Berita Kampus

Terapkan Kurikulum Baru, Lahirkan Lulusan Berkualitas

Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menerapkan kurikulum baru yang dinamakan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). (Foto: M.Faqih)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA — Memasuki tahun ajaran baru 2017/2018, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menerapkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum yang dinamakan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ini berupa mata kuliah yang lebih spesifik. Beban Satuan Kredit Semester (SKS) per mata kuliah hanya 2 SKS dan jumlah minimal SKS yang ditempuh sebanyak 144 SKS.

Saat ditemui Sketsa Rabu (30/8), Wakil Dekan Akademik FIB, Satyawati Surya, mengatakan pembaruan kurikulum dilakukan karena beberapa mata kuliah akan disisipkan Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang sesuai dengan visi Unmul, yaitu pusat studi tropis dan lingkungannya.

“Kita sudah nyusun sebenarnya, ternyata kita harus memasukkan muatan universitas. Kita sedang merancang—tidak hanya FIB, namun fakultas lain juga sama, namanya mata kuliah bercirikan PIP Universitas,” ungkapnya.

Dari mata kuliah bercirikan PIP memasukkan unsur ciri khas studi tropis, termasuk mata kuliah konsentrasi atau keahlian. Menurut Satyawati, tujuan penerapan kurikulum baru ini agar mahasiswa lebih mengenal apa saja visi dan misi Unmul, serta ciri khas yang dimiliki kampus hijau.

Dasar FIB untuk menerapkan, menurutnya adalah keharusan. “Bukan hanya FIB loh, seluruh Indonesia make KKNI tadi. KKNI sebenarnya kayak lulusan kita mau jadi apa misalnya, itu dimulai (dari) merancang kurikulum dulu,” terangnya.

Dikutip dari laman kkni-kemenristekdikti.org, KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan.

Lebih lanjut, deskripsi jenjang kualifikasi pun disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni, serta perkembangan sektor-sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan rakyat, seperti perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan aspek lain yang terkait.

“Ketika masuk pada periode tertentu semester berapa, mereka udah memilih. Saya yang di bidang linguistik akan lebih banyak muatan linguistiknya, yang bidang sastra akan lebih banyak muatan sastranya. Sehingga mereka lulus mereka bener-bener dapat dianggap menguasai ilmu tertentu," lanjutnya.

Perihal, beban SKS yang sedikit, dikhawatirkan menumpuknya jumlah mata kuliah yang diambil mahasiswa. Meski begitu, menurut Satyawati itu tak menjadi masalah bagi mahasiswa.

“Dari inisiasi kalau menurut saya, memang namanya perubahan selalu ada menimbulkan yang positif dan negatif. Karena, kita perlu sesuatu yang baru, sesuatu yang mutakhir, yang selalu harus diperbarui. Karena kalau kita tidak mengikuti zaman, kita akan ketinggalan dari universitas lainnya,” katanya.

Dari sisi positif, menurutnya jelas lulusan akan lebih baik dan mahir dalam bidangnya, karena sudah dapatkan materi khusus di bidang yang ditempuh. Sementara negatifnya, penerapan KKNI pada mahasiswa lama.

Misalkan, beberapa mahasiswa lama tidak lulus pada mata kuliah tertentu, tetapi mata kuliah tersebut tidak ada pada KKNI. Lantas, kemungkinan langkah yang diambil akademik, yakni mengelompokkan mahasiswa yang tidak lulus, ke dalam suatu kelas khusus mata kuliah tersebut. Pilihan lain, jika di kurikulum KKNI ada mata kuliah yang sama, maka bisa mengikutinya di sini.

Dari rancangan perubahan dan penambahan mata kuliah baru, Satyawati mengungkapkan sebenarnya itu rambu-rambu dari pemerintah. Rancangan ini disesuaikan oleh Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). 

Perihal penerapan di fakultas lain, ia tak banyak mengetahui, sepengetahuannya baru Fakultas Teknik yang juga terapkan kurikulum tersebut.

Ia berharap standar penerapan di seluruh Indonesia harus sama, agar lulusan di Unmul juga mempunyai standar yang sama dengan universitas lain. (cin/kus/jdj)



Kolom Komentar

Share this article