Berita Kampus

Senjakala Perayaan Hari Buruh Sedunia

Ilustrasi (Sumber: poskotanews.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Tanggal 1 Mei memang bukan hari yang sunyi. Pada hari ini, tepatnya sejak 1889, kaum buruh di berbagai belahan dunia bersuara, keluar dari pabrik, dan turun ke jalan memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day.

Mulanya, tanggal 1 Mei diperingati perayaan tahunan untuk menyambut datangnya musim semi di belahan bumi utara. Namun, pada abad ke-19, May Day mempunyai arti baru. Yaitu peringatan Hari Buruh untuk memperjuangkan hak para pekerja di seluruh dunia.

May Day akhirnya bertalian dengan hari buruh lahir di Amerika Serikat. Ketika itu buruh laksana robot yang dipaksa bekerja tanpa diimbangi dengan upah layak. Mereka harus mengerahkan tenaga dan waktu selama 19 hingga 20 jam dalam sehari untuk berkutat pada pekerjaannya.

Gerakan untuk mengurangi jam kerja perhari menjadi 8 jam adalah tujuan utama dari Serikat Buruh Nasional (NLU) di Amerika Serikat yang merupakan bibit dari Pekerja Federasi Amerika (AFL) sebagai kelompok buruh pada saat itu. Mereka melakukan unjuk rasa dan mogok kerja.

Pengurangan jam ini disuarakan habis-habisan karena kondisi kerja yang buruk pada masa Revolusi Industri telah menyebabkan ribuan laki-laki, perempuan, dan anak-anak meninggal.

Pada 1 Mei 1886, lebih dari 300 ribu pekerja (40 ribu dari Chicago) dari 13 ribu bisnis memutuskan untuk mogok kerja. Jumlah pemogok kerja pada hari-hari berikutnya bertambah mencapai 100 ribu pekerja.

Dilansir dari laman online Tempo, unjuk rasa yang berlangsung damai itu berubah ricuh saat terjadi insiden di Gedung Reaper McCormick pada 3 Mei 1886. Hari itu aktivis buruh bersama ribuan masa mengadakan rapat dengan rentetan literatur bahasa Inggris, Jerman, dan lainnya. Literatur tersebut akhirnya mendorong konfrontasi kepada polisi dan pemerintah atas buruknya kondisi kerja. Akibatnya bentrok antar pekerja Chicago dan satuan polisi tak terhindarkan.

Kemudian, pada 4 Mei 1886 diadakan pertemuan umum untuk memprotes bentrok yang terjadi di hari sebelumnya. Saat itu, August Spies kemudian Albert Parsons menjadi pembicara. Tapi, tiba-tiba suasana yang sedang tenang mendadak panik, karena kerumunan pekerja dibubarkan paksa oleh polisi. Saat satuan polisi maju, seseorang tiba-tiba melemparkan bom rakitan yang terbuat dari dinamit dan diisi dengan kepingan tajam logam menyasar barisan mereka. Nahas, empat orang tewas dari barisan para buruh dan beberapa dari polisi. Kekacauan tidak terhindarkan, akibatnya sekitar tujuh polisi dan delapan warga sipil meninggal hari itu.

Kerusuhan Haymarket tersebut memunculkan gelombang penindasan pada skala nasional di Amerika Serikat. Pada Agustus 1886, delapan orang yang dicap anarkis dihukum 15 tahun penjara dalam sidang kontroversial meskipun tidak ada bukti yang mengaitkan terdakwa dengan pemboman tersebut. Akhirnya empat di antaranya dihukum gantung, satu bunuh diri dan tiga lainnya diampuni enam tahun kemudian.

Pada 1890, koalisi partai sosialis dan buruh di Eropa menyatakan demonstrasi untuk menghormati “Haymarket Martir”. Hari itu sebanyak 300 ribu orang melakukan unjuk rasa pada Hari Buruh di London.

Peringatan 1 Mei akhirnya dianut oleh banyak pemerintahan di seluruh dunia, tepatnya dalam Konferensi Internasional Sosialis pada tahun 1889, sebagai Hari Buruh Internasional. Kini May Day adalah hari libur nasional di lebih dari 66 negara. Perayaan tahunan ini mengingat perseteruan antara pemilik modal dan buruh. Serta perjuangan untuk memastikan praktik kerja yang adil bagi semua pekerja.

Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Buruh adalah kelas dominan. Sebab siapa saja yang tak memiliki alat produksi, mendapat gaji, dan bekerja pada pihak tertentu adalah buruh. Meski begitu, hingga kini problematika buruh di tanah air tak juga usai. 1 Mei rutin digelar, rutin pula disuarakan tuntutan-tuntutan.

Di antara tuntutan yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan ketenagakerjaan buruh ialah soal kelayakan upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), sistem kontrak (outsorcing), pemenuhan dan kesejahteraan hidup, pelecehan seksual, cuti haid dan melahirkan bagi buruh perempuan, hingga jaminan berupa tunjangan sosial dan kesehatan. Belum lagi soal persaingan di dunia kerja yang saat ini tak sedikit diisi oleh buruh asing. Semuanya jelas menjadi kekhawatiran para buruh di Indonesia.

Dalam perayaan Hari Buruh Internasional hari ini, dilansir dari laman liputan6.com, ada sekitar 150 ribu buruh yang tergabung dalam aksi di depan Istana Negara. Bukan dengan tangan kosong, ada tiga tuntutan yang dibawa dalam aksi ini, yakni, (1) Turunkan harga beras, listrik, BBM dan bangun ketahanan pangan dan energi, (2) Tolak upah murah, cabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan menambah item kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi 84 item, dan (3) Tolak tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar dari China serta cabut Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 terkait TKA. (adl/aml)



Kolom Komentar

Share this article