Ibu, Aku Pamit.
Ara berpikir hari itu adalah hari yang paling menyenangkan, hari yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Sumber Foto: Pexels
Siapa yang pernah benar-benar tau hal apa yang akan terjadi pada dirinya besok ketika dia terbangun melanjutkan hidupnya. Tidak ada. Begitupun Ara. Tiada terpikir hal luar biasa mengejutkan baginya akan terjadi ketika dia terbangun dari tidurnya. Ada untungnya juga terkadang mengecek telepon genggam selepas terbangun. Matanya menjadi sangat segar setelah melihat teks yang dikirim oleh dosennya. Dia terpilih sebagai perwakilan pertukaran mahasiswa ke Kanada.
Langsunglah mahasiswi semester tua itu kegirangan melupakan hari yang masih pagi buta. Ibunya sampai tergopoh-gopoh melewati lorong kamar. Papannya berderit kencang karena ibu berlari. Dibukanya pintu anak gadisnya yang tidak ada kuncinya itu.
"Ada apa toh ndok, kamu teriak buat kaget kabeh, ngalahin ayamnya bapak aja."
Ara jadi merasa bersalah sendiri melihat ibunya di depan pintu dengan napas naik turun, mukena yang lengkap tapi berantak tak keruan masih dikenakannya. Segera turun dia dari ranjang, dipeluk ibunda tercintanya.
"Ibu Ara pamit mau ke Kanada ya ibu,"ucapnya dalam pelukan ibunya.
Tau apa maksud ucapan putrinya itu, sang ibu tak lupanya mengucap syukur pertama kali. Dia selalu dengarkan curahan anaknya itu yang ingin sekali diterima sebagai perwakilan untuk tahun ini. Keluarganya bukan orang yang berada, yang bisa dengan mudah ke luar negeri. Jangankan ke luar negeri, ke luar pulau Jawa juga belum pernah. Hanya doa yang bisa dia berikan untuk anaknya agar diberi kemudahan untuk apa yang ingin dia capai.
Pagi setelah sarapan, Ara pamit kepada kedua orang tuanya, pamit pergi ke Kampus untuk mengurus segala persiapan. Bapaknya juga sudah diberitahunya setelah pulang dari langgar dekat rumah selepas subuh. Bapak ikut senang mendengarnya.
"Hati-hati nak, hujan terus ini, biasa banjir di jalan besar sana," ucap bapak sambil memutar motor untuk sang anak. Ara mengangguk, hujan sendari subuh memang sisa rintik-rintik, tapi di daerah tempat Ara tinggal bisa saja tiba-tiba hujan deras nanti siang. Belum lagi pasca hujan, biasanya banjir. Tapi sudah biasa bagi Ara, kalau banjir ya tidak apa. Kalau tidak, senanglah dia tidak perlu repot melepas sepatu lagi.
Pergilah Ara setelah bersalaman dengan ibu dan bapak meminta restu dilancarkan segala urusan untuk persiapan kepergiannya. Perjalanan menuju kampus tidak ada kendala selain banjir semata kaki yang dilaluinya. Untungnya jalanan tidak ramai jadi tidak membuatnya perlu menurunkan kaki berbasah ria dengan air keruh itu. Sungai yang bersebelahan dengan jalan raya nampaknya ingin kembali meluap. Untungnya hujan sudah mereda, jadi ada kesempatan sungai itu bernapas menurunkan isinya ke hilir sana.
Tapi, jika hujan lagi nanti siang bisa saja air sungai kembali sama rata dengan jalanan. Padahal tinggi jalanan dengan air sungai di hari biasa jaraknya sampai 10 meter. Lokasi di pinggir sungai ini sangat rawan jika banjir. Tidak hati-hati bisa saja terikut arus menuju hilir sungai. Untungnya, Ara melewati jalan raya yang satu ini tidak terlalu lama, hanya sekitar 50 meter, kemudian dia akan berbelok melewati jalan tikus agar cepat sampai ke kampus.
