Sudah Kaleidoskop, Gelora Perbaikan Tak Tuntas Proker!
Foto bersama Presiden BEM KM Unmul 2017 beserta jajaran menteri dalam acara Kaleidoskop (Sumber: Instagram.com/hamzah.nasir)

SKETSA – Pentas bertajuk “Kaleidoskop” pada Sabtu (24/11) lalu di Rumah Jabatan Walikota menandai semakin dekatnya akhir masa jabatan Norman-Bhakti sebagai Presiden dan Wakil Presiden BEM KM Unmul. Sebagaimana yang juga lumrah dilakukan kabinet-kabinet sebelumnya.
Ditemui Sktesa, Wakil Presiden BEM KM Unmul Bhakti Muhammad Zuar menuturkan bahwa agenda tersebut selain menutup masa kepemimpinan Norman-Bhakti, juga menjadi ajang penghargaan kepada staf BEM KM Unmul atas kerja keras dan kontribusinya satu periode kemarin.
“Kita kan memulai kabinet ini dengan cara yang baik. Insyaallah kita akan mengakhirinya dengan cara yang baik dan meninggalkan kesan yang baik juga,” tutur Bhakti.
Lebih lanjut, Bhakti menyebut Kabinet Gelora Perbaikan berhasil merampungkan 90% program kerja. Kendati demikian, sejumlah proker belum terlaksana hingga hari ini. Yakni Ngadu, Community Development, dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Bahkan, beberapa baru digarap sepekan ini, satu di antaranya proker Comdev.
“Jadi, di akhir ini sebenarnya kita banyak menambah agenda kerja tambahan agar tidak terjadi kekosongan. Halo Rektor bukan termasuk proker yang belum selesai terus dikerjakan,” ucap Norman Iswahyudi.
Menjadi orang nomor satu di BEM KM membuat Norman menemukan banyak hal baru. Merambah dunia organisasi yang dimulai dari BEM fakultas selama 3 tahun hingga sampai level BEM universitas menurutnya adalah dua hal yang berbeda. Tidak sekadar menjadi pemimpin yang menjalankan proker, tetapi harus mampu beradaptasi sebagai lembaga yang memiliki jaringan luas.
Sedangkan rekannya, Bhakti lebih dahulu menjadi bagian dari BEM KM Unmul 2016 sebagai menteri. Menurutnya, tidak ada kata libur selama bergabung dan menjadi bagian BEM KM Unmul. Ia bertekad membawa pencapaian dari apa yang belum diraih pada tahun sebelumnya.
Perjalanan panjang BEM KM Unmul tentu melalui berbagai kendala. Terlebih kala menghadapi karakter tiap orang yang berbeda-beda. Baik Norman maupun Bhakti mengaku tak bisa berjalan sendiri, meskipun jalan mereka banyak diwarnai selisih namun berhasil diatasi.
“Saya dan dia sama-sama egois. Walaupun bukan hal yang mudah, kita sudah saling memahami selama perjalanan ini. Kita saling calm down, apabila salah satu ada yang keras.” kata Norman.
Searah dengan Norman, Bhakti juga menjelaskan bahwa ia dan Norman sudah memiliki porsi kerjanya masing-masing dan berupaya mengkoreksi diri. Terlebih terdapat tujuan yang sama diantara mereka.
“Watak tidak harus disamakan. Tetapi, kita tetap haru satu hati, satu frekuensi, dan satu tujuan,” tandasnya.
Sivitas masih menanti proker-proker Gelora Perbaikan tunai semuanya. Agar menjadi pembeda dengan rezim skala besar yang berkuasa, agar tak hanya menguap dalam janji-janji kampanye semata. (arr/nhh/adl)