Berita Kampus

Polemik Legalitas FKTI, Akhirnya Dosen Buka Suara

Dosen angkat bicara perihal legalitas FKTI.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Instastories Reza Wardhana

SKETSA - Banyaknya kabar yang simpang siur soal status FKTI, ditambah lagi setelah unggahan surat dari Kemenristekdikti tersebar. Membuat salah satu dosen FKTI, Reza Wardhana buka suara melalui unggahan insta stories-nya.

Dalam unggahannya, ia mencoba untuk meluruskan berbagai kabar terkait FKTI yang menurutnya tidak sesuai dengan keadaan lapangan, seperti ilegalnya FKTI dan prodi Ilmu Komputer.

"Saya merasa perlu untuk mengonfirmasi tentang: 1. Kabar tentang FKTI adalah ilegal it salah besar. 2. Kabar tentang program studi Ilmu Komputer ilegal juga salah besar," tulisnya pada unggahan stories pertama, Jumat (10/1) tadi.

Reza menuliskan, mahasiswa harus mengetahui bahwa terdapat dua unsur penyelenggaraan pendidikan di kampus. Yakni unsur manajerial yang meliputi fakultas dan jurusan, dan unsur fungsional pendidikan yang meliputi program studi.

Kemudian untuk mendirikan sebuah prodi, pihak kampus perlu mengajukan izin kepada Dirjen Dikti untuk memperoleh legalitas penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan untuk fakultas dan jurusan, kampus dapat mendirikan fakultas yang diinginkan lalu mengajukan izin kepada Dirjen Dikti agar dapat diakui dalam Organisasi dan Tata Kerja (OTK).

Pendirian FKTI sendiri didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Rektor Unmul Nomor 602/KP/2016 dengan dua prodi di dalamnya, yakni Ilmu Komputer dan Teknik Informatika. Lalu dalam perjalanannya, FKTI mengajukan diri untuk diakui dalam OTK. SK Rektor ini sendiri akan berakhir pada Mei 2020.

Saat moratorium keluar pada Oktober 2017 atas Surat Edaran Menristekdikti, FKTI akhirnya terkena dampak dari pemberhentian sementara tersebut.

"Sebagai Fakultas termuda di Unmul, FKTI terkena dampak dari moratorium tersebut."

Meski Unmul telah beberapa kali mengajukan agar dapat diakui dalam OTK, hal ini tak dapat diproses sebab adanya dasar efisiensi serta perampingan organisasi di PTN yang didukung moratorium yang diterbitkan.

Terkait prodi Ilmu Komputer, disebutkan oleh Reza bahwa ini tak ada hubungannya dengan penggabungan FKTI dengan fakultas lain, meski berada pada timeline yang sama.

Izin penyelenggaraan prodi Ilmu Komputer sendiri telah ada sejak 2002, kemudian disusul oleh prodi Teknik Informatika pada 2010. Ini bermakna bahwa kedua prodi tersebut telah melalui proses legalisasi.

Kemudian, Reza juga menanggapi isu penggabungan prodi Ilmu Komputer dengan prodi Teknik Informatika yang akan dileburkan menjadi prodi Informatika (tanpa Teknik). Menurutnya, keputusan ini diambil atas kebutuhan pasar akan lulusan prodi di perguruan tinggi.

Ini didasarkan pada Pedoman Nomenklatur atas Penamaan Program Studi Nomor 275 Tahun 2017, Nomor 33 Tahun 2018, dan Nomor 47 Tahun 2019. Di mana dalam pedoman tersebut, nama Ilmu Komputer/Teknik Informatika/Informatika adalah program studi dengan arti yang sama.

"Maka menyikapi perkembangan tren ini dan agar tidak terjadi kerancuan kedepannya, Prodi Ilmu Komputer dan Prodi Teknik Informatika yg ada di FKTI digambungkan menjadi satu dengan mengambil nama Informatika," lanjut Reza dalam unggahannya.

Dengan dibuatnya keputusan tersebut, maka FKTI kemudian mengajukan sejumlah prodi baru untuk memenuhi kebutuhan pasar terhadap lulusan Teknologi Informasi.

Sebut saja prodi Sistem Informasi, Rekayasa Perangkat Lunak, Rekayasa Sistem Komputer, dan Teknologi Informasi. Nama-nama prodi tersebut dahulunya hanya mata kuliah sebelum akhirnya ditetapkan dalam Pedoman Nomenklatur sebagai prodi.

Setelah FKTI mengajukan beberapa prodi baru tersebut, izin penyelenggaraan untuk prodi Sistem Informasi dikeluarkan oleh Dirjen Dikti. Kemudian, fakultas mulai menerima mahasiswa baru sejak 2019 untuk prodi ini.

Mengakhiri postingannya, Reza meminta mahasiswa FKTI untuk sabar dan mengingatkan bahwa moratorium ini bersifat sementara, yang sewaktu-waktu dapat dicabut. Ia berpesan agar civitas academica FKTI memantaskan diri, sehingga ketika moratorium dicabut, fakultas dapat mengajukan diri kembali sebagai fakultas telah diakui.

Sketsa kemudian mengonfirmasi Reza melalui Direct Message (DM) Instagram. Dia kemudian membenarkan surat dari Kemenristekdikti yang beredar selama ini. Serta bagaimana nasib FKTI ke depan.

"Ia benar," jawabnya singkat.

"Seluruh pejabat FKTI masih termasuk dekan masih menjabat sampai mei 2020. Atau smpai secara resmi FKTI bergabung dengan fakultas lain," tambahnya.

Terkait unggahan insta stories-nya, Reza merasa sakit hati jika ada yang menyebut FKTI ilegal, sehingga dia perlu meluruskan semuanya. Karena memiliki tanggung jawab atas FKTI.

Beberapa waktu berselang, Reza kemudian Dia kemudian merevisi beberapa keterangan atas uanggahannya, terutama terkait peleburan FKTI dengan fakultas lainnya.

"Beberapa mungkin yg saya revisi mbak ya, FKTI bukan dilebur ke fakultas lain, tp di Indukan. Ini dilakukan untuk legalitas lulusan FKTI setelah SK FKTI habis masa berlakunya Mei 2020," tulisnya kepada Sketsa.

Terkait gedung baru yang digadang-gadang merupakan miliki FKTI di dekat Fakultas Teknik (FT) setelah kabar ini muncul, Reza berharap agar gedung tersebut masih menjadi milik FKTI yang bisa digunakan untuk kegiatan mahasiswa dan dosen FKTI. 

Hingga berita ini diturunkan, Sketsa masih terus berupaya melakukan konfirmasi ke berbagai pihak. (len/wil)



Kolom Komentar

Share this article