Berita Kampus

Dilema Marketplace Guru, Antara Kesejahteraan atau Kenyamanan Pendidik

Marketplace guru, wacana yang menempatkan proses rekrutmen terintegrasi ke dalam sebuah platform

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Website Pendidikan Biologi FKIP unmul

SKETSA — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengemukakan wacana mengenai marketplace guru. Alasannya, perekrutan tenaga kependidikan atau guru di Indonesia kerap berkutat dengan beragam masalah.

Kekosongan guru secara tiba-tiba akibat kematian, pensiun, serta mutasi sekolah kemudian menjadi alasan mendasar dari adanya gagasan marketplace tersebut. Selain itu, adanya kebutuhan rekrutmen guru yang beda-beda oleh setiap sekolah juga memunculkan pertimbangan bahwa rekrutmen secara terpusat tidak bisa dijadikan solusi terhadap permasalahan tersebut. 

Cara Kerja Marketplace Guru

Marketplace guru yang dicanangkan nantinya menawarkan suatu wadah di mana semua guru dapat mengajar. Wadah tersebut diisi oleh database calon guru yang sudah pernah mengikuti ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau lulusan pendidikan berprofesi guru (PPG) pra jabatan yang dinilai layak menjadi guru. Marketplace tersebut nantinya bisa diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia.

“Di mana guru-guru yang boleh mengajar, masuk ke dalam database yang bisa diakses seluruh sekolah," terang Nadiem.

Jadi, adanya marketplace tersebut dapat dimanfaatkan baik oleh pihak guru maupun pihak sekolah. Di mana para guru akan menyimpan data-data mereka sebagai seorang guru dan pihak sekolah akan mencari siapa yang dapat diundang untuk mengajar sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.

Tanggapan Sivitas Akademika Unmul

Susilo, Dosen Magister Pendidikan Bahasa Inggris Unmul menyebut gagasan tersebut akan bertentangan dengan Undang-undang Kewenangan Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004. Dalam aturan tersebut, guru SD hingga SMP ditentukan oleh Pemerintah Kota, sedangkan SMA/SMK berada dalam naungan Pemerintah Provinsi. Sedangkan marketplace guru memosisikan kepala sekolah sebagai pihak yang berwenang menentukan rekrutmen guru.

“Misalnya kepala sekolah A dikasih oleh Pemda uang sekian, perlu guru sekian, ngambil dari marketplace, kan, gitu,” terang Susilo pada Kamis (8/6) lalu.

Lebih lanjut, hadirnya marketplace bukanlah satu-satunya solusi. Ihwal kuota guru hingga kondisi daerah di suatu sekolah misalnya, hal tersebut mestinya dapat turut menjadi pertimbangan.

Menurut Susilo, solusi yang tepat bagi masalah kekosongan di suatu sekolah adalah memberi perhatian bukan hanya dari sisi kesejahteraan, namun juga kenyamanan bagi para pengajar yang bekerja di sekolah tersebut.

“Di atas semua itu, ini adalah ide yang inovatif dari pak menteri, di mana ia memberikan sebuah ekosistem pasar untuk memberikan display guru-guru yang baik.”

Menyoal masalah baru yang berpotensi timbul, Susilo mengingatkan untuk lebih cermat dalam menimbang peluang dan risiko secara matang. “Setiap kebijakan pasti punya potensi menghadirkan masalah baru. Cuma nanti (dilihat) lebih besar mana masalah baru yang akan muncul atau masalah yang sekarang?” 

Sementara itu, Muhammad Fajar Hidayat selaku Gubernur BEM FKIP Unmul turut berbagi pandangannya melalui pesan Whatsapp pada Rabu (7/6). Ia dengan tegas menolak wacana tersebut. Menurutnya, hal ini akan mendegradasi serta merendahkan profesi guru.

Fajar menyebut, wacana marketplace guru dapat membuka peluang praktik nepotisme. Namun, apabila wacana ini nantinya bakal diterapkan, keamanan data pribadi para guru yang terlibat perlu mendapat sorotan lebih.

“Harapan kami juga pemerintah lebih selektif kepada guru-guru yang nantinya lolos untuk direkrut, didasari dengan kapasitas dan kapabilitas guru,” kuncinya. (tha/wsd/gie/ems)



Kolom Komentar

Share this article