Berita Kampus

Suara Penolakan Peleburan Pendidikan Paud dan Nonformal

Pada periode kali ini, banyak yang mengalami perombakan. Tak terkecuali di bidang pendidikan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA - Memasuki dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyak hal mengalami perombakan, tidak terkecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Presiden Jokowi pada Senin (16/12) menandatangani kebijakan baru Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kemendikbud, salah satu kebijakan yang di sorot adalah dileburnya Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD-Dikmas) dengan Dirjen Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen).

Dua dirjen ini menjadi Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan dan Menengah. Sehingga, menghilangkan nomenklatur Dikmas atau biasa dikenal dengan Pendidikan Nonformal.

Kebijakan ini pun ditentang oleh beberapa ahli pendidikan, termasuk dari Unmul. Andi Ismail Lukman salah satu dosen pendidikan masyarakat atau pendidikan nonformal ini secara tegas menolak kebijakan tersebut pada Rabu (1/1).

“Selaku akademisi saya tidak setuju,” tegas Ismail.

Ia menjelaskan bahwa Perpres no. 82 2019 yang telah dikeluarkan bertentangan dengan pasal 26 UU no 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 jelas membagi 3 jalur pendidikan yakni pendidikan formal, nonformal dan informal.

“Selain itu, dalam struktur barunya pun istilah pendidikan nonformal tidak dipakai lagi oleh Kemendikbud,” ujarnya.

Saat ini akademisi, praktisi, alumni Pendidikan Luar Sekolah, dan mahasiswa sedang berjuang agar pendidikan nonformal tetap diadakan. Mengingat peran pendidikan nonformal memiliki kontribusi besar untuk kemajuan pendidikan terkhusus untuk masyarakat miskin yang tidak memiliki akses pendidikan formal.

“Kami peduli terhadap anak-anak indonesia yang putus sekolah, mereka perlu sentuhan yang tidak dapat disentuh oleh pendidikan nonformal. Pemerintah harusnya perlu mendukung melalui kebijakannya dan perlu tetap mengadakan wadah atau rumah untuk pengiat pendidikan nonformal,” tegas Ismail.

Beberapa usaha pun telah di kerahkan seperti audiensi dengan DPR RI Komisi X dalam rangka menyampaikan aspirasi para pegiat pendidikan nonformal pada Selasa (14/1), kampanye sosial media gerakan save dikmas, serta unjuk rasa dari para mahasiswa terkhusus mahasiswa pendidikan nonformal dan pendidikan paud.

Erlangga mahasiswa pendidikan nonformal salah satu yang secara keras menolak kebijakan tersebut. Ia bersama teman-temannya melakukan aksi maupun kampanye menolak Perpres no. 82 tahun 2019. Ia menolak dengan alasan kebijakan tersebut bersifat kaku.

“Banyak hasil analisis yang telah kami buat salah satunya jikalau Pendidikan Luar Sekolah masuk dalam Dikdasmen, maka keluwesan dalam pelaksanaan pendidikan di masyarakat khususnya kepada yang putus sekolah akan lebih bersifat kaku,” jelas mahasiswa angkatan 2017 ini.

Ia memberikan saran bahwa pengembalian Dirjen PAUD-Dikmas adalah langkah konkret yang dapat diwujudkan dengan harapan ada sebuah sistematis program dari PLS/PNF/DIKMAS itu sendiri.

“Daripada dihapus mending ya di perbaiki regulasi kurikulumnya dan juga programnya. Sayang apabila di hapus anak-anak putus sekolah nantinya tidak akan ada tempat bernaung lagi untuk mengemban pendidikan.” ungkapnya.

Suara yang sama datang daru mahasiswa pendidikan PAUD. Khusnul Khotimah Alawiyah Ismail mahasiswi pendidikan PAUD mendukung agar PAUD berdiri sendiri dan ditangani langsung oleh tenaga ahli dibidangnya. Karena tidak bisa sembarangan dalam mendidik karakter anak sejak dini, ia memilih untuk membuktikan lewat tindakan bukan terkurung dengan kebijakan yang mengekang.

 “Kami selaku calon guru PAUD sih cuma lebih memilih diam dan membuktikan lewat perbuatan”, pungkasnya. (fir/syl/ann)



Kolom Komentar

Share this article