Berita Kampus

Sempat Dibatasi Akibat Biaya Listrik Membengkak, Dekan FT: Kemungkinan Lift akan Diaktifkan Berjadwal

Keterbatasan penggunaan lift FT

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Website Informatika

SKETSA — Baru-baru ini, lift di gedung baru Fakultas Teknik kembali beroperasi setelah beberapa waktu lalu penggunaannya dibatasi untuk umum. Sejumlah sivitas akademika pun sempat mengeluhkan pembatasan penggunaan lift tersebut. 

Sebelumnya, lift difungsikan seperti fasilitas biasa yang bisa digunakan oleh seluruh sivitas akademika. Namun, beberapa waktu terakhir lift tersebut dimatikan secara total dan hanya dinyalakan saat kedatangan tamu saja. Saat itu, lift hanya dapat digunakan untuk tamu dan penyandang disabilitas.

Guna mendapatkan keterangan lebih lanjut, awak Sketsa kemudian menemui Dekan Fakultas Teknik, Muhammad Dahlan di Gedung Fakultas Teknik pada Kamis (4/5) lalu.

Terangnya, penggunaan lift di gedung tersebut memang sudah dibatasi semenjak masa Covid-19 sebelum akhirnya dioperasikan kembali. Lift sendiri memiliki batas kapasitas tertentu. Akan tetapi, menurut keterangan Dahlan, sejumlah mahasiswa tidak mengindahkan aturan tersebut sehingga penggunaannya harus dibatasi.

“Mahasiswa tidak bisa ditahan, jadi lift itu penuh sesak. Karena memang tidak bisa diberitahu, jadi dihentikan dulu sementara,” terang Dahlan.

Dirinya juga membenarkan bahwa salah satu alasan yang melatarbelakangi dihentikannya penggunaan lift untuk umum adalah karena adanya kejadian tidak menyenangkan yang dialami oleh tamu. Saat itu, ada tamu penting yang tengah berkunjung dan ikut mengantri untuk menggunakan lift. Namun, mahasiswa tidak ingin mengalah sehingga tamu tersebut terpaksa harus menggunakan tangga. 

Tak hanya itu, masalah biaya operasional pun turut menjadi alasan di balik pembatasan penggunaan lift. Ungkap Dahlan, biaya operasional yang tinggi memaksa dirinya untuk membatasi pemakaian lift guna menghemat biaya pengeluaran listrik.

“FT yang biaya operasionalnya paling tinggi, diminta berhemat. Wacananya, jika memang tidak bisa berhemat, beban listrik diserahkan ke fakultas dan itu bisa menjadi pukulan berat (bagi FT). Jadi, pembatasan lift akan dilangsungkan hingga biaya operasionalnya keluar dan mungkin nanti akan diaktifkan secara berjadwal.”

Selain lift, terdapat pula beberapa fasilitas lainnya yang turut dibatasi. Seperti alat laboratorium yang harus menyala selama 24 jam. Alasannya pun serupa, yaitu untuk menghemat penggunaan listrik. Saat ini, pihaknya tengah melakukan evaluasi untuk mengetahui biaya operasional dari penggunaan listrik di seluruh fasilitas yang ada di FT.

Oleh karena itu, Dahlan mengingatkan untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan fasilitas sesuai kebutuhan. Dahlan juga menegaskan bahwa pembatasan penggunaan lift merupakan bentuk pemeliharaan awal agar pengguna tidak gegabah sehingga fasilitas bisa digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

“Saya termasuk orang yang punya pemikiran kalau sayang sekali jika ada fasilitas, tetapi tidak dipakai semaksimal mungkin. Namun, saya juga menegaskan jangan sampai fasilitas digunakan dengan gegabah. Kita harus berpikir jangka panjang. Saya sendiri selalu naik tangga menuju ruangan saya di lantai dua,” tegas Dahlan.

Awak Sketsa pun turut mewawancarai sivitas akademika FT untuk meminta tanggapannya mengenai pembatasan penggunaan lift. Salah satunya datang dari Yanto (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Prodi Sistem Informasi 2021. Beberapa waktu lalu, ia sempat mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirinya kesulitan untuk berjalan.

