Berita Kampus

Sudah Terakreditasi A, Perustakaan Unmul Belum Nyaman

Meski telah raih akreditasi tertinggi, namun sayang pemustaka masih kurang merasa terpuaskan. (Sumber foto: Darul Asmawan)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Senin pukul 09.30 Wita, halaman Perpustakaan Unmul lengang. Puluhan unit kendaraan bermotor hingga mobil yang biasa membuat sesak tiap jengkal lapangan parkir, hari itu tampak beberapa saja, jumlahnya pun tak seberapa. Pemandangan itulah yang dilihat tim Sketsa saat datang dan menyambangi perpustakaan yang baru saja menyandang akreditasi A.

Sebelum masuk, secarik kertas yang sengaja ditempel staf perpustakaan di pintu kaca langsung menyita perhatian.

“Tanggal 29 Januari hingga 1 Maret, Perpustakaan Unmul tidak melayani peminjaman buku dan pembuatan kartu anggota perpustakaan,” bunyinya. Pengerjaan stock opname untuk semua buku tahun ini kembali dilakukan lagi sejak terakhir tahun 2012 silam.

Agaknya pengumuman itu jadi musabab utama lapangan parkir tadi lengang dan pengunjung perpustakaan hari ini minim.

Seorang satpam berseragam putih setia mengawasi ruang loker barang pengunjung sambil juga menonton televisi. Loker penyimpanan barang terbagi dua jenis di ruang itu. Loker kayu warna cokelat yang usianya kian menua, dan loker anyar berwarna biru yang spesifikasinya laksana di sekolah-sekolah negara barat: ukuran minimalis, berpintu, dan memiliki kunci.

Suasana di lantai satu lengang. Selain bukan untuk ruang baca, fungsi pelayanan di lantai itu memang hanya melayani pembuatan dan perpanjangan kartu anggota, penyerahan karya tulis ilmiah, hingga pembuatan surat keterangan bebas pustaka.

Lantai dua yang biasa dipusatkan sebagai ruang baca, hari itu hingga beberapa hari ke depan akan steril sementara dari mahasiswa. Sebagai gantinya, lima komputer bertengger di atas meja dan semuanya difungsikan pegawai perpustakaan sebagai sarana melakukan stock opname bagi semua jenis buku. Alhasil, perombakan besar-besaran sangat terlihat di lantai dua.

Setelahnya, Sketsa naik lagi ke lantai tiga perpustakaan. Ruang Skripsi dan Ruang Baca sengaja dibuat terpisah. Saat memasuki dua ruang tersebut, satu kata sudah cukup untuk menggambarkan aura di lantai tiga: panas dan gerah.

Minimnya kipas angin, dan tidak adanya pendingin ruangan membuat beberapa mahasiswa yang khusyuk menadaburi skripsi, pakem memilih bangku paling dekat dengan kipas angin demi mengurangi aura panas.  

“Bagian atap di situ bocor,” sahut seorang staf perpustakaan di Ruang Skripsi sambil menunjuk titik plafon yang tampak berlubang.

“Saat hujan, kami sering taruh ember disitu agar air hujan tidak menggenang lantai,” tambahnya.

Itu jadi masalah berikutnya di Ruang Skripsi, padahal lokasi itu dan titik lain yang juga bolong plafonnya sangat dekat dengan rak-rak skripsi.

Cara Mahasiswa Unmul dan Luar Memandang Perpustakaannya

"Sejauh ini koleksi buku yang dicari dari Perpustakaan Unmul lumayan lengkap sih," terang Fajar Krisna Pratama, mahasiswa FISIP Unmul 2016. Ia betah saat berada di perpustakaan, tapi kurang nyaman dengan suhu udara yang cenderung panas.

Senada dengan Fajar, Nurlita Ramdhan, mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat turut mengeluhkan ruangan yang panas saat siang hari. Perihal ragam koleksi buku, Nurlita merasa masih kurang lengkap, khususnya tentang basic ilmunya.

"Mungkin salah satunya dengan menambah koleksi bukunya," ucapnya saat menyebut usulan untuk Perpustakaan Unmul.

Selain di Unmul, Sketsa turut mengulik keterangan mahasiswa pada tiga perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya tentang pelayanan perpustakaan universitas di kampus mereka.

Salah satu mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) Prodi Matematika, Kamal Khairuddin Sukandar mengaku sering berkunjung ke perpustakaan ITB. Kamal menyebut tempat membaca yang nyaman dan koneksi internet yang tinggi jadi dua dari beberapa keunggulan perpustakaan di kampusnya.

“Perpustakaan Pusat ITB telah berhasil menciptakan suasana nyaman untuk mahasiswa belajar, membaca buku, berdiskusi dan lain sebagainya," katanya.

Sementara lain cerita dari perpustakaan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Rusmanto Manullang, mahasiswa Prodi Departemen Manajeman Hutan menuturkan bahwa di perpustakaan IPB tersedia banyak hal. Selain bahan bacaan, koperasi, IPB Store, musala, hingga lift ada sebagai fasilitas penunjang.

Keunggulan lainnya adalah literatur online bisa didapat secara cepat, lengkap dan terdata dengan rapi. Bangunan yang mudah dijangkau, memiliki sirkulasi udara yang baik, serta fasilitas ruangan yang memadai untuk belajar secara mandiri ataupun kelompok.

"Perpustakaan dibuka dari jam 8 pagi dan tutup jam setengah 9 malam," tutur Rusmanto.

Jasmine Nadhira juga memberi keterangan tentang perpustakaan di kampusnya, Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menyebut ruang-ruang belajar menjadi keunggulan perpustakaan kampusnya. Selain akses jurnal dan skripsi yang mudah, hadirnya kursi dan meja belajar di sepanjang perpustakaan turut mempermudah pengunjung, terutama mahasiswa semester akhir seperti dirinya.

"Yap. Dibuktikan dengan selalu penuhnya ruang-ruang belajar mulai dari jam buka hingga jam tutup perpus," tukas mahasisiwi Hubungan Internasional semester 8 ini saat ditanya terkait keberhasilan Perpustakaan UGM membuat betah para mahasiswanya. (nhh/epl/ysm/dan/erp/adl)



Kolom Komentar

Share this article