Berita Kampus

Prestasi Dosen Unmul dalam Ritech Expo 2019

Obat yang terbuat dari ikan air tawar berhasil meraih Grand Riset dari Kemenristekdikti.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: Dokumen Pribadi

SKETSA - Unmul kembali menunjukkan eksistensinya dalam bidang riset dengan turut serta dalam kegiatan Pameran Riset, Inovasi dan Teknologi (Ritech) Expo 2019 di Lapangan Puputan Margarana Renon, Denpasar, Bali pada 25-28 Agustus 2019. Pameran ini merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dengan menampilkan hasil riset dan inovasi di bidang teknologi.

Pada kesempatan ini, tiga dosen Unmul dipercaya untuk mewakili kampus hijau dan memamerkan produk-produk unggulan hasil riset mereka. Produk tersebut yaitu obat ikan alami untuk pengendalian penyakit dan transportasi ikan air tawar yang terdiri dari Biostesi, Bioimun, 3 in 1 Bioimun dan Biofeed milik Esti Handayani Hardi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).

Kemudian terdapat produk Herbal Mix yang merupakan aditif pakan unggas, mengandung bioaktif yang mampu meningkatkan pertumbuhan, produktivitas dan antibodi. Produk ini berbahan dasar tanaman lokal daun tahongai milik Dosen Fakultas Pertanian (Faperta), Julinda R. Manullang.

Adapun produk terakhir yaitu Bedak Dingin Lolakng yang merupakan produk kecantikan berbahan dasar tumbuhan lokal hutan Kalimantan milik Enos Tangke Arung, dosen Fakultas Kehutanan (Fahutan). Lolakng berasal dari bahasa Dayak Benuaq yang berarti "cantik".

Produk-produk ini telah melalui riset mendalam serta uji coba yang panjang hingga layak untuk dikomersialkan. Ketiga dosen tersebut mendapat pendanaan dari program CPPBT (Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi) dari Kemenristekdikti. Program CPPBT ini melakukan pendampingan terhadap produk tersebut sampai dapat dipasarkan secara masal.

Mendobrak Pintu Obat-obatan Ikan Air Tawar

Sketsa menemui Esti Handayani Hardi, salah satu yang ikut terlibat dalam Ritech Expo 2019 dengan produk obat-obatan ikan air tawar. Riset mengenai produk ini telah dikembangkan sejak 2013 hingga 2018. Karena riset ini, ia dan dan timnya berhasil mendapat "Grand Riset" dari Kemenristekdikti.

Bermula dari riset tersebut, obat-obatan yang terdiri dari Biostesi, Bioimun, 3 in 1 Bioimun dan Biofeed ini mulai dikenal oleh masyarakat karena keunggulannya. Perbulannya, mereka dapat memproduksi sekitar 1000 botol dan memiliki pelanggan dari Kalimantan maupun daerah luar, seperti Sumatera, Jawa Tengah, Medan, Lampung, Tangerang dan Gorontalo. Harganya pun dibanderol seharga Rp25.000 per botol.

Esti mengaku bahwa dirinya pernah mendapat tawaran dari salah satu perusahaan pakan asal Surabaya untuk memperoleh hak memproduksi hasil penelitiannya. Namun, ia menolaknya sebab riset ini ingin ia gunakan untuk kebanggaan instansi juga sarana studi bagi mahasiswa.

"Saya kan inginnya membesarkan nama Unmul. Selain itu, saya juga awalnya memiliki keinginan untuk membesarkan perikanan di Kalimantan Timur," sebutnya.

Meski telah mengembangkan riset dan menghasilkan sebuah produk yang mumpuni, ia melihat bahwa produk perikanan masih sangat kurang dilirik, bahkan dijadikan riset. Menurutnya, hal ini disebabkan karena mudahnya produk perikanan asal luar negeri masuk ke Indonesia dengan aplikasi yang mudah dan harga terjangkau.

"Produk impor itu proses verifikasinya jelas, sementara produk yang dikembangkan di Indonesia sendiri agak susah (untuk didapat) karna biayanya mahal," ujarnya.

Dengan berkembangnya produk perikanan, tentunya banyak tantangan serta hambatan yang memperlambat konsistensi riset tersebut. Disebutkan oleh Esti, dirinya mengaku cukup banyak menerima kesulitan selama mengembangkan hasil risetnya, seperti susahnya mendapatkan izin edar, di mana ketika ia ingin mendaftarkan produknya atas nama Unmul, namun matinya koperasi Unmul sebagai fasilitator menghambat pelaksanaan produk ini.

"Ngurus izin edar, itu beratnya minta ampun. Saya ada sampai 8 kali ngirim berkas balik. Apalagi untuk kita yang bukan industri. Yang pertama tadinya saya kekeh mau atas nama Unmul, ya kalau gitu pakai koperasi yang Unmul. Tapi koperasinya Unmul sudah mati," jelasnya.

Ia juga memaparkan bahwa produk ini menggunakan bahan alami, sehingga hasilnya fluktuatif.

"Risetnya itu yang harus diperkuat. Penelitian itu kan panjang. Kadang-kadang para peneliti itu enggak sabar. Karena budget-nya banyak loh. Tapi alhamdulillah, saya dibantu mahasiswa," tutupnya. (len/zar/ffs/ann)



Kolom Komentar

Share this article