“Sepengetahuanku, ya, lift itu dinyalakan kadang pas ada tamu, dan iya, jadi penggunaannya terbatas. Tapi ‘kan, aku kemarin sakit, jadi agak susah jalan, jadi bisa aja minta tolong satpamnya nyalakan liftnya,”  terang Yanto ketika diwawancarai awak Sketsa secara daring melalui WhatsApp pada Rabu (15/03) lalu. 

Berdasarkan keterangan Yanto, penggunaan lift telah dibatasi selama dua tahun. Apabila memang mendesak, yang bersangkutan bisa langsung mendatangi satpam untuk meminta menyalakan lift. 

Yanto sendiri mengaku pembatasan lift ini dinilai memberatkan mahasiswa. “Sangat memberatkan, ya. Capek aja gitu bolak-balik lantai  empat.  Mungkin dimatiin liftnya karena ada beberapa mahasiswa yang iseng. Kalau menurutku seharusnya ada CCTV atau orang yang jaga aja di dalam lift, jadi tidak bakal dimain-mainin, gitu.”

Tanggapan lainnya datang dari Ana (bukan nama sebenarnya), mahasiswi Prodi Informatika 2020. Menurut penuturannya, saat awal pembatasan, hanya dosen dan staf akademik yang diperbolehkan menggunakan lift di gedung baru tersebut. Namun, pada akhirnya, pembatasan berlaku untuk seluruh sivitas akademika.

“Awal perkuliahan masih bisa dipakai seluruh mahasiswa, terus kemudian ada pemberitahuan gitu di samping liftnya, ada tempelan gitu yang bisa menggunakan lift hanya dosen dan staf akademik aja. Nah, mulai di situ udah mulai nggak bisa lagi pakai lift,” terang Ana saat dimintai keterangan oleh awak Sketsa melalui pesan suara WhatsApp pada Jumat (17/03) lalu.

“Terus, seingat saya ada suatu kejadian gitu, ada mahasiswa yang menempelkan note gitu ke lift terus ternyata di note-nya itu ada menyinggung Dekan, jadi liftnya itu sama Dekan dimatikan aja. Jadi, semua dosen, staf akademik, dan mahasiswa itu mau naik ke atas, ya, pakai tangga,” lanjutnya.

Senada dengan Yanto, Ana turut menilai bahwa pembatasan tersebut sempat menyulitkan dirinya yang harus berjalan menaiki tangga menuju lantai empat, utamanya ketika ada praktikum yang mengharuskan dirinya pergi ke lantai tiga dan empat.

“Lumayan melelahkan, ya, apalagi kalau ada kelas di lantai empat itu sampai kelas pasti capek, tapi syukurnya (Prodi) Informatika jarang ada kelas di lantai empat, yang paling sering itu yang Prodi Arsitektur. Kasihan mereka harus naik ke lantai empat.”

Ana berharap penggunaan lift tersebut dapat digunakan kembali oleh seluruh sivitas akademika seperti sediakala.

Tidak hanya mahasiswa, dosen FT pun turut merasa terkendala dari pembatasan penggunaan lift tersebut. 

“Sangat terkendala, Dek. Dan kalau ditanya, saya tidak setuju dengan pembatasan ini. Karena schedule saya di hari yang sama menggunakan lantai tiga di gedung yang berbeda,” ungkap Andi Tejawati, salah satu dosen FT saat diwawancara awak Sketsa melalui pesan WhatsApp pada Jumat (17/3) lalu.

Menurut keterangan Andi, tidak ada pemberitahuan resmi mengenai pembatasan penggunaan lift ini. 

“Saya secara pribadi, tidak pernah ada info mengenai kebijakan pembatasan pengguna lift. Dari grup dosen pun sepertinya tidak ada. Entah, kalau untuk dosen lain. Lift yang di laboratorium pernah terbuka, karena memang Pak Dekan tidak tahu. Begitu Pak Dekan tahu, langsung dikunci lagi. Lift ini yang biasa dipakai untuk seminar skripsi mahasiswa, jadi selalu digunakan. Untuk praktikum mahasiswa juga banyak di gedung ini,” terangnya.

Andi pun menentang keras pembatasan penggunaan lift ini. Selain karena kendala harus naik turun tangga, ia beranggapan bahwa mahasiswa juga berhak atas fasilitas kampus yang ada karena mereka sudah membayar UKT sebagaimana mestinya. (mlt/ner/opi/fza/dre/ems)



Kolom Komentar

Share this article