Berita Kampus

Polemik PUBG, Haram atau Tidak?

PUBG, gim dengan rating tertinggi kedua di Indonesia.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Istimewa

SKETSA – PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) merupakan gim online bergenre battle royal besutan Tencent. Jenisnya tersedia dalam versi mobile dan personal computer (PC). Para pemain gim ini harus saling bertempur dengan 100 pemain lainnya, pemain terakhir yang bertahan akan dinobatkan sebagai pemenang dalam gim tersebut.

Namun pada pertengahan Maret lalu, muncul kabar bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan melakukan kajian fatwa haram gim tersebut di Indonesia. Sontak hal tersebut menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Kajian tersebut dilakukan setelah terjadi aksi teror penembakan pada dua masjid yaitu Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru.

Rabu (27/3) Sketsa menemui Lisda Sofia selaku Ketua Program Studi Psikologi Unmul, dia mengatakan dari sisi psikologi semua manusia memiliki kebutuhan untuk bersikap agresif, marah misalnya. Di mana ketika seorang individu tak dapat mengekspresikan emosinya, baik itu marah, kecewa, ataupun sedih pada dunia nyata, maka cenderung akan melampiaskannya lewat dunia maya. Bentuknya beragam, seperti mengunggah kata umpatan atau sejenisnya guna meluapkan emosi tersebut.

Lalu, apakah ada pengaruh PUBG terhadap perilaku seseorang yang menjurus ke tindakan kriminal atau bahkan menjadi terosis? Dikatakan Lisda, kemungkinan tersebut bisa terjadi, namun tidak akan mudah. Menurutnya, ada gangguan kepribadian atau penyimpangan yang membuat orang cenderung melakukan tindakan kriminal. Salah satunya sudah ada latar belakang dari masa lalu atau memang sudah memiliki kecenderungan kepribadian tersebut.

"Dalam psikologi itu ada namanya conduct disorder, untuk mereka yang kecanduan itu perlu kita teliti lebih lanjut," kata Lisda.

Perlu dilakukan penelitian apakah individu tersebut yang sudah kecanduan dengan PUBG memiliki kecenderungan kepribadian mengarah pada tingkat agresifitas yang tinggi atau memiliki kebutuhan agresif yang tinggi. Jika seseorang memiliki kecenderungan seperti itu, tandanya tingkat agresifitas dan bullying yang ditawarkan menjadi faktor utama individu mencandukan gim tersebut. Sedangkan untuk tingkat kemungkinan seseorang terinspirasi karena PUBG, kata Lisda itu kembali lagi pada individunya.

Lisda menjelaskan bahwa setiap orang punya mekanisme yang berbeda-beda. Belum tentu dalam 10 orang yang bermain semuanya akan agresif, melainkan kembali pada diri masing-masing. Jika pada dasarnya agresif, mungkin akan semakin agresif ketika bermain, tapi jika seseorang yang tidak memiliki perilaku agresif, ketika bermain perilaku tersebut kecil akan terjadi. Namun terkadang banyak juga yang menjadikan gim sebagai pelarian ketika mengahadapi masalah, ini yang menyebabkan rasa candu, karena dapat melupakan permasalahan bukan menyelesaikannya.

"Kalau bermain game untuk melampiaskan emosi itu tidak bagus. Untuk mengolah emosi itu ada namanya anger management atau manajemen marah, jadi ada cara-caranya," ujarnya.

Saat ditanya mengenai pendapatnya ketika ada yang melakukan aksi pembunuhan, lalu disiarkan secara langsung. Lisda mengaku tidak berani berkomentar karena itu adalah kasus yang khusus. Tapi menurutnya pengaruh paparan atau tayangan kekerasan pada peningkatan agresifitas memang berpengaruh, bahkan pada usia anak adalah masa sangat mudah terpengaruh. Menurutnya, jika gim tersebut tidak bisa sampai dilarang setidaknya pembatasan pemain melalui umurnya, untuk usia 21 tahun ke atas. Karena pada usia itu pertimbangan psikologis dalam mengontrol diri sudah lebih baik, dibanding dengan usia 21 tahun ke bawah yang dirasa masih tidak stabil.

"Ya berpengaruh, karena itu saya setuju kalau penggunaan game itu dibatasi. Kalau sampai dilarang itu lebih bagus lagi," ungkap Lisda.

Jack Hollingdale dan Tobias Greitemeyer dalam tulisannya “The Effect of Online Violent Video Games on Level of Aggression” mengatakan gim online dengan genre kekerasan dapat meningkatkan perilaku agresi atau penyerangan walaupun tidak menonjol. Namun seiring perkembangan gim online kekerasan, khususnya frame per second (FPS), memungkinkan akan meningkatnya perilaku agresi.

Dalam penelitan ini, diambil sampel 101 mahasiswa di Inggris, terdiri dari 64 pria dan 37 wanita dengan rata-rata umur 18 hingga 44 tahun. Lalu dibagi menjadi empat kelompok yaitu 26 peserta gim kekerasan online, 23 peserta gim kekerasan offline, 26 peserta gim non kekerasan online, dan 26 peserta gim non kekerasan offline. Lalu para peserta diberikan waktu 30 menit untuk memainkan gim online maupun offline tersebut.

Jenis gim kekerasan atau non kekerasan dipilih melalui penilaian Pan European Game Information (PEGI), berdasarkan penilaian tersebut peneliti memilih LittleBigPlanet 2 sebagai gim non kekerasan dan Call of Duty: Modern Warface sebagai gim kekerasan. Dalam gim LittleBigPlanet 2 pemain dapat membuat, mengeksplorasi, memecahkan teka-teki, dan berinteraksi dengan lingkungan serta tampilan fantasi yang dapat dinikmati atau dibagikan secara online dengan pemain lain.

Lalu Call of Duty: Modern Warface, mengharuskan pemain sebagai prajurit yang ditugaskan untuk membunuh musuh di berbagai medan pertempuran. Setelah memainkan gim di atas, peserta diminta untuk menjawab pertanyaan tentang gim yang mereka mainkan, survei ini bertujuan untuk menyelidiki sikap peserta terhadap kekerasan pada gim tersebut. Hasilnya menunjukkan baik video gim kekerasan online maupun offline akan meningkatkan perilaku agresi dibandingkan dengan bermain gim non kekerasan.

Dilansir dari katadata.co.id, gim PUBG menempati urutan dua sebagai gim terlaris di Indonesia, dengan rating 13,1 juta versi Google Play Store dan 58,3 ribu versi App Store. Sedangkan peringakat teratas dimiliki oleh salah satu gim besutan Garena International Private Itd, yaitu Garena Free Fire. Gim ini memiliki genre dan gameplay yang sama dengan PUBG, gim ini mendapat rating 20 juta di Google Play Store dan 11, 8 ribu di IOS.

Lantas mengapa hanya PUBG yang akan diberikan label ‘haram’, sedangkan gim yang serupa tidak mendapatkan perlakuan yang sama? (erp/ycp/wil)



Kolom Komentar

Share this article