota perdagangan hingga saat ini sebagai kota yang memiliki kehidupan utama dari berdagang. Jalur utama perdagangan adalah Siak, yang sejak abad ke-16 sudah dilayari,” tuturnya.

Selain sarat akan sejarah perdagangan di Riau, dirinya menjelaskan bahwa kawasan yang lebih dikenal dengan nama Kampung Bandar, Senapelan ini memiliki 11 titik objek sejarah yang masih dapat mereka usahakan dan selamatkan. Selain karena lingkungan, objek lain yang tak terselamatkan juga dipengaruhi oleh ketidakacuhan pemerintah provinsi terdahulu yang terjadi sekitar tahun 1990.

“Salah satunya adalah balai yang pernah digunakan Sultan untuk bermusyawarah. Kini telah berganti alih menjadi sebuah ruko,” ungkapnya.

Langit sore semakin terlihat indah sembari langkah-langkah kaki peserta menjejaki kawasan sekitar sungai Siak dan menuju objek selanjutnya . Rumah Tenun menjadi perhentian kedua. Dahulunya, rumah ini pernah menjadi saksi bisu peristiwa pra kemerdekaan dengan dijadikan sebagai basis Pejuang Fisabilillah sekaligus menjadi gudang logistik dan dapur umum. Saat ini, Rumah Tenun menjadi tempat para remaja dan para ibu untuk berlatih menenun songket khas Pekanbaru.

Langit semakin gelap, namun peserta dengan giat berkeliling dan mencari bahan narasi sebagai tugas hari ini. Menunjukkan pukul delapan malam, peserta kembali ke taman terbuka dan berfoto bersama. Kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama dengan suasana Kampung Bandar di malam hari. Setelah sesi santap selesai, peserta dan panitia kembali ke penginapan untuk beristirahat. 

Ditulis oleh Christnina Maharani, Delegasi LPM Sketsa Unmul.



Kolom Komentar

Share this article