Sampai di Kampus, kegiatan pertama Ara adalah masuk kelas mata kuliah pertama pagi ini. Teman-teman dekatnya sudah tau Ara lolos seleksi perwakilan pertukaran pelajar ke Kanada, diberitahu oleh ketua kelasnya yang juga lolos seleksi. Ara hanya nyengir tak keruan. Temannya ada yang ucapkan selamat, ada yang berpura-pura iri atau beneran iri. Ara berterima kasih kepada mereka. Tak sabarnya dirinya menemui dosen pembimbingnya dan mengurus semuanya hari ini. Biar cepat selesai dan hatinya lega.
"Teman-teman Ara terima kasih banget ya, atas dukungan kalian, terima kasih atas doanya, kalau Ara ada salah mohon dimaafkan," ucap Ara selepas berpamitan kepada temannya mau pergi mengurus persiapannya.
"Ah Ara baru juga mau urus persiapannya udah kayak mau pergi ke Kanada aja," sewot salah satu temannya. Ara hanya nyengir mendengar kata temannya itu kemudian beranjak pergi.
Segala persiapan dia lakukan hari itu juga. Surat-surat yang perlu diajukan sudah dia berikan kepada bagian akademik. Berkas-berkas yang dibawanya dari rumah juga sudah diberikan kepada dosen pembimbingnya untuk diperiksa. Dosennya itu sampai geleng kepala melihat semangat anak muda yang satu ini. Yang masuk seleksi ada lima orang, dan yang sangat bersemangat adalah Ara. Jika yang lain baru diberi pengarahan hari ini, Ara sudah melaksanakan apa yang diarahkan hari ini juga. Ini impiannya, batin Ara.
"Kamu tinggal tunggu surat yang kamu ajukan aja ya Ara, sisanya siapkan kemampuan sama mental kamu, kamu bawa nama universitas kita ke luar negeri, ingat itu." Ara dengan mantap mengiyakan perkataan dosennya itu.
Betapa hati Ara benar-benar senang hari ini. Mata kuliahnya hanya satu, tadi pagi. Harusnya ada siang ini, tapi karena tiba-tiba hujan deras kelas dibatalkan. Tapi bagi Ara itu adalah anugerah. Dia ingin segera pulang dan menyantap masakan ibu siang ini yang pasti menghangatkan tubuhnya. Setelah menggunakan jas hujan dan memastikan tasnya tidak basah dia menyalakan motornya, kemudian bergegas meninggalkan kampus. Temannya sempat menahannya agar menunggu saja hujan reda. Tapi, Ara terlalu bersemangat pulang, entah katanya rindu ibu dan bapak di rumah.
Tapi lagi dan lagi kuingatkan, tidak ada yang benar-benar tau nasib ataupun takdir apa yang akan dia jalani kedepannya, termasuk Ara, teman-temannya, dosennya, ibu dan juga bapak.
***
"Ditemukan mayat seorang perempuan yang masih lengkap menggunakan jas hujan di hilir sungai pinggir kota, siang, 10 Oktober 2012. Diduga korban terbawa arus lebih dari sepuluh kilometer. Setelah mengidentifikasi mayat korban ternyata korban termasuk dalam daftar orang hilang dua hari yang lalu. Diduga korban terseret arus banjir dari sungai yang meluap di pinggir jalan. Saat ini keluarga korban sudah berada di tempat evakuasi…. "
"…dan nama dari korban adalah Tiara Mariana atau yang kerap dipanggil Ara…"
Tidak ada yang tau nasib Ara siang itu, bukan? Dari pagi sampai siang dia pamit akan pergi ke Kanada sebagai anggota pertukaran mahasiswa. Rupanya tujuan dia yang sebenarnya bukan kesana. Orang tuanya, teman-temannya, dosennya, tidak ada yang menyangka kematian itu akan terjadi. Itulah takdir, bukan?
"Ibu, Ara Pamit."
Cerpen ditulis oleh Siti Mu’ayyadah, mahasiswi Sastra Inggris, FIB 